Chereads / I'm Not Barren / Chapter 24 - Operasi Adelia

Chapter 24 - Operasi Adelia

Raffael begitu terkejut karena Nayla justru mengigau menyebut nama gurunya, pria itu beradu tatap dengan ibunya yang tengah melongo ke arah dirinya.

"Gurunya itu?" tanya ibunya yang dijawab anggukan kepala oleh Raffael.

Wanita baya tersebut nyaris menangis saat melihat dan mendengar sendiri jika cucunya menginginkan sosok seorang ibu.

"Kamu punya nomor gurunya?" tanya ibunya sambil mengusap air mata yang nyaris jatuh ke pipi.

Raffael menggeleng kecil sebab jangankan nomornya, tahu namanya juga dari Nayla.

"Bu Adel," suara Nayla menginterupsi ayah serta neneknya. Raffael langsung mengusap kening Nayla yang berkeringat, dia tidak tahu harus melakukan apa sementara dokter yang tadi ditelepon olehnya belum juga datang, saat Raffael merogoh ponselnya dia mendapati panggilan dari nomor dokter pribadinya yang mengabarkan jika dokter tersebut tidak bisa datang karena mengalami kecelakaan.

Dengan perasaan tidak menentu akhirnya Raffael menggendong putrinya untuk pergi ke ruamh sakit diikuti oleh sang ibu yang mengekor dibelakangnya.

Raffael melajukan mobilnya dengan kecepatan seperti seorang pembalap, dia tidak mau sesuatu terjadi pada putri satu-satunya. Sepanjang jalan Nayla terus saja mengigau memanggil nama Adelia.

"Sabar ya, Sayang! Sebentar lagi kita sampai," ujar Raffael sambil menengok ke arah belakang di mana Nayla tengah dipeluk oleh ibunya.

Begitu sampai di rumah sakit Nayla langsung dibawa ke ruang pemeriksaan, Raffael dan ibunya menunggu di luar dengan rasa cemas yang menghantui keduanya.

***

Adelia bersiap untuk menjalani operasi, sepanjang lorong menuju ruang operasi dirinya ditemani oleh Nathan yang sama sekali tidak pernah melepaskan genggaman tangannya sekalipun dari dirinya membuat para perawat yang kebanyakan wanita muda tersipu malu, bahkan sebagian dari mereka berbisik memuji sikap manis Nathan terhadap istrinya.

"Ya Tuhan, sisakan satu pria sepeti tuan itu," gumam salah satu perawat sambil menyenggol temannya dengan siku. Sementara temannya hanya memutar matanya karena terlalu malas mendengar ocehan rekannya.

"Mungkin saja stok pria seperti itu memang masih ada bahkan mungkin banyak, tapi masalahnya apakah pria tersebut mau ada dirimu?" sarkas perawat tadi yang lengannya disenggol sambil berlalu meninggalkan temannya yang masih menatap kagum Nathan.

Adelia yang masih bisa mendengarnya hanya tersenyum kecil, bahkan wanita lain saja bisa melihat bagaimana Nathan bersikap padanya. Pantas saja jika suaminya menjadi pujaan setiap wanita tak terkecuali dirinya, Adelia merasa beruntung mendapat suami yang begitu sempurna di matanya membuat wanita itu menyesal telah mengucapkan hal yang Nathan benci dengan meminta pria itu menikah lagi, terlebih wanitanya adalah Marissa. Ada rasa takut di dalam diri Adelia saat meminta hal tersebut, sejujurnya saat tadi dirinya berkata demikian hatinya juga merasakan sakit dan terluka meskipun tidak berdarah.

'Kamu bodoh Adelia! Orang lain berusaha dengan susah payah untuk mendapatkan pria sesempurna Nathan, tapi dirimu telah mendorongnya untuk pergi karena merasa rendah diri dengan kekurangan dirimu yang saat ini mengidap miom," batin Adelia.

Saat sampai di depan pintu operasi Nathan masih belum bisa melepaskan genggaman tangannya dari Adelia hingga membuat para petugas harus menghentikan langkahnya, dokter Nina bahkan sampai harus memberikan penjelasan pada Nathan jika operasi ini hanyalah operasi kecil.

"Aku ingin ikut menemaninya," ujar Nathan.

"Mas ...." Adelia mengenggam tangan Nathan dan menatapnya.

"Aku pasti baik-baik saja, aku juga ingin minta maaf tentang perkataan ku tadi," ucap Adelia yang mana membuat Nathan langsung membungkan bibir istrinya.

"Aku mengerti," timpal Nathan tidak ingin jika istrinya banyak beban pikiran.

Akhirnya setelah beberapa bujukan Adelia Nathan mengalah dan membiarkan istrinya masuk, dengan perasaan cemas dan tidak tenang Nathan menunggu jalannya operasi Adelia di luar ruangan. Sementara di dalam Adelia hanya dibius setengah badan, dalam hati Adelia tidak berhenti berdoa suaoaua operasi kali ini lancar dan dirinya segera pulih. Sebab satu-satunya orang yang ada dalam pikirannya kali ini adalah tuan Dave mertuanya. Dia ingin segera mewujudkan apa yang menjadi bahan konflik yang terjadi antara dirinya dan juga Riska sang ibu mertua.

Di luar Nathan terus saja berdiri dan mondar mandir sambil berkacak pinggang, dirinya benar-benar takut dan tidak bisa tenang, saat tengah tenggelam dalam segala pemikirannya Romi datang sambil membawa beberapa dokumen yang sudah pasti penting hingga pria itu membawanya ke rumah sakit. Nathan tidak menyadari kedatangan Romi, dirinya duduk dengan kepala menunduk.

"Tuan." Romi menepuk pelan bahu boss-nya tersebut hingga nyaris saja Nathan melompat jika saja Romi tidak menahannya.

"Sial, mengagetkan aku saja," keluh Nathan sambil mengusap dadanya untuk menormalkan kembali kinerja jantungnya.

"Maaf," sesal Romi karena tidak menyangka jika Nathan benar-benar tenggelam dalam lamunannya.

"Ada apa, Rom?" tanya Nathan setelah Romi duduk di sampingnya. Pria itupun menyodorkan salah satu map berwarna merah.

"Apa ini?" Nathan mengangkat map tersebut sebelum membukanya.

Romi hanya mengangguk mengisyaratkan supaya Nathan membuka dan membaca map yang diberikan olehnya. Meski dengan perasaan kacau Nathan membuka map dari Romi dan membaca setiap baris informasi yang ada di sana, matanya seketika membulat sempurna saat iris matanya membaca satu nama yang paling dirinya tidak sukai.

Marissa, ya! Nama wanita itu ada di dalam informasi yang diberikan oleh Romi, benar sepeti dugaannya jika dibalik foto hoax dirinya yang tidak senonoh memang ulah dari wanita itu. Nathan membanting map tersebut hingga jatuh di lantai.

"Kapan kamu mendapatkan informasi ini, Rom?" tanya Nathan sambil menginjak kertas yang sengaja dirinya lempar tadi.

"Saya mendapatkan informasi ini semalam, rencananya tadi pagi saya ingin memberitahu masalah ini tapi anda sudah menelepon dan mengatakan tidak masuk kantor. Jadi saya membawanya dengan dokumen lain yang butuh tanda tangan anda, Tuan," papar Romi.

"Kurang ajar!" Nathan mengepalkan tangannya hingga buku jarinya memutih menahan kesal terhadap Marissa.

"Chika si pemilik restoran dan Marissa berteman dekat. Saat menggunakan nomor yang dipakai mengirimkan foto hoax anda Marissa memang tengah berada di restoran Chika dan mendaftarkan nomor tersebut menggunakan identitas Chika tanpa diketahui." Romi menjelaskan semua info yang dirinya ketahui, selama beberapa hari ini dirinya mencari informasi baik dari pegawai Chika ataupun membuntuti gerak gerik mencurigakan gadis itu.

Nathan hanya mengangguk kecil sebagai tanggapan atas informasi yang diberikan oleh asisten sekaligus sekretarisnya tersebut. Selain itu mereka juga berteman membuat Nathan merasa bersyukur memiliki orang seperti Romi di sampingnya yang membantu semua pekerjaannya.

"Baiklah, jika soal Adelia sudah selesai maka aku sendiri yang akan mendatangi Marissa dan memberikannya peringatan. Tidak peduli meskipun dia perempuan tapi sekali mengusik ketenangan Adelia maka siapapun itu harus siap berhadapan denganku!" ujar Nathan dengan sorot mata yang tidak bisa diartikan oleh Romi.