Chereads / I'm Not Barren / Chapter 23 - Nayla Sakit

Chapter 23 - Nayla Sakit

Adelia tidak ingin membuat mertuanya bertengkar karena dirinya membuat wanita itu melepaskan dekapan Nathan, lagipula Adelia berpikir jika Nathan masih marah padanya dan bersikap seperti itu hanya untuk memberikan dirinya rasa tenang membuat suaminya itu mengerutkan keningnya heran.

"Pa, Ma, maaf." Adelia menunduk setelah mengucapkan maaf, dirinya tidak mampu berkata apapun lagi. Jika saja dirinya bisa memaksa tuhan untuk mengabulkan doanya tentu saja sudah sejak lama Adelia lakukan. Tapi tentu saja hal itu tidak mungkin, sebab ada kalanya kita tanpa henti berdoa dan berusaha tapi Tuhan menyiapkan sesuatu yang indah justru bukan di saat kita memintanya. Melainkan di waktu yang tepat, tidak cepat atau lambat.

"Tapi Pa, kita dulu hanya butuh waktu dua tahun untuk mendapatkan Nathan." Riska masih tidak mau kalah, dirinya masih berusaha mendenmbat sang suami yang tengah menenangkan Adelia.

"Stooppp!" teriak Nathan yang sudah benar-benar hilang kendali. Tadinya dia tidak mau meninggikan suara pada ibunya tapi menurut Nathan Riska sudah benar-benar keterlaluan.

Riska terkejut mendengar nada bicara Nathan, sebab baru kali ini dirinya mendengar hal itu dari putra semata wayangnya.

"Kamu lihat Adelia!? Nathan sekarang berani berteriak padaku, kamu hanya membawa pengaruh buruk padanya," ucap Riska sambil menatap nyalang Adelia sementara tuan Dave langsung berdiri dan menyeret istrinya keluar dari ruangan Adelia.

Dia tidak menyangka jika Riska mampu berucap seperti itu. Saat sudah berada di luar tuan Dave menatap tajam istrinya.

"Seperti ini perlakuanmu pada menantu sendiri?" tanya tuan Dave sambil melipat tangannya.

"Apanya yang salah, memang itu kenyataannya 'kan?" balas Riska.

"Salah! Sangat salah, aku tidak tahu apa yang selama ini kamu perbuat terhadap menantu kita selama aku tidak ada di sini. Bukannya dulu dirimu begitu menyayangi Adelia melebihi Nathan, lalu sekarang? Apa perasaan sayangmu terhadap Adelia luntur atau bahkan hilang begitu saja hanya karena dia belum memberikan keturunan? Harusnya kamu itu jadi penguat dan penyemangat dirinya di saat Adelia terpuruk seperti saat ini, bukannya malah membuatnya semakin banyak beban pikiran," tutur tuan Dave menggebu-gebu.

"Aku mengatakan yang sebenarnya!" kesal Riska karena menurutnya sang suami mendebat dirinya gara-gara Adelia. Riska mengepalkan tangannya hingga buku-buku jari wanita itu memutih.

"Oh, kamu lupa jika dulu dirimu juga butuh usaha untuk mendapatkan Nathan? Apa kamu tidak ingat bagaimana sakit hatinya dirimu saat teman-temanmu mengatakan jika kamu mandul? Lalu saat ini dirimu mengatakan hal yang sama? Apa kamu lupa? Apa perlu aku ingatkan itu? Atau kamu justru ingin membalas dendam pada teman-temanmu melalui Adelia?" Tuan Dave mengatakannya dengan dada naik turun menahan kesal dan juga marah terhadap istrinya, dia tidak ingin jika keributan mereka menganggu orang lain, apalagi saat ini keduanya tenagj berada di depan ruangan Adelia yang mungkin saja wanita itu serta suaminya mendengar semua ucapan yang tengah mereka berdua perdebatkan.

Ucapan tuan Dave seketika membuat bungkam Riska dan membuat wanita baya itu tidak bisa berkutik atau membantah ucapannya, benarkah dia ingin membalas dendam atas luka masa lalunya? Benarkah dia tidak ada bedanya dengan teman-temannya dulu yang mengatakan hal menyakiti perasaannya dulu? Apakah saat ini Adelia juga merasakan sakit yang dulu dirinya rasakan? Banyak pertanyaan yang terlintas di benak Riska setelah mendengar ucapan suaminya.

Tuan Dave yang terkenal ramah, penyayang dan juga sabar bisa membungkam Riska ketika dirinya angkat bicara. Pria baya itu sendiri bisa menangkap situasi yang terjadi antara istri dan menantunya.

Sementara di dalam ruangan Adelia, wanita itu berusaha untuk tidak menangis meskipun jika dirinya berkedip maka air mata yang sejak tadi menggenang pasti jatuh. Dia tidak tahu jika mertuanya juga mengalami hal yang kurang lebih sama dengannya, hanya saja bedanya Adelia justru diberikan support oleh sahabatnya. Sementara Nathan tidak menyangka jika ibunya bisa berbuat sejauh itu, dia juga sedikit terkejut saat tahu jika ayahnya bersikap tegas pada wanita yang sudah melahirkannya. Nathan melirik Adelia yang tengah melemparkan tatapannya keluar jendela.

"Sayang," panggil Nathan lembut sambil mengusap bahu istrinya tapi tidak mampu membuat Adelia menoleh. Bukan karena tidak mendengar panggilan Nathan tapi Adelia memilih untuk menghindar Nathan karena tidak ingin membuat suaminya itu terbebani dengan segala penderitaan yang menghampirinya.

Akhirnya Nathan mengitari ranjang Adelia dan sedikit berjongkok saat sudah berhadapan dengan istrinya. Nathan mengusap air mata Adelia yang sudah siap tumpah dengan ibu jarinya.

"Jangan bersedih, aku mohon! Ada aku di sini yang selalu menemani dirimu. Kamu tidak perlu takut!" ucap Nathan sambil membawa Adelia dalam dekapannya tapi wanita itu tidak membalas pelukan ataupun ucapan Nathan. Adelia hanya diam dan membiarkan kebisuan menguasai ruangan tersebut.

***

Nayla pulang dengan wajah merah membuat sang nenek panik, tentu saja wanita baya itu tidak mau terjadi sesuatu pada cucunya. Dia mendekati Nayla dan memastikan keadaan cucunya.

"Nay, kamu kenapa Sayang?" tanya sang nenek sambil mendaratkan punggung tangannya di kening Nayla. Gadis kecil itu tidak menjawab ucapan neneknya, dia hanya menggelengkan kepalanya.

"Kita ke dokter ya, Sayang!" Sang nenek masih saja takut saat melihat bibir Nayla kini justru bergetar.

Tak ingin Samapi Raffael marah lantas dirinya segera menelpon putranya tersebut dan mengatakan jika Nayla sakit, Raffael yang sudah bersiap memimpin rapat tentu saja langsung melimpahkan pekerjaannya pada sang sekretaris dan langsung pulang. Tak lupa dirinya juga menelepon dokter pribadinya untuk memeriksa keadaan Nayla. Waktu yang biasanya ditempuh dengan waktu berpuluh menit kini justru terasa sangat lama bagi Raffael, apalagi saat mobilnya terjebak lampu merah membuat dirinya mengumpat kasar.

"Sial." Raffael terus saja membunyikan klakson saat lampu lalu lintas sudah berubah warna tapi mobil di depannya belum juga bergerak.

Hampir saja kepala Raffael melongok ke arah luar untuk mengumpati pengendara mobil di depannya sebelum sejurus kemudian pengendara tadi melajukan mobilnya. Raffael turun dan masuk ke dalam ruang setelah membanting pintu mobilnya, jika saja mobil yang dikenakan olehnya merupakan mobil tua tanpa perawatan sudah pasti pintu mobil tersebut copot.

Raffael berlari menuju kamar putrinya yang bersebelahan dengan kamarnya.

"Nayla?" Raffael membuka pintu kamar Nayla dan melihat jika ibunya tengah berusaha mengompres Nayla tapi tubuh gadis kecil itu terus saja bergetar seperti kedinginan.

Raffael mendekati Nayla dengan tatapan sendu, tidak biasanya gadis kecil itu jatuh sakit sebab sejak dulu Nayla termasuk anak yang jarang bahkan tidak pernah sakit. Mendengar kabar jika Nayla sakit tentu saja Raffael sedih. Saat dirinya duduk melantai di sisi ranjang putrinya samar dia mendengar jika Nayla mengigau dan menyebut nama seseorang.

"Bu Adel ...."