Chereads / I'm Not Barren / Chapter 14 - shock

Chapter 14 - shock

Adelia kembali memungut ponselnya dan menatap foto yang terpampang di dalam ponselnya tanpa berkedip, dia mencoba untuk mengamati jika foto tersebut hanyalah sebuah editan. Tapi fakta akan suaminya yang belum pulang membuat asumsinya sedikit goyah. Haruskah kepercayaannya hilang hanya karena sebuah foto yang belum tentu kebenarannya? Akankah semua yang sudah Adelia lewati bersama Nathan hancur, padahal hubungan keduanya tengah berada dalam kedamaian? Adelia menggeleng kuat sambil berusaha menahan sesak yang dia rasakan, dirinya tidak tahu apa yang harus dia lakukan jika sampai foto tersebut benar adanya.

Hingga suara pintu terbuka tidak mampu membuat Adelia sadar jika Nathan sudah pulang, pria itu heran melihat istrinya yang tengah duduk di lantai sambil menggelengkan kepalanya dan sesekali mengusap air mata.

"Adel, Sayang," seloroh Nathan sambil berusaha membawa kembali kesadaran istrinya.

Adelia tersentak saat merasakan sentuhan Nathan, dia bisa melihat raut khawatir di mata suaminya. Melihat jika Nathan sudah ada di depannya membuat Adelia bingung sekaligus bahagia. Dirinya menunduk dengan tubuh bergetar menahan tangis, Nathan yang merasa heran karena istrinya tidak mengatakan apapun dan justru menangis hanya mampu memeluk Adelia dan memberikan rasa tenang untuk wanita itu.

Ting!

Kembali terdengar notifikasi di ponsel Adelia, wanita itu lantas membukanya dengan tangan gemetar dan semua itu tidak luput dari perhatian Nathan. Pria itu lantas merebut ponsel istrinya dan membaca pesan yang masuk, saat melihat dan membaca pesan tersebut membuat darah Nathan mendidih. Dia lantas melemparkan ponsel Adelia hingga hancur sebagai luapan amarahnya dan mengusap tubuh bergetar istrinya.

Adelia sempat membaca pesan masuk yang dia terima sebelum ponselnya direbut oleh Nathan.

'Bagaimana jika editan ini jadi kenyataan?' Isi pesan tersebut setidaknya membuat ketakutan Adelia hilang meskipun tidak dipungkiri jika dia sempat merasakan takut.

"Semua itu tidak benar," ujar Nathan sambil membawa Adelia berdiri.

Setelah duduk dan menghabiskan minum yang diberikan Nathan, Adelia sedikit lebih tenang meskipun air matanya sesekali menetes, Nathan mengecup kedua kelopak mata istrinya.

"Percayalah, aku tidak mungkin melakukan hal seperti itu!" pungkas Nathan lembut sambil membelai pipi Adelia.

Wanita itu mengangguk kecil memegang tangan Nathan yang masih setia bertengger manis di pipinya.

"Aku takut," jawab Adelia dengan suara parau.

"Tidak usah takut, maaf karena tadi ponselku memang kehabisan daya." Nathan menyerahkan ponselnya yang memang mati.

"Lagipula aku terlambat pulang karena ada meeting mendadak, dan saat aku ingin menghubungimu ponselku justru mati. Jika tidak percaya tanyakan saja pada Romi," ucap Nathan menantang Adelia.

"Aku percaya," sahut Adelia singkat.

Adelia kembali menghangatkan masakannya dan tetap melanjutkan acara makan malamnya bersama dengan Nathan, bisa dia lihat jika suaminya begitu lahap saat menyantap hasil masakannya. Nathan baru menyadari jika jari Adelia terluka membuat pria itu menghentikan makannya.

"Kenapa ini?" tanya Nathan sambil memegang jari Adelia yang terbungkus plaster.

"Ini ... tadi, aku ...." Adelia tergagap menjawab pertanyaan Nathan.

"Melamun? Termakan kebohongan tadi?" tanya Nathan mengusap jari Adelia.

Adelia menggeleng kecil karena memang dirinya terluka bukan karena pesan tadi melainkan karena memikirkan ucapan mertuanya.

"Lalu?" Nathan masih menuntut jawaban dari istrinya.

"Tadi mama kesini dan mengatakan jika makan siangnya denganmu batal. Padahal tadi Marissa sudah menjemputmu," ujar Adelia pada akhirnya.

Nathan mendengus kasar saat mendengar Adelia mengatakan hal tersebut, dia tidak habis pikir akan apa yang ibunya inginkan. Wanita baya itu seolah ingin menghancurkan kebahagiaan putranya sendiri dengan menciptakan percikan api dalam rumah tangga Nathan sementara Riska sendiri tahu jika Nathan begitu mencintai Adelia begitupun sebaliknya.

"Wanita badut tadi memang datang dan mengatakan jika mama mengajakku makan siang, tapi aku tidak akan pernah mau ikut sekalipun itu ajakan mama tanpa adanya dirimu sebab aku tidak mau ada kesalahpahaman diantara kita. Bahkan efek pesan tadi saja membuatmu sampai seperti tadi, lalu bagaimana bisa aku mengiyakan ajakan mama untuk makan bersamanya dan juga wanita badut itu?" tanya Nathan di akhir kalimatnya. Dia menegaskan jika dirinya tidak menyukai kehadiran Marissa yang terkesan sengaja ingin emnjadi duri dalam daging.

"Aku tidak pernah menghasut dirimu, 'kan?"

"Tentu saja tidak! Aku melakukan itu karena ingin menjaga kepercayaan istriku," jawab Nathan tegas diiringi senyum teduh miliknya yang menular pada Adelia.

***

Sementara di kediaman Raffael, terlihat putri kecilnya tengah melamun sambil mengayunkan kakinya di ayunan yang ada di taman belakang rumah sambil memeluk boneka miliknya.

Raffael mendekati Nayla yang tengah menatap bintang tanpa menyadari kehadiran ayahnya.

"Kenapa princess?" tanya Raffael kini duduk di sebelah Nayla sebab kebetulan ayunan yang ada di sana bukan hanya satu.

Nayla menoleh ke arah Raffael tanpa menjawab pertanyaan sang ayah, gadis kecil itu justru kembali menatap langit malam.

"Nayla kenapa? Sejak tadi ayah perhatikan dirimu terus saja murung," uajr Raffael kini beralih berjongkok di hadapan Nayla dan membenarkan anak rambut gadis itu yang terlihat sedikit keluar dari ikatannya.

"Bu Adel," lirih Nayla.

"Kenpa dengan bu Adel?" tanya Raffael yang kini menatap lekat putrinya.

Nayla menggeleng kecil enggan menjawab pertanyaan ayahnya.

"Lalu apa yang membuat Nayla sedih?" tanya Raffael mencoba mengerti kesedihan yang tengah dirasakan oleh putrinya. Dia tahu jika Nayla sangat berharap dirinya dan Adelia bisa bersatu, tapi itu semua tidak mungkin karena Adelia sudah menikah.

"Baiklah, jika Nayla tidak ingin bercerita, sebaiknya kita masuk! Di sini dingin dan juga banyak nyamuk." Raffael mengulurkan tangannya yang langsung disambut Nayla dengan lesu.

Pria itu menggendong Nayla yang kini merebahkan kepalanya di pundak sang ayah, Raffael mengusap kepala Nayla yang ternyata hampir tertidur di pundaknya. Raffael menidurkan Nayla dengan hati-hati karena tidak ingin jika tidur putrinya terganggu, Raffael menemani Nayla hingga putrinya itu benar-benar terlelap. Nayla yang awalnya memeluk erat Raffael perlahan melepaskan pelukannya saat dirinya sudah semakin lelap.

Dengan hati-hati Raffael beranjak dari ranjang putrinya, dia membenarkan selimut Nayla dan mengecup kening putrinya.

"Mimpi indah princess!" bisiknya di telinga Nayla.

Raffael lantas mematikan lampu kamar Nayla dan menuju kamarnya sendiri, dia merebahkan tubuhnya yang terasa kaku akibat beraktivitas seharian. Pria itu menghela napas panjang sambil memejamkan mata, kilasan kejadian beberapa tahun lalu melintas di benak pria itu hingga memaksa Raffael membuka matanya yang baru saja terpejam.

Dirinya lantas duduk di ranjang besar miliknya sambil mengacak rambut dan juga menendang selimut, kejadian yang membuatnya marah dan merasa bodoh sebagai seorang pria dan juga suami.

"Sial, kenapa harus melintas di pikiranku sementara aku tidak mengingatnya sama sekali!" Raffael mendengus kesal dengan ingatannya barusan.