Chereads / Venganza The Twins / Chapter 35 - Terlambat

Chapter 35 - Terlambat

Dia mendengar semuanya dengan amat jelas. Dahulu untuk hal-hal seperti ini Fiona tidak akan pernah peduli, tapi tidak dengan kini. Andai saja bisa, dia ingin sekali menyerah dan membiarkan semuanya berjalan begitu saja, tetapi entah mengapa terasa berat kali ini.

Namun, tiap kali dia ingin mengakui bahwa perasaan yang dia miliki ini benar adanya, tiap waktu itu pula dia teringat perkataan Yos, "lo udah kayak adik sendiri buat gue."

Rasanya benci dan ingin sekali dia mengatakan bagaimana perasaanya yang sebenarnya, tapi tak berdaya. Selain itu ... dengan dia mengatakan bagaimana yang sesungguhnya, belum tentu berbalas. Bahkan mungkin hubungannya dengan Yos hanya akan menjadi canggung. Lalu perlahan menjauh.

Seperti ini sakit, tapi jelas jauh dari Yos jauh lebih sakit dari apa yang dia terima kini.

"Fi... ayo!"

"Ke mana, El?"

Elea dan Devika saling tatap lalu saling tersenyum penuh makna.

"Kenapa lo berdua?"

Tanpa pikir  panjang, mereka langsung menyeret Fiona menuju mobil milik Elea yang sudah menunggu di depan gerbang sekolah.

"Kita mau ke mana?"

"Bersenang-senang."

"Tapi gue belum bilang sama mam—"

"Shhht! Gue udah bilang kok," pangkas Devika lalu tersenyum dengan centil.

Fiona tidak bisa beralasan apa pun kini. Mau bagaimana pun tidak akan bisa melarikan diri, dia hanya pasrah.

***

Fiona masih terlelap. Sementara Elea dan Devika telah siap dengan riasan wajah yang menawan. Semi bold. Elea mengenakan gaun pink-peach lengan panjang dan rok yang agak tembus pandang dan leher v neck yang membuat tulang selangkanya tampak semakin jelas.

"You are so beautiful, El," puji Devika.

"Oh really?"

"Yeah, perpaduan dres sama kulit lo pas dan lo kelihatan cewek kalem vesi modis."

"Thank you, you too."

Berbeda dengan Elea yang membiarkan rambutnya teruirai, kali ini Devika memilih menguncir rambutnya dengan kain yang senada dengan warna gaunnya, creme. Lalu membiarkan poni tengahnya seperti biasa. Gaun yang dia kenakan selutut dengan hampir transpararant, tetapi dilapisi dengan kain agar tidak begitu terekspos. Meski tidak mengenakan v-neck seperi Elea, tulang selangkanya tetap terlihat dengan jelas.

"Lo pakai tas apa?"

"Hitam kayaknya cocok enggak sih sama gue?"

"Hmm, itu warna universal."

"How about you?"

Devika mengeluarkan tas yang baru saja dia beli tadi sore. Warna yang senada dengan dress yang dia kenakan kini.

"Khaki?"

"Ini tas namanya."

"Gue tahu, maksudnya itu namanya warna khaki, kan?"

"Krem kalik."

"Khaki!"

"Krem!"

Mereka terus mendebat satu sama lain hingga Fiona terbangun dari tidur.

"What are you doing. Girls?"

Fiona lalu duduk dan membenarkan posisi dan menatap kaca besar yang ada di hadapannya dengan perlahan.

"It's me?"

"Yes, it's y-you," balas Devika ragu.

Satu petuah yang pernah dia dengar dari Fania adalah ... Fiona sangat tidak suka dirias. Beberapa jam yang lalu...

Saat Devika dan Elea puas belanja di mall dengan berbagai macam barang, Fiona merasa lelah lalu numpang tidur. Sungguh sangat menyebalkan, padahal kata Devika dan Elea mereka hanya akan membeli tas. Namun nyatanya, kala melihat diskon up to 60 persen mereka kalap juga. Saking lelahnya kaki Fiona terasa mau patah.

"Lo berdua rias wajah gue?"

Elea mulai bersembunyi di belakang Devika. Memang benar, Fiona sabar dan jarang marah. Karena itulah mereka sangat takut jika Fiona marah.

"E-enggak, bukan kita kok."

"Terus siapa?" intonasi Fiona mulai meninggi.

"Mbak-mbak tadi yang dateng."

Fiona menghela napas kesal. "Ya, sama aja lo berdua kan yang suruh?!"

"I-iya sih."

"Lo berdua bener-bener ya, kalau sampai—"

"Lo jangan marah dulu, maksud kita baik kok, begini ini kan ultah Firda," pangkas Devika memberanikan diri.

"So why?"

"Lo harus cantik, Fi. Ya, ya, gue tahu lo cantik, tapi seenggaknya tampil beda dong, okay?"

Fiona menghela napas, setuju dengan perkataan Devika. Benar juga. Dia tidak mau terus-menerus diremehkan oleh mereka. Itu sangat menyebalkan dan ... melukai harga dirinya.

"Okay, fine! Terus sekarang gue pakai baju apa?"

Deviika dan Elea melonjak girang. Diam-diam Elea telah menyiapkan beberapa  gaun. Gaun pertama, Fiona mencobanya. Silver dengan kombinasi hitam pada bagian pingang dan v-neck. Simple tapi terlihat anggun.

"Gimana?" tanya Fiona.

"Cantik, sih."

"Kalau lo, El?"

"Kalau gue senyamannya lo sih."

"Enggak membantu emang lo berdua."

Fiona kenbali dengan mengenakan gaun kedua. Nerwarna hijau teska dengan detail rok panjang semata kaki. Lalu tangan sesiku simpe dan angguin.

"Gue yes!" sahut Elea.

"Gue juga!"

Namun ada ekspresi yang tidak suka dari wajah Fiiona. "Lo berdua yes, gue enggak."

"Loh kenapa ini cantik loh."

"Lo enggak lihat ya? bagian sini," Fiona menunjukan bagian dada baju yang lumayan terbuka. "Bisa jadi santapan buat cowok mata keranjang."

"Terus yang silver tadi, kenapa?" tanya Devika kali i ni.

"Terlalu mencolok gue enggak suka. Emang lagi mau konser dangdut?"

"Nih!" Elea menyodorkan papper bag ketiga sekaligus terakhiir yang dia beli tadi. "Cobain! Harus cocok!"

"Kok lo maksa?"

"Enggak mau tahu! Titik. Cepet sana!"

Fiona menuruti lalu kembali dengan menggunakan baju yang Elea berikan.  Mengenakan rok dengan sisi belakang lebih panjang dari pada bagian depan.  Dan bagian atas full brukat lalu pada bagian dada tertutup dengan tumpukan kain dengan warna yang senada dengan bagian rok, ungu violet.

"Udah, nih."

Elea dan Devika terkesima dibuatnya. Sangat cantik dan anggun. "Kenapa sih lo berdua? Bisa biasa aja enggak?"

"How beautifull you are."

Elea lalu meminta Fiona untuk mengemakan tas kecil berwarna silver yang juga dia beli tadi sore. "Nah, super cocok."

"Kita berangkat sekarang, yuk, entar telat, loh," ajak Elea.

Mereka mengangguk setuju. Saat baru saja mereka ingin melangkah, Devika menghalangi jalan Fiona.

"Tunggu sebentar."

"Apalagi sih, Dev? Nanti kuita telat loh."

"Masih lama kalik, elah."

"Ya, kalau macet?"

"Tapi, lo lihat dong sepatu Fiona."

Mereka  melirik ke sepatu Fiona. Dia masih mengenakan sepatu hitam-putih yang sama seperti tadi pagi.

"Lo mau berangkat pakai ini?"

"Oh iya, gue lupa, yaudah bentar ya."

Elea menuju salah satu lemari yang berisi beberapa koleksi sepatu miliknya. Lalu membawa sepatu berwarna silver dengan tinggi lima sentimeter.

"Nih, nyambung kan?"

"Yup! Untung lo punya koleksi ya."

Mereka kembali bersiap menuju pintu depan.  Namun, dia baru teringat sesuatu... bahwa sopirnya tadi meminta izin untuk cuti malam ini. Karena anaknya sedang sakit dan sangat membutuhkan kehadirannya di sana. sebentar lagi acara pasti akan dimulai, dia mulai merasa risau.

Elea mulai panik. "Astaga!"