Chereads / Venganza The Twins / Chapter 36 - Posesif

Chapter 36 - Posesif

"Gimana dong?"

"Atau lo mau cancel aja. Lagian kan kita Cuma tamu biasa—"

"Gilak lo! Kita sudah totalitas begini, jangan ngadi-ngadi deh!" sela Devika.

"Tapi kita enggak punya solusi loh."

"Ya, dicari lah, masa lo mau nyerah gitu aja."

Saat di tengah kekhawatiran mereka, telepon genggam Fiona berdering.  Dari siapa lagi kalau bukan dari Yos.

"Hei, Fi. Lo dateng kan malam ini?"

"Hmm, iya kalik."

"Loh kenapa? Kok kayak enggak niat gitu?"

"Bukan enggak niat, tapi ... kita enggak ada kendaraan, sopirnya Elea lagi cuti malam ini."

"Kenapa enggak pesen taksi?" tanya Yos lagi.

"Udah, tapi belum datang juga."

"Gue juga baru mau berangkat, mau bareng?"

"Serius lo?"

"Iya. Yaudah gue ke mana jadinya?"

"Ke rumah Elea ya, sekarang banget!"

"Meluncur, Tuan Puteri!"

Sambungan telepon terputus. Fiona memberi kabar itu pada Elea dan Devika, sama halnya dengan Fiona mereka juga bahagia. Bahkan melonjak girang.

"Kok lo kelihatan biasa aja sih, Fi?" tanya Devika heran.

Salah. Devika jelas salah. Ini bukan pertama kalinya, tapi setiap dia ingin merasa bahagia, kata-kata dari Yos selalu terngingang-ngiang. Jadi, dia selalu menanamkan dalam hati.

Kalian hanya sahabat, paling jauh kakak beradik, tidak lebih dan mungkin tidak akan lebih.

"Enggak, gue seneng kok," balas Fiona mengulas senyum.

***

"Akhirnya sampai juga. The power of ... Fiona," celetuk Devika.

Yos tidak mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, tapi dia mengetahui jalan pintas menuju rumah Firda. Jadi, mereka bisa datang tepat waktu.

Sesaat sebelum memasuki rumah mewah milik Firda ...

"Gue mau titip jas."

"Kok dititip?"

"Gue gerah."

"Dih, dasar. Gue aja dingin, kenapa lo bisa gerah sih, dasar cowok aneh. "

"Yaudah," Yos menarik kembali jas miliknya dari tangan Fiona.

"Loh kok?"

Lalu Yos kembali meletakan jas navy itu menutupi punggung bagian belakang Fiona yang terbuka. "Biar enggak dingin."

Fiona terkejut. "Yaah, enggak kelihatan dong model dress gue malam ini."

Memang dasar Fiona gemar memancing keributan. Yos menatap dengan sinis.

"Kenapa sih lo?"

"Maksudnya lo sengaja biar dilihatin sama orang?"

"Enggak, kan memang modelnya begini, Yos."

Yos mendengus kesal. "Pokoknya lo jangan berani-berani buka jas ini. Awas lo macem-macem!"

Lalu dia berlalu meninggalkan Fiona yang masih tidak menyangka atas apa yang baru saja dia dengar. Cowok aneh, tapi yang lebih anehnya lagi, Fiona menyukai itu.

"Dasar posesif, tungguin kalik woi!" teriak Wandi yang disusul oleh Fandi menuju Yos.

Sementara Devika dan Elea melirik ke arah Fiona dengan tatapan menggoda. Meski tidak pernah mengatakannya, tapi mereka yakin kalau Yos memiliki perasaan yang lebih dari sekadar teman. Tidak mungkin, mustahil!

"Kenapa enggak dipanggil sayang aja sih, Fi? Langka loh cowok kayak dia."

"What are you say? We just friend! Udah deh ah!"

Mereka menuju rumah mewah Firda. Interior yang unik dan mewah, bahkan pesta ini terlalu mewah untuk kelas ulang tahun, lebih cocok pesta pernikahan. Tidak, mungkin pesta lamaran.

Tidak lama kemudian, semua orang berkumpul di puncak acara dimana semua kue tinggi terletak. Tak disangka Firda sangat kaya, jauh lebih kaya dari yang Fiona sangka. Jika bersaing secara harta dia jelas kalah jauh. Apalagi kalau soal populer, modis? Jelas kalah jauh. Bagaimana tidak? Fiona tomboi, sedang Firda feminim. Kecuali malam ini.

Kadang Fiona heran, kenapa Yos masih tidak menyukai wanita secantik Firda.

Pembawa acara mempersilakan semua tamu undangan untuk masuk dan berkumpul di satu ruangan. Sebentar lagi puncak acara akan dimulai.

"Tahu enggak sih, gue denger-denger sih, Firda mau mengumumkan sesuatu yang penting hari ini."

"Lah, iya. Sebenarnya itu sih alasan utama gue mau datang."

Begitu kata dua orang gadis yang berdiri di depan Fiona berbisik saling meggosip seperti biasa. Itu juga yang menjadi alasan Fiona datang ke pesta ulang  tahun Firda. Kalau bukan karena itu, dia lebih baik tidur di rumah, atau bersantai di rumah mewah milik keluarga besar Elea.

Suara tepuk tangan menggema dalam ruangan itu setelah Firda meniupkan lilin angka 17. Senyumnya tampak begitu bahagia kini. Sesekali dia tampak berbisik manja dengan ayahnya yang berdiri di sebelahnya. Namun tidak ada sosok seorang wanita yang menemani ayahnya.

"Oke, baik, kita ke acara tambahan—"

Belum selesai pembawa acaranya bicara, alat pengeras suara itu telah dirampas paksa oleh Firda. Pada saat yang bersamaan Yos datang mendekat untuk menyalami ayahnya Firda.

"Hai, guys. Firda di sini. Jadi, gue mau ngumumin sesuatu tentang ..." dia terhenti untuk sejenak sembari menatap beberapa orang bergantian, "kalau sebentar lagi ... gue bakal tunangan sama Yos."

Degh!

Fiona seperti merasa terkena serangan jantung. Dadanya terasa sesak, sempit dan sakit. Air matanya ingin menetes, tapi dia tahan sekuat tenaga. Setidaknya di depan semua orang dia harus terlihat kuat. Begitu pikirnya.

Namun, Elea dan Devika tidak bisa dibohongi. Mereka saling tatap dengan tatapan penuh rasa iba pada Fiona.

"Fii ... are you okay?" tanya Elea.

"Hmm. I'm fine. Its okay."

Tidak mengelak tidak juga berkata iya, tapi jawaban itu seolah memperjelas bahwa setidaknya dia pernah memiliki perasaan lebih dari sekadar teman pada Yos.

Begitu pula denan Yos, dia tampak tidak suka dengan pernyataan yang diucapkan oleh Firda. Andai saja bisa, dia ingin pergi saja dari sana.

"Yos ... lo—"

"It's okay."

"Bukan, maksud gue, lo tahu soal ini?"

"Menurut lo? Kalau gue tahu, apa iya masih mau datang ke tempat ini?"

Wandi hanya diam tidak dapat menjawab apa-apa.

Semenjak kehadiran Fiona di tengah-tengah Yos dan Firda, itu menjadi ancaman baginya. Awalnya tidak seperti itu, tapi kemudian ia menjadi tersadar tepat saat Yos membela Fiona di depannya. Dia mengenal Yos lebih baik daripada semua orang di sekolah—kecuali Fandi dan Wandi. Yos bukanlah orang yang mau dengan sukarela membela perempuan lain di depan semua orang apalagi di depan Firda. Itu sangat aneh.

Yos membisikan sesuatu di telinga Firda, "Fir, sorry gue enggak bisa lama-lama di sini."

"Kenapa?"

"Gue ada perlu."

"Perlu apa? Sama siapa?"

Hening untuk sesaat. Ini adalah salah satu hal yang tidak dia sukai dari Firda.  Semenjak kedua orang tua mereka memutuskan untuk menjodohkan mereka, Firda menjadi lebih posesif.

"Apa gue juga harus ngelapor setiap aktivitas gue sama lo?"

"A-ah bukan begitu, tapi—"

"Gue juga punya privasi."

"Tapi ..." Firda hening untuk sesaat, lalu seperti biasa dia memutuskan untuk mengalah lagi, "oke. Take care ya."

"Iya."

Hanya jawaban itu yang keluar dari mulut Yos. Malas tepatnya.