Betapa terkejutnya Fiona kala melihat siapa salah seorang dari yang dia lihat kini.
"K-kelvin?" bisiknya pelan.
Belum selesai masalah Fania yang menghilang, kini bertambah masalah baru—Kelvin. Dalam surat itu, Fania meminta Fiona untuk menyamar menjadi Fania malam ini. Fiona tidak tahu jika itu hanya akan selesai dengan malam ini.
"Hai, Sayang, maaf sudah lama menunggu, ya?" ucap Kelvin.
Menjijikan! Gerutu Fiona dalam hati. Setelah apa yang dia lakukan dan katakan pada Fania, dia kini berani memanggil dengan kata 'sayang' tanpa malu di depan keluarga mereka. Ingin sekali dia memberi tamparan pada pipi tirus laki-laki itu.
Fiona sendiri tidak tahu apa rencana yang tengah saudara kembarnya susun kini? Tujuan Fiona hanyalah untuk menuruti permintaan ayahnya dan membantu Fania. Hanya itu dan cukup sampai hal itu, tidak lebih. Dan jangan sampai!
"Silakan, ini menunya, Tuan," ucap salah satu dari pelayan itu.
Kelvin yang duduk di sebelah Fiona membaca beberapa menu, lalu kembali menutupnya. "Sebentar ya, Om, ada tamu lain yang akan ikut dengan kami malam ini."
"Oh ya? siapa?"
"Saudara Kelvin, Mas," sahut ibu Kelvin.
Kelvin tampak tidak suka mendengar penjelasan dari ibunya itu. tidak lama kemudian, masuklah seorang pria dengan setelan rapi ala pria pemilik perusahaan yang tengah bekerja di kantor. Fiona lebih terkejut lagi kali ini. Tidak! Lebih tepatnya dia bingung. Karena merasa terkejut sekaligus bahagia. Terkejut karena harus bertemu dengan pria yang dia suka dengan cara yang seperti ini. Dan bahagia karena setidaknya akan ada pelipur laaranya malam ini.
"Sini, Sayang," sambut ibu Kelvin dengan ramah.
"Terima kasih, Tante," ujar Yoseph dengan senyum ramah dan sedikit menundukan kepala sebagai rasa hormat. Sayangnya, dia malah memilih untuk duduk di sebelah Fiona.
"Loh, kok?" tanya ayahnya dengan heran atas pilihan anaknya itu.
"Ah, ini—" untuk sesaat Yoseph menatap wajah Fiona dengan rona khawatir. Fiona yang mengerti maksud tatapan itu hanya menggelengkan kepala seolah tengah memberi isyarat bahwa jangan menceritakan yang sebenarnya."Fania," sambungnya.
"Oh, cewek yang nolong Kak Yasmin?" tanya ibunya lagi.
"Iya," jawab Yoseph sekenanya.
Entah situasi apa ini namanya, Fiona sendiri bingung. Ini pertama kali baginya melihat Yoseph dan orang tuanya. Ya, tentu saja Fiona tahu betul bahwa Yoseph adalah anak yatim. Tapi, dia sendiri masih bingung mengapa ayah Yoseph datang menemui keluarganya bersama ibu Kelvin.
Ah, mungkin hanya kebetulan. Atau bisa saja ibu Kelvin hanya ingin membantu, barangkali Yoseph dan Kelvin saudara sepupu. Begitu pikir Fiona.
Tidak lama kemudian terdengar langkah kaki beberapa pelayan restoran itu untuk membawa beberapa menu makanan yang mereka pesan. Mereka pun menikmati makanan yang dihidangkan. Hanya ayah Fiona dan ayah dari Yoseph yang berbicara. Itu pun hanya berbicara soal bisnis yang tengah mereka jalankan,yang lain hanya menyimak tanpa memotong pembicaraan.
"Saya pribadi sangat senang karena bisa bekerja sama dengan perusahaan Anda."
"Ah, tentu saya lebih senang. Siapa pun pasti tahu bagaimana perusahaan Anda semakin hari semakin meningkat."
"Jangan terlalu memuji, tapi ada hal lain yang membuat saya senang, Tuan."
Ayah Fiona terhenti dari aktiivitas suapannya, tentu saja dia akan senang jika di proyek yang lain akan kembali bekerjasama dengan perusahaan ayah Yoseph.
"Apa itu?" tanyanya penasaran.
Ayah Yoseph tersenyum penu makna, "menikahkan kedua anak kami misalnya."
Fiona nyaris tersedak mendengar hal itu, namun dengan segera dia meneguk minuman yang ada di hadapannya. Dia amat senang, meski Yoseph mengakui bahwa Fiona seperti adiknya sendiri, tapi tentu saja Yoseph tidak bisa menolak perjodohan ini, bukan? Akan tetapi, justru berbeda halnya dengan Yoseph karena dia yakin sekali bahwa orang yang ayahnya maksud bukanlah dia. Melainkan Kelvin. Kecurigaanya bukan pula tanpa sebab,pasalnya semua orang juga tahu bahwa dia sebentar lagi akan bertunangan dengan gadis lain—Firda. Sahabatnya sejak lama.
Meski bersahabat,tapi dia tidak memiliki perasaan sedikitpun untuk Firda. Bahkan hubungan mereka agak merenggang belakangan ini. Firda tidak menyukai Fiona yang terlalu dekat dengan Yoseph. Dan Yoseph yang tidak suka dengan sikap Firda yang kerap merendahkan Fiona. Hal itu membuat Yoseph benar-benar kesal.
Suara tawa terdengar nyaring dalam ruangan itu. sementara mereka bertiga masih saling tidak. Kelvin berdehem nyaring. "Wah bahagia sekali ya rasanya? Apalagi sebentar lagi juga ...Yoseph akan bertunangan dengan Firda."
"F-firda?" tanya Fiona pelan.
"Iya," jawab Kelvin dengan senyum menyeringai.
Tentu Yoseph paham, apa maksud dari ucapan Kelvin itu. dia sengaja ingin membuat Fiona tersadar. Apalagi kalau bukan untuk mempertegas semuanya. Terlebih, Kelvin pernah berpura-pura menjadi kekasihnya Fiona waktu itu. Ekspresi bahagia yang sebelumnya terpancar dari wajah Fiona, kini luntur sudah.
Bukan hanya Yoseph yang akan bertunangan dengan Firda, tapi juga soal dirinya... yang akan dijodohkan dengan Kelvin. Kepalanya terasa ingin pecah kini. Dia benar-benar ingin marah, tapi orang itu adalah ayahnya, mau bagaimana lagi?
***
Beberapa hari kemudian ...
Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian makan malam bersama waktu itu. Sejak hari itu pula, Fiona menjadi gadis yang murung. Meski dia sudah menuruti, namun ayahnya masih saja memperlakukan dia dengan cara yang sama. Meski tidak seperti biasanya, tapi bagi Fiona itu sama saja.
Ada satu hal lagi yang menjadi pembeda antara dia dan Yoseph. Hal itu bernama jarak. Semua seolah terasa canggung. Sangat canggung, bahkan untuk saling tersenyum saat tengah berpapasan saja, Fiona sudah tidak. Karena saking canggungnya.
Apa yang dia jalankan kini kembali terasa monoton dan membosankan lagi. Yoseph tidak seburuk yang dia pikirkan, bahkan dia baik. Sangat baik. Dengan wajah tampan, dingin dan menyebalkan seperti dia, mau saja membantu Fiona. Dan itu bukan hanya satu kali. Lalu bagaimana mungkin Fiona tidak jatuh hati dengan seorang laki-laki seperti itu?
Ah, ada satu hal lagi yang berbeda. Ayahnya tidak marah. Karena Fiona sudah tiga hari uring-uringan. Makan jarang dan sedikit, begitu pula saat membantu, dia akan terlambat. Tidak seperti biasanya. Beruntung, ayahnya tidak marah.
Fiona membuka gawai lalu membuka aplikasi chat. Dia membaca riwayat pesan antara dia dan Yoseph. Karena hanya itu satu-satunya cara untuk melampiaskan rasa rindunya.
"Yoseph ... kamu apa kabar? Sedang apa kini ...."
Tidak terasa, air matanya mengalir dengan sendirinya. Lalu dengan segera dia menyeka lembut pipinya. Tidak! Ini tidak benar! Dia tidak mungkin terus merasakan perasaan seperti ini. Ucap Fiona dengan membatin.
"Stop it, Fi! Sadarlah! Yang punya perasaan ini Cuma lo. Dan dia enggak! Maka ... mari berhenti!" ucapnya memberi tamparan untuk dirinya sendiri.