Chereads / I'm Not Barren / Chapter 15 - si pengirim pesan

Chapter 15 - si pengirim pesan

Adelia tidur dalam dekapan hangat suaminya, Nathan masih belum bisa memejamkan matanya apalagi saat dada telanjangnya terasa basah oleh air mata Adelia meskipun tadi dia sudah berbicara dan meyakinkan Adelia jika foto yang diterima Adelia adalah rekayasa. Adelia percaya apalagi saat Nathan menghubungi Romi dan meminta Romi untuk mengatakan yang sebenarnya jika dia ada meeting mendadak.

Dadanya terasa panas menahan gemuruh amarah yang belum tersalurkan, bagaimana Nathan tidak murka saat melihat pesan yang masuk ke ponsel istrinya dan mendapati foto dirinya yang terlihat tidak pantas dengan seorang wanita yang sama sekali tidak diketahui oleh Nathan apalagi Adelia.

Pria itu lantas meminta Romi melacak nomor yang mengirim pesan pada Adelia dan langsung menerima pernyataan dari Romi jika nomor tersebut hanya nomor sekali pakai dan tidak terdaftar dengan benar.

Meskipun Nathan mencurigai ibunya sendiri atau bahkan mungkin Marissa, tapi pria itu tidak bisa menuduh keduanya tanpa bukti yang kuat. Nathan tidak habis pikir jika itu semua perbuatan ibunya.

Pria itu sedikit terusik saat merasakan Adelia yang mengendus di pundaknya seolah mencari tempat nyaman dalam tidurnya, Nathan lantas mengusap dan mengecup puncak kepala istrinya.

"Maafkan aku belum bisa menjadi suami yang baik untukmu," gumam Nathan sambil memeluk istrinya semakin erat.

"Nathan." Adelia mengigau dan membalas pelukan suaminya.

"Tidurlah, aku di sini bersamamu." Nathan menarik selimut untuk menutupi tubuh keduanya. Berusaha untuk memejamkan mata meskipun belum ada rasa kantuk menyerang. Pikirannya jauh berkelana akan masa depan rumah tangganya dengan Adelia. Lelah dengan pikirannya sendiri Nathan terlelap tanpa melepaskan pelukannya dari Adelia.

***

Adelia masih terlelap dalam pelukan suaminya yang selalu mampu membuatnya tenang.

"Morning," sapa suara lembut yang terdengar tepat di telinga Adelia. Wanita itu mendongak sambil memberikan senyuman manisnya pada Nathan.

"Morning," jawab Adelia bukannya bangun tapi justru semakin merapatkan tubuhnya.

Nathan mencium kening istrinya, tapi terus turun ke kelopak mata, pipi, hidung, dagu lalu kembali naik mengecup bibir Adelia lama. Istrinya juga terlihat menerima permainan Nathan dengan mengalungkan tangannya di leher sang suami. Mereka melewati pagi ini dengan percintaan kilat karena keduanya sama-sama harus bekerja.

Selesai membersihkan diri Adelia dan Nathan makan berdua tanpa suara, Nathan bisa melihat jika Adelia masih memikirkan perkara foto kemarin meskipun baik dia dan juga Adelia meyakini jika foto tersebut memang palsu. Tapi melihat raut wajah istrinya yang melamun saat makan membuat Nathan menghampiri Adelia.

"Kenapa, hmm?" Nathan mengusap pucuk kepala istrinya.

Adelia hanya menjawab pertanyaan suaminya dengan tersenyum.

"Jangan dipikirkan lagi soal kemarin! Nanti malah bisa membuatmu sakit dan stress," ujar Nathan.

"Aku berusaha melupakannya, tapi entah kenapa semakin aku ingin melupakannya bayangan akan foto itu menjadi nyata semakin membuatku takut," jawab Adelia jujur. Dia tidak bisa membohongi dirinya jika dia merasa resah akan pesan foto yang diterimanya, semua kemungkinan bisa saja terjadi dan Adelia tidak bisa membayangkan hal itu.

"Itu tidak akan terjadi, tidak akan pernah!" tegas Nathan sambil menahan kemarahannya. Melihat Adelia yang terbebani pikirannya membuat Nathan geram pada orang yang sudah dengan sengaja mengirimkan foto palsu tersebut.

"Sekarang kita berangkat, bebaskan pikiranmu dan jangan memikirkan sesuatu yang tidak mungkin aku lakukan, mengerti!"

Adelia mengangguk patuh pada suaminya, dia mengikuti langkah kaki Nathan menuju mobil Porsche hitam metalik miliknya.

Setelah mengantar Adelia ke sekolah kini Nathan tengah berkutat dengan lembaran kertas yang membuat kepalanya terasa penuh, belum lagi pikirannya yang tidak bisa lepas begitu saja saat melihat raut wajah mendung Adelia. Nathan menghempaskan dokumen yang sejak tadi dirinya pelajari dengan kasar dan beranjak dari kursi kebersarannya.

"Romi," panggil Nathan pada asisten sekaligus sekretarisnya itu.

Romi lantas berdiri dan menghampiri Nathan.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Romi sambil membungkuk kecil ke arah Nathan.

Nathan mengajak Romi untuk bicara di ruangannya karena ingin menyelidiki lebih lanjut orang yang mengirim pesan pada istrinya, karena meskipun nomor tersebut sekali pakai tapi Nathan masih bisa melacak di mana terakhir kali nomor tersebut di gunakan. Romi bukan hanya sebagai asisten dan juga sekretaris bagi Nathan, pemuda itu juga teman Nathan sejak sekolah menengah atas.

"Apa sudah bisa dideteksi di mana lokasi terakhir nomor kemarin digunakan?" tanya Nathan.

Romi mengangguk samar, dia sudah mendapatkan siapa pemilik nomor sekali pakai itu sekaligus lokasinya.

Dia menyerahkan data yang di dapatnya semalam pada Nathan.

"Baca saja! Di sana terinci secara jelas di mana dan siapa orang yang sudah mengirimkan pesan foto tersebut pada nyonya Adel."

Nathan membacanya sekilas dan langsung berdiri, dia meninggalkan pekerjaannya demi menyelesaikan hal yang membuat istrinya murung.

"Ikut aku!" ucap Nathan.

"Tapi ...."

"Ini jauh lebih penting daripada pekerjaan, lagipula masa depanku bersama dengan Adelia. Jika hal ini bisa merusak hubunganku dengan Adelia maka sudah pasti aku harus segera menyelesaikannya tanpa ada satupun yang tersisa," ujar Nathan yang tidak bisa dibantah. Akhirnya Romi mengikuti kemana tujuan boss-nya yang tidak lain menuju ke tempat di mana Romi menemukan lokasi nomor pengirim pesan foto terhadap Adelia.

Nathan mengemudi sendiri bahkan Rini hanya bisa diam saat tawarannya untuk menyetir ditolak oleh Nathan, pria itu membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi membuat Romi berdoa dalam hati karena takut celaka.

'Ya tuhan, tuan Nathan benar-benar mengerikan saat tengah marah seperti ini. Semoga kami berdua selamat, aku belum menikah,' batin Romi sambil memejamkan matanya.

Ckiiittt

Nathan menginjak rem-nya hingga menimbulkan bunyi decitan dan meninggalkan jejak ban di sana, pria itu turun dengan mata yang terus memindai tempat tersebut. Dia terus berjalan tanpa memperdulikan sapaan ramah orang-orang yang ada di sana.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu, Tuan?" sapa ramah salah satu pelayan restoran tersebut.

"Aku ingin bertemu Chika!" ujar Nathan.

"Tapi nona Chika belum datang Tuan, mungkin sebentar lagi beliau sampai," jawab pelayan tadi masih mempertahankan wajah ramahnya meskipun Nathan berucap ketus. Selain karena Nathan adalah tamu restoran wajah tampan pria itu juga membuatnya seolah memaafkan sikap ketus Nathan.

Nathan tidak banyak bicara, dia lantas duduk dan mengajak Romi dengan santai menunggu kedatangan Chika di sana.

"Jika nanti nona Chika datang katakan padanya jika tuanku menunggunya," ucap Romi pada pelayan tadi sebelum wanita itu berlalu meninggalkan Nathan dan Romi karena diusir secara halus oleh Nathan.

"Kau pernah tahu atau bertemu dengan orang bernama Chika ini, Rom?"

"Belum pernah Tuan, mungkin dia adalah salah satu kenalan anda atau nyonya Adel," jawab Romi.

Semalam Romi kembali mencari nomor yang dipakai mengirimkan pesan pada Adelia, meskipun nomor itu sekali pakai tapi berkat ketekunan Romi yang mampu mengulik siapa orang yang mendaftarkan nomor tersebut, bahkan dia dengan mudahnya mendapatkan lokasi terakhir kartu tersebut digunakan setelah tahu siapa nama orang yang terdaftar untuk kartu sekali pakai kemarin. Padahal sebelumnya dia yakin jika nomor tersebut tidak terdaftar dengan benar, tapi Romi tidak menyerah begitu saja dan setelah dirinya kembali melacaknya Romi mendapatkan apa yang diinginkan Nathan.