Chereads / I'm Not Barren / Chapter 11 - Kembali ke Sekolah

Chapter 11 - Kembali ke Sekolah

Pagi ini Adelia kembali ke sekolah untuk mengajar anak-anak yang memasuki sekolah dasar, baginya mengajar anak-anak membuat dirinya belajar bukan hanya sebagai guru yang harus sabar menghadapi sikap anak-anak tapi juga menjadikan anak-anak itu sebagai penghibur hatinya sebab selalu saja ada tingkah lucu dari para siswa siswinya yang masih polos.

Adelia diantar oleh suaminya, pria itu sejak bangun sudah mengeluh dan mengomel karena Adelia harus bekerja sementara Nathan masih khawatir dengan keadaannya.

"Jika ada apa-apa langsung telepon aku! Jangan mendengarkan ucapan mama atau siapapun itu yang membuat hatimu terluka, apapun yang kamu lalui harus selalu bercerita padaku sebab aku tidak mau istriku menanggung beban pikiran sendirian." Nathan sudah ceramah saat tengah fokus menyetir tapi bibirnya terus saja mengeluarkan kata-kata bijaknya membaut sang istri tersenyum lembut, bagaimana mungkin dirinya bisa berpaling pada pria lain sementara suaminya sendiri sudah begitu sempurna di matanya. Nathan selalu perhatian dan juga peka terhadap Adelia membuat wanita itu merasa nyaman dan beruntung mendapatkan Nathan sebagai suaminya.

"Iya, Sayang." Adelia menjawabnya sambil melirik Nathan dan memberikan senyum manisnya.

Tidak terasa mobil yang dikemudikan oleh suaminya itu kini terparkir tak jauh dari gerbang sekolah. Sebelum Adelia turun Nathan menahannya dan membawa wajah sang istri untuk diciumnya. Adelia tak mampu menolak perlakuan suaminya karena baik dirinya maupun Nathan selalu dimabuk permainan mereka sendiri. Adelia menepuk Nathan saat merasa jika pasokan udara dalam paru-parunya terasa semakin menipis, Nathan melepaskan pagutannya dan menghapus benang saliva di bibir istrinya sebelum kembali mengecupnya.

"Aku turun," ucap Adelia.

"Baiklah, jangan terlalu lelah! Aku tidak mau sampai kamu jatuh sakit lagi. Mengerti? Jika sampai itu terjadi maka mau tidak mau suka tidak suka aku akan memaksamu berhenti dari pekerjaanmu," ucap Nathan lembut tapi penuh penekanan. Adelia tahu jika suaminya itu tidak main-main.

"Iya aku tahu dan aku juga mengerti bapak Nathan Mahendra," sahut Adelia merasa gemas lalu turun dan melambaikan tangannya pada mobil Nathan yang kini perlahan meninggalkan area sekolah.

Adelia membalas sapaan beberapa siswanya bahkan para orang tua yang mengantarkan anak mereka ke sekolah. Saat tengah berjalan ada suara yang memanggilnya membuat Adelia berhenti dan menoleh mencari sumber suara.

"Bu guru cantik," teriak Nayla saat netra gadis kecil itu menangkap sosok yang dia rindukan selama beberapa hari ini.

Nayla begitu dekat dengan Adelia karena entah kenapa gadis kecil itu merasa nyaman jika bersama Adelia.

"Nayla?" Adelia tersenyum dan membalas pelukan Nayla yang hanya sebatas pinggangnya.

"Ayah, ini Bu guru cantik yang Nayla ceritakan," ujar Nayla membawa kesadaran Raffael. Pria itu seperti mengenal Adelia tapi entah di mana pria itu tidak mampu mengingatnya.

"Raffael, ayahnya Nayla." Raffael mengulurkan tangannya yang di sambut Adelia singkat.

"Guru Nayla," sahutnya singkat.

Baru saja Raffael membuka mulutnya untuk menanyakan nama Adelia yang lebih sering disebut bu guru cantik oleh putrinya. Tapi belum juga Raffael berucap bel sudah terdengar membuat Adelia pamit dan mengajak Nayla untuk masuk ke kelas. Raffael hanya mampu memendam tanya untuk sekedar mengetahui nama guru putrinya tersebut.

Sementara Adelia tersenyum saat mendengar Nayla terus saja berceloteh riang menceritakan jika dirinya merasa sedih saat Adelia tidak masuk dan merasa tidak bersemangat untuk belajar.

"Bu guru, Nayla sering mendengar nenek membahas tentang jodoh untuk ayah. Jodoh itu apa?" tanya Nayla karena rasa penasarannya yang tinggi. Selama ini Nayla hanya memendam hal tersebut meskipun kurang lebih gadis kecil itu menangkap maksud dari ucapan neneknya mengenai jodoh ayahnya adalah ibu baru untuknya.

Adelia tersenyum dan berjongkok menyamakan tingginya dengan Nayla, dia memgang pundak gadis kecil menggemaskan itu.

"Jodoh itu bukan pelajaran Bu guru, nanti setelah Nayla dewasa, Nayla juga akan mengerti apa makna jodoh sesungguhnya. Yang harus Nayla pikirkan sekarang adalah belajar dan jadi anak pintar, mengerti?"

Nayla mengangguk kecil lalu duduk di bangku yang berada di barisan kedua dan memperhatikan setiap pelajaran dan penjelasan yang diberikan oleh gurunya.

***

Sementara di jalan menuju kantor Raffael terus saja memikirkan wajah Adelia yang terasa familiar di ingatannya tapi sama sekali tidak bisa dirinya ingat siapa sosok Adelia sebenarnya. Tidak ingin fokusnya hilang Raffael lantas melajukan mobilnya hingga kini terparkir di basemen kantornya dan berjalan dengan begitu berkharisma menuju ruangannya, duda satu anak tersebut menjadi idola para karyawan wanita yang masih lajang. Tak sedikit dari mereka yang mengaku sebagai kekasih Raffael ke sesama rekan kerjanya, tapi tentu saja itu semua tidaklah benar sebab Raffael sama sekali tidak memiliki affair apapun dengan karyawannya.

Suara ketukan pintu membuyarkan konsentrasi Raffael, dirinya melihat jika sekretarisnya membawa beberapa berkas yang harus dirinya tanda tangan serta membacakan agendanya untuk hari ini. Setelah selesai dengan urusannya pegawai tersebut lantas berlalu dari ruangan Raffael.

"Siapa sebenarnya dia? Kenapa wajahnya terasa tidak asing bagiku? Tapi kenapa aku juga tidak bisa mengingatnya jika memang aku mengenal guru Nayla tadi?" Raffael bermonolog sendiri dan menyandarkan tubuhnya ke kursi yang kini berputar.

Sementara di kantor Nathan tengah sibuk dengan berbagai pekerjaan, dirinya bahkan berpesan pada Romi jika siapapun yang datang dan ingin bertemu dengannya tidak bisa masuk kecuali yang memang sudah membuat janji. Tapi rupanya Romi benar-benar tidak bisa dipercaya, faktanya ... Marissa bisa masuk tanpa penahanan atau drama dari Romi.

'Untuk apa wanita menor itu kemari? Sendirian pula?' batin Nathan saat Marissa berjalan sambil tersenyum ke arahnya.

"Selamat pagi menjelang siang," sapa Marissa ramah tapi sama sekali tidak ditanggapi oleh Nathan.

Melihat Nathan yang mengacuhkannya Marissa lantas duduk di sofa menunggu pria itu sedikit memiliki waktu senggang. Saat bokongnya hendak mendarat di atas empuknya sofa Nathan berteriak membuat Marissa terlonjak kaget.

"Siapa yang mengijinkan mu duduk di sana? Itu tempat ISTRIKU!" ujar Nathan dengan menekan kata istriku di ujung kalimatnya.

"Romiiiii ...." Nathan berteriak memanggil asisten sekaligus sekretarisnya tersebut.

Pintu dibuka menampakkan wajah Romi yang terlihat bingung.

"Ya, Boss, ada yang bisa saya bantu?" tanya Romi belum menyadari keberadaan Marissa di sana yang menyebabkan kemarahan Nathan. Pria itu memanggil Nathan dengan sebutan boss atau kadang Tuan. Nathan juga merasa tidak masalah dengan panggilan Romi terhadapnya karena mereka sudah lama berkerja dan bagi Nathan, Romi bukanlah sebatas sekretaris melainkan teman untuknya.

"Kenapa dia bisa masuk? Bukankah aku sudah bilang, selain istriku untuk hari ini tidak boleh ada yang masuk kecuali orang yang sudah memiliki janji temu denganku!" Nathan menatap tajam Romi sementara tangannya menunjuk Marissa tanpa melihat wajahnya.

"Maaf Boss, tadi saya baru saja dari toilet. Jadi tidak tahu jika ada tamu," jawab Romi jujur karena memang dirinya baru saja duduk saat Nathan berteriak memanggilnya.