Chika mondar mandir karena nomor yang coba dirinya hubungi justru tidak aktif dan itu membuatnya mendengus sebal, jika saja tahu dirinya akan terseret pada permasalahan seperti ini tentu saja Chika tidak mau, apalagi saat tadi dirinya menatap Nathan yang terlihat begitu menyeramkan baginya. Sebenarnya tadi Chika berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja karena tidak mau jika sampai Nathan berbuat sesuatu padanya. Gadis itu tidak bisa duduk diam begitu saja hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengunjungi orang yang sudah memakai identitas dirinya saat mendaftarkan kartu dengan menggunakan namanya.
"Saya pergi dulu, jika ada yang mencariku bilang saja jika aku sibuk!" ucap Chika pada pegawainya yang tadi menyambut Nathan. Wanita itu mengangguk sopan pada Chika yang kini berlalu dengan sedikit tergesa-gesa.
"Sialan, jadi aku yang kena getahnya." Chika memukul stir mobil sebagai pelampiasannya. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi karena ingin cepat sampai di tempat tujuannya. Saat tengah menginjak pedal gas Chika di buat kaget oleh dua orang yang menyebrang membuatnya berusaha membanting setir untuk mengindari kecelakaan, beruntung bagi ketiganya kecelakaan mengerikan bisa dihindari meskipun mobil Chika sempat menyerempet salah satu dari dua ornag yang menyebrang tersebut.
"Apalagi ini? Kenapa hari ini aku terus saja sial?" Chika berdecak kesal, dia turun untuk memastikan keadaan orang tadi karena dirinya tidak ingin menjadi bulan-bulanan warga sebab saat ini banyak orang yang berlalu lalang di sana. Sudah pasti jika dirinya kabur maka itu akan membuat masalah semakin rumit.
"Ya Tuhan, Adel, kamu tidak apa-apa?" tanya Lisa yang lebih cepat menghindari mobil Chika sementara Adelia harus jatuh saat berusaha menghindar.
"Ya, aku rasa ini bukan masalah besar," sahutnya sambil mengusap lukanya dengan tissue.
Chika menghampiri korbannya yang ternyata Adelia dan Lisa yang hendak menyebrang.
"Maafkan saya Nona," ujar Chika sambil menatap luka Adelia. Dirinya merogoh tas kecil yang dibawanya dan menyerahkan beberapa lembar uang pada Adelia.
"Saya sedang buru-buru, jadi bisakah anda pergi ke rumah sakit? Tolong antar nona ini, Nona!" Chika menatap Lisa yang kini mengamatinya dengan lekat seolah tengah menghafal wajah yang sudah membuatnya hampir celaka.
"Tidak perlu Nona, saya baik-baik saja," sahut Adelia menolak uang pemberian Chika. Lisa merebut uang tersebut dan melemparkannya tepat di wajah Chika yang kini berbuah merah menahan kemarahannya.
"Ambil uang itu! Dirimu pikir dengan uang semua masalah bisa selesai? Lagipula suami temanku bisa membayar biaya rumah sakit istrinya, jangankan untuk pengobatan luka kecil seperti ini, rumah sakitnya sekalipun bisa dirinya beli saat itu juga," ujar Lisa yang membantu Adelia berdiri.
Chika yang tidak terima perbuatan Lisa lantas menghadang langkah kaki wanita itu.
"Apa maksudmu? Aku sudah berusaha bersikap baik dan bertanggung jawab atas perbuatanku, meminta maaf dan memberikan biaya pengobatan untuk temanmu tapi dirimu justru menghinaku."
Adelia menatap Lisa dan Chika bergantian, dirinya tidak ingin jika kedua wanita itu berkelahi hingga akhirnya Adelia membawa Lisa menjauh dari Chika dengan kaki sedikit pincang, dia tidak mau memperpanjang masalah dengan orang yang terlihat tempramen seperti Chika.
"Apa sih, Del? Dia itu kurang ajar, tanggung jawab masa hanya seperti itu?" keluh Lisa yang kini sudah menjauh dari lokasinya tadi karena terpaksa mengikuti langkah kaki Adelia.
"Sudahlah, tidak perlu di besar-besarkan. Lagipula aku tidak apa-apa dan hanya sedikit lecet, wanita tadi juga sudah minta maaf." Adelia mengusap bahu Lisa supaya wanita itu tenang dan tidak terbawa emosi. Adelia tahu bagaimana Lisa yang begitu menyayangi dirinya layaknya keluarga sendiri.
Sementara Chika mendengus kesal saat Lisa menghinanya, dia berniat untuk bertanggung jawab tapi niatnya justru disalah artikan oleh Lisa. Chika lantas pergi dari sana tanpa mau peduli lagi keadaan Adelia karena dirinya melihat jika wanita itu baik-baik saja. Chika segera melajukan mobilnya ke tempat tujuan awalnya di mana dirinya bisa menemui orang yang dicarinya.
Saat samapi di depan salon mewah Chika turun dan berjalan masuk mengabaikan sapaan ramah pegawai salon yang sudah mengenalnya, dia terus berjalan menuju ruangan yang sudah dirinya hafal.
"Marissa!" teriak Chika terdengar menggema di ruangan bernuansa hijau tersebut. Cat yang dipilih membuat kesan segar dan bisa membuat pemiliknya merasakan rileks. Marissa lantas mendongak dan menghampiri Chika yang terlihat marah.
"Ada apa, Chi?"
Chika menepis tangan Marissa yang berusaha meraihnya membuat wanita itu terkejut.
"Apa maksudmu mendaftarkan kartu dengan identitasku? Bahkan mengirimkan pesan pada orang yang tadi menghampiri aku di restoran, dia marah-marah dan mengancam ku." Chika mendelik kesal pada Marissa yang justru terlihat santai seolah tanpa beban.
"Nathan mendatangimu?" tanya Marissa sambil menghela napas panjang dan menyodorkan minuman kaleng pada Chika, meski kesal wanita itu tetap menyambar minuman tersebut dan meneguknya dengan kasar.
"Jadi namanya Nathan?" tanya Chika tanpa menatap Marissa. Wanita itu mengangguk samar dan kembali menegeuk minumannya dengan gerakan acuh.
"Ya, dia adalah Nathan Mahendra," sahut Marissa yang kini berbalik menatap Chika lalu berjalan ke arah jendela dan melemparkan tatapannya pada jalanan yang terlihat lengang, beberapa mobil berjejer di parkiran salon yang kini dirinya kelola.
Mendengar nama tersebut Chika sontak saja membulatkan matanya, bagaimana tidak? Sementara nama Nathan sendiri begitu terkenal di kalangan para pebisnis muda dan sukses.
"Apa yang kamu lakukan padanya? Dia mengamuk di restoranku!"
"Dia mengamuk perihal apa?" Marissa justru balik bertanya, sebab baginya cepat atau lambat Nathan pasti tahu di mana lokasi pengirim pesan tersebut. Dirinya tidak kaget apalagi heran kenapa Nathan bisa begitu cepat tanggap menghadapi hal seperti itu karena Nathan memiliki Romi yang begitu bisa diandalkan dalam mencari informasi.
Chika menceritakan jika Nathan mencecar dirinya dengan foto yang memang tidak senonoh dan menuduhnya ingin menghancurkan rumah tangga pria itu. Marissa menarik sudut bibirnya mendengarkan cerita Chika, baginya semakin Nathan marah pesona pria itu justru semakin tidak dapat ditolak.
"Jangan menghancurkan kehidupan bahagia orang lain Marissa! Dirimu juga wanita, posisikan orang yang ingin kamu hancurkan sebagai dirimu sendiri. Apa yang kamu rasakan jika kalian bertukar posisi," ujar Chika berusaha menasehati Marissa.
"Aku tidak menghancurkan kebahagiaan Nathan, justru aku ingin membuatnya menjadi pria sempurna karena istrinya belum juga memberikan keturunan. Lagipula aku mendapatkan dukungan langsung dari ibunya," sahut Marissa yang tidak mau mendengarkan nasihat Chika.
Chika hanya mampu menggelengkan kepalanya melihat respon yang diberikan oleh Marissa, sebagai temannya dia ingin jika Marissa bahagia tapi bukan dengan cara mengambil kebahagiaan orang lain. Dia tidak ingin jika Marissa salah langkah dalam menentukan tujuan hidup yang justru malah membuat dirinya sendiri hancur.