Chereads / I'm Not Barren / Chapter 20 - Ketakutan Nathan

Chapter 20 - Ketakutan Nathan

Adelia bersikap seolah tidak mendengar apa-apa, dia membawa beberapa kue kering dan juga minuman hangat untuk mertua dan suaminya. Adelia duduk di samping Nathan yang menghadap Riska, kini mereka semua sama-sama bungkam. Obrolan Nathan dan ibunya terhenti saat Adelia datang, bukan sengaja memotong pembicaraan tapi baik Nathan ataupun Riska sama-sama tidak memiliki hal lain yang harus mereka perdebatkan.

Riska dibuat diam dengan ucapan Nathan, wanita baya itu seolah meresapi dan memikirkan kata-kata Nathan tapi saat Adelia datang tatapan Riska berubah seketika.

"Dimakan, Ma!" Adelia menyodorkan kue kering dan minuman hangat yang dibawanya tadi untuk Riska. Mertuanya itu berdiri saat Adelia baru saja selesai bicara.

"Jika maksudmu meminta Mama datang kemari hanya untuk menuduh Mama sebaiknya mama pulang, lagipula Mama tidak berminat melakukan hal seperti itu, mama sudah memintanya secara terang-terangan padamu bukan dengan cara seperti itu!" ujar Riska sambil berlalu meninggalkan anak dan menantunya tanpa menoleh lagi, bahkan hidangan yang ditawarkan oleh Adelia pun tidak diliriknya sama sekali.

Nathan mengusap bahu istrinya yang terlihat sedih saat kini sikap Riska benar-benar berubah terhadap Adelia, bukan hanya istrinya ... Nathan sendiri juga merasakan hal yang sama tapi dia terlalu dilema dalam menentukan sikap. Meskipun Nathan berusaha tegas terhadap Riska dirinya juga takut melewati batas dan malah membuat ibunya sakit hati. Dalam situasi seperti ini Nathan benar-benar tidak bisa memilih.

"Maafkan sikap Mama! Pasti dirimu begitu sedih sekarang saat sikap mama berubah drastis terhadapmu. Aku juga tidak bisa menhan sikap mama yang selalu berbicara tentang hal yang pasti membuatmu terluka dan sakit hati." Nathan mengusap lembut pucuk kepala istrinya yang kini ada dalam dekapannya. Bisa Nathan rasakan jika Adelia meresponnya dengan anggukan lemah.

"Aku mengerti keinginan mama, bukan hanya mama yang menginginkan hal itu tapi aku juga. Bahkan aku yakin jika sebenarnya dalam hatimu juga menginginkan hal yang sama 'kan, Mas? Hanya saja dirimu lebih memilih untuk tidak mengutarakannya demi menjaga perasaanku," ucap Adelia lirih.

Nathan diam tanpa berniat menimpali ucapan istrinya, memang benar apa yang dipikirkan Adelia tapi semua itu Nathan lakukan demi kebaikan bersama. Tidak ingin jika istrinya berpikiran macam-macam Nathan mengajak Adelia untuk tidur dan melupakan semua hal yang membuat hatinya terluka. Pria itu tidak sekalipun melepaskan pelukannya dari Adelia sampai istrinya tertidur dengan lelap.

"Maaf karena belum bisa menjadi suami yang baik untukmu," bisik Nathan di telinga Adelia lalu mengecup lama kening istrinya sebelum menyusul istrinya ke alam mimpi.

***

Nathan berteriak memanggil Adelia saat istrinya itu belum juga keluar untuk sarapan, padahal sudah lama dirinya di kamar dan saat ini Adelia sudah hampir terlambat untuk datang ke sekolah. Sedikit cemas karena tidak biasanya Adelia seperti ini Nathan lantas berlari ke kamarnya karena tidak ada tanda-tanda Adelia akan keluar apalagi turun untuk sarapan.

"Adel!" teriak Nathan saat membuka pintu dengan kasar dan bertepatan dengan keluarnya Adelia dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat begitu pucat.

"Adel, Sayang." Nathan menghampiri Adelia yang berjalan sempoyongan dengan tangan memegangi bagian perutnya. Bisa Nathan lihat jika keringat membasahi wajah istrinya, dengan sigap pria itu meraih Adelia sebelum istrinya tumbang.

"Mas," lirih Adelia terdengar begitu lemah di indra pendengaran Nathan, dia begitu takut memikirkan terjadi sesuatu yang buruk pada istrinya.

"Sssttt, jangan bicara dulu! Kita ke rumah sakit sekarang," jawab Nathan sambil menggendong Adelia. Tanpa sadar Nathan berlari sambil menangis melihat kondisi Adelia yang belum pernah dirinya lihat selemah itu. Nathan bahkan tidak peduli jika dirinya berlari menuruni tangga demi segera mencapai mobilnya, dia bahkan mengabaikan tatapan heran asisten rumah tangganya.

Nathan mendudukkan Adelia dengan mencari posisi yang menurutnya nyaman bagi sang istri, dengan langkah tergesa dirinya mengitari mobil dan mulai menjalankan mobilnya. Nathan menekan klaksonnya kuat saat jalannya terhambat oleh laju mobil lain.

"Sabar ya! Sebentar lagi kita sampai." Nathan menggenggam sebelah tangan Adelia yang kini terasa dingin di tangannya.

"Mas," ucap Adelia melirik Nathan yang tengah menatapnya cemas.

"Turuti permintaan mama jika sesuatu terjadi padaku," ucap Adelia terdengar seperti bisikan. Nathan yang mendengarnya dengan jelas menggelengkan kepalanya secara brutal menolak permintaan sang istri.

"Tidak!" tegasnya dengan wajah yang kini sudah basah dengan air mata. Saat jalanan kembali lancar Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi seolah tengah kesetanan.

Nathan berteriak saat dirinya sampai di rumah sakit sambil menggendong Adelia yang kini sudah tidak sadarkan diri.

Pria itu terus saja mondar mandir menunggu kabar istrinya, dia tidak bisa duduk tenang sebelum mendengar penjelasan dokter yang memeriksa keadaan istrinya.

Cukup lama bagi Nathan menunggu pintu ruangan didepannya terbuka, dia sudah menangis dalam diam dan berdoa sejak istrinya diperiksa. Nathan benar-benar takut terjadi sesuatu pada Adelia, dia belum siap untuk kehilangan istrinya. Pria itu berdiri saat melihat pintu terbuka dan dokter keluar dari dalam.

"Bagaimana kondisi istri saya, Dokter?" tanya Nathan tidak sabar.

"Bisa bicara di ruangan saya?" Dokter tersebut justru balik bertanya pada Nathan yang langsung mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengikuti langkah dokter tersebut ke ruangannya.

Nathan duduk gelisah menanti penjelasan tentang apa yang terjadi pada istrinya.

"Jadi bagaimana, Dok?"

"Untuk saat ini keadaan nona Adelia baik-baik saja, nanti setelah beliau sadar saya akan memeriksanya lebih lanjut. Saya hanya ingin memastikan sesuatu yang saya pikirkan tentang keadaan nona yang sebenarnya."

"Tapi tadi dia begitu pucat dan juga memegangi perutnya, terlihat sekali jika Adelia tampak kesakitan," ujar Nathan masih dengan rasa cemasnya.

"Untuk itulah perlu pemeriksaan lanjutan, jika tebakan saya benar maka nona Adelia harus di periksa oleh dokter spesialis kandungan," sahut dokter tersebut berusaha tenang. Saat memeriksa keadaan Adelia dirinya belum bisa memastikan apa yang terjadi sebab dirinya hanyalah dokter jaga yang sebentar lagi berganti jam tugas. Lagipula saat ini terlalu pagi untuk para dokter datang bertugas.

Setelah mendengarkan penjelasan dokter yang menurut Nathan sama sekali tidak membuat ketakutannya hilang Nathan lantas pergi dari sana dan menghubungi rekan dokternya yang kebetulan praktek di rumah sakit tempat istrinya diperiksa saat ini. Setelah memastikan jika dokter yang dia butuhkan akan segera datang Nathan lantas mengunjungi Adelia yang belum sadarkan diri, istrinya itu sudah di pindahkan ke ruang rawat.

Nathan duduk di tepi ranjang dan mengenggam erat tangan Adelia yang terasa dingin.

"Aku mohon, jangan sampai terjadi sesuatu yang buruk padamu. Sudah cukup selama beberapa waktu kebelakang dirimu mendapatkan kesakitan dari mama meskipun bukan dalam bentuk kekerasan, aku tidka bisa membayangkan bagaimana aku menjalani hidup tanpa dirimu," gumam Nathan sambil mencium punggung tangan Adelia.

Jari tangan yang digenggam Nathan perlahan bergerak membuatnya segera menghapus air matanya karena tidak ingin jika Adelia berpikir macam-macam saat melihatnya menangis.