Chereads / Trapped in Love in The Game / Chapter 30 - Usaha mendekatkan duo Eric

Chapter 30 - Usaha mendekatkan duo Eric

Casey akhirnya berhasil membuat Erica dan Eric belajar bersama. Sungguh sulit membuat Eric benar-benar mengosongkan waktunya barang sedikit pun karena pria itu sangat sibuk. Dan akhirnya mereka bertemu jatuh di hari sabtu. Walaupun tinggal di satu tempat yang sama, Casey dan Eric tidak berangkat bersama. Sebenarnya Eric sudah mengajaknya untuk berangkat bersama menggunakan mobil favoritnya yang berwarna kuning terang, tetapi ia kembali sadar akan status mereka berdua saat di kampus. Casey akhirnya menaiki bus untuk sampai ke tempat yang sudah dijanjikan.

Kini mereka berada di salah satu cafe terkenal. Cafe tersebut mengusung tema kafe perpustakaan dengan interior yang didominasi warna pastel terlihat minimalis dan enak dipandang. Tempat ini adalah pilihan Erica. Suasana di dalam kafe tidak begitu ramai pengunjung. Aroma kopi yang khas menyeruak memenuhi seluruh penjuru cafe. Casey tak berhenti memandang tiap sudut cafe tersebut, desain interiornya begitu bagus dan kreatif. Namun, netranya membulat ketika melihat deretan menu dengan harga yang fantastis di dalamnya. Rasanya tidak wajar karena tempat tersebut seperti cafe pada umumnya, tetapi ternyata harganya membuat Casey ingin mengelus dada.

"Pesan yang kalian mau, kutraktir," ujar Eric langsung membuat Casey terharu. Pria itu seakan paham dengan keresahan hatinya.

"Sungguh? Terima kasih, Senior!" Erica melayangkan senyum termanisnya. Hari ini Casey pikir busana yang dipakai Erica terlihat sangat imut sekaligus seksi. Gadis itu memakai rok mini putih dengan atasan tank top tanpa tali berwarna merah muda dipadukan cardigan rajut motif kotak-kotak berwarna serupa. Berbanding terbalik dengan penampilan Casey yang hanya memakai highwaist hitam dan sweater tipis berwarna abu. Bahkan Erica terlihat berbeda karena rambutnya yang ia kepang dengan model side bride hairstyles. Bukankah Erica lebih terlihat ingin kencan dibandingkan belajar bersama?

Sungguh totalitas tanpa batas.

Setelah memesan makanan masing-masing, mereka mengeluarkan laptop dan bahan materi. Eric bertugas untuk menjelaskan seumpama dua juniornya ada yang tidak mereka pahami. Sebenarnya Casey di sini hanya menjadi bagian formalitas saja. Lagipula jika ada yang tidak ia mengerti, dirinya memiliki akses khusus dengan pria tampan dengan balutan kemeja coklat yang berada di depannya ini.

Waktu Casey berada di antara mereka hanya sebentar. Setelah menyantap makanan beberapa suap, ia akan permisi ke toilet tetapi tidak akan kembali lagi. Alias dirinya akan kabur agar duo Eric dan Erica hanya berdua saja.

Erica mengerucutkan bibirnya, raut wajahnya dibuat seimut mungkin. "Senior, ada yang tidak kumengerti bagian ini."

"Bagian mana? Ah, kalau ini," Eric memakai kacamatanya dan mulai menjelaskan dengan cara semudah mungkin.

Jika dilihat-lihat, bukankah mereka cocok? Casey mencebik kesal, kenapa Erica sangat cocok dengan pria mana pun, sih? Mau Eric atau pun Alan. Lalu dirinya cocok dengan siapa kalau begitu?

Casey malah terhanyut dalam pikirannya karena memandang mereka seraya menyantap dessert yang ia pesan tadi. Dirinya sama sekali tak ada minat untuk belajar karena tujuannya memang bukanlah itu. Eric melirik ke arah Casey dan menangkap basah gadis itu.

"Gwen? Tidak ada yang mau kau tanyakan?" tanya Eric membuat lamunan Casey buyar. Sendok yang menancap di mulutnya hingga terjatuh.

"B—belum ada," sahut Casey sedikit kikuk. Ia langsung pura-pura sibuk dengan laptopnya.

Tatapan Erica sulit diartikan saat melihat Eric yang kini tersenyum lembut pada Casey. Gadis itu tak suka.

"Senior, bolehkah aku duduk di sampingmu? Karena kalau berhadapan seperti ini aku sulit paham, hehe." Erica menatap manja seraya menyelipkan helai rambutnya ke belakang telinga.

'Ah, semakin nakal rupanya,' batin Casey tak sanggup melihat tingkah menggelikan dari temannya.

"Oh, begitu? Kalau begitu duduklah disampingku," sahut Eric dengan ramah. Gadis cantik itu berseru kegirangan dan langsung duduk di samping Eric. Terkadang Casey kesal dengan sikap keramah tamahan Eric. Kesal bercampur cemburu lebih tepatnya.

Casey tak mau mempedulikan mereka, lebih baik menghabiskan kuenya yang tinggal beberapa suap. Casey menyadari ketika kakinya ditendang oleh Erica. Ia melirik gadis itu yang kini memberikan kode untuk segera pergi dari mereka.

Casey bangun dari duduknya. "Aku permisi ke toilet dulu, ya," pamitnya membuat Eric dan Erica mendongak menatapnya.

"Oke," sahut Eric dengan senyuman tipisnya.

Gadis itu bukan pergi ke toilet tapi melipir keluar dari cafe hanya membawa badan saja. Tas dan yang lainnya ia tinggal di meja. Setelah satu jam kemudian ia akan mengirim pesan pada Eric untuk meminta maaf karena pulang duluan. Untuk sekarang ia berhasil melarikan diri, selanjutnya semua diserahkan pada Erica.

Semoga berhasil, gadis ular.

Casey menghentikan langkahnya, menatap langit yang berwarna biru muda tanpa awan. Cuaca begitu cerah rasanya sayang jika ia langsung pulang ke mansion. Tetapi ia kembali sadar bahwa dirinya hanya menyisakan uang untuk naik bus nanti karena dompetnya ia tinggalkan di tas. Casey memutuskan untuk duduk di kursi taman besar, memandang orang-orang yang asik bercanda gurau dengan pasangan atau keluarganya.

Setelah dirasa sudah satu jam lebih ia meninggalkan cafe, Casey mengambil ponsel dari saku celananya untuk menghubungi Eric. Ah, ternyata Eric sudah lebih dulu mengirim pesan dan miss call untuknya. Ia bahkan tak sadar.

[Kau di mana? Kenapa lama sekali?]

[Gwen, angkat telepon]

[Apa poopnya begitu keras? Kalau kau butuh obat, segera hubungi aku]

[Gwen, kau tidak mati karena terlalu kuat mengejan, kan?!]

Sialan, kenapa Casey merasa kesal.

Casey menghela napas sebelum mengetik pesan untuk Eric.

[Maaf, aku pulang duluan karena kepalaku sedikit pusing. Lanjutkan saja belajarnya. Barangku nanti akan dibawakan oleh Erica]

Belum satu menit, ponsel Casey kembali berbunyi.

[Kau sakit? Aku akan pulang. Kau butuh apa? Biar aku belikan]

[Tidak perlu, Eric. Hanya pusing biasa, jadi lanjutkan saja belajarnya. Kalau kau pulang, Erica akan curiga dengan hubungan kita]

[Baiklah]

Casey langsung mematikan kembali ponselnya. Ia sudah bilang pada Erica jika barangnya akan diinapkan di rumah gadis itu. Casey tak takut Erica akan menjebaknya atau menghilangkan barangnya karena mereka sudah membuat kesepakatan. Ia bisa saja mengagalkan pendekatan Erica dan pria yang ia sukai itu.

Di sisi lain ...

Eric yang terlihat gelisah karena Casey tak kunjung kembali. Bahkan ia tak fokus untuk mengajari Erica.

"Apa Gwen sudah bisa dihubungi?" tanya Erica dengan wajah khawatir yang dibuat-buat. Eric menggeleng cemas. Namun, tak lama raut wajahnya terlihat lega karena Casey sudah mengabarinya.

"Ia sudah pulang duluan ternyata. Barangnya kau yang bawa, kan?" tanya Eric memastikan.

"Oh, iya. Aku yang bawa," sahut Erica tersenyum manis.

Eric melepas kacamata lalu menyenderkan tubuhnya pada kursi. "Kita istirahat dulu, ya."

"Okay~" Erica meraih minuman red velvet yang ia pesan. Sesekali mencuri pandang pada pria di sampingnya. Rasanya seperti mimpi bisa berdua dengan senior tampan yang didambakan banyak orang. "Senior sepertinya sangat dekat dengan Gwen, ya," ujar Erica membuka topik.

"Hm? Lumayan. Erica, kau bisa memanggilku Eric saja. Tak perlu terlalu formal denganku," sahut Eric. Gadis itu hanya mengangguk senang. "Apa kau tak apa-apa hanya denganku saja tanpa ada Gwen?"

"T—tentu saja tidak apa-apa! Aku tetap senang walau hanya kita berdua saja!"

"Syukurlah. Aku takut kau jadi canggung denganku," balas Eric tersenyum lega.

Erica terkekeh pelan. "Tentu saja tidak, aku merasa nyaman karena kepribadian kita pun bisa dibilang mirip. Anak-anak lain bahkan mengatakan kita berdua terlihat cocok."

"Ah ... aku pernah dengar itu, mereka terlalu banyak bicara yang tidak-tidak."

"Apa kau terganggu dengan rumor tersebut?" tanya Erica dengan tatapan sendu. Pria itu langsung menggeleng cepat, merasa tak enak hati membuat seorang gadis menjadi sedih. Bagaimanapun Eric tak bisa menyangkal jika Erica begitu manis.

"Aku tidak masalah, lagipula sudah biasa aku mendengar hal seperti itu." Eric meraih kopi hitamnya lalu meneguknya.

"Ngomong-ngomong bagaimana bisa senior berteman dengan Gwen? Karena kulihat kepribadian kalian tidak begitu cocok," tanya Erica dengan senyuman polos.

"Haha, memangnya tidak cocok, ya?"

Erica mengangguk lucu. "Gwen lebih senang menyendiri, bahkan terkadang menghindariku. Ia juga jarang tersenyum dan sering membuat orang lain tidak nyaman." Gadis itu menghela napasnya, masih berniat menjelek-jelekkan Casey di depan Eric. "Aku selalu mengajaknya untuk berbaur, tapi selalu ditolak. Padahal aku tak mau ia dibenci orang lain. Karena itu juga aku ingin terus berteman dengannya, agar Gwen tak sendirian," jelas Erica diakhiri senyuman manisnya.

Eric tersenyum tipis menanggapi cerita Erica. "Kau memang teman yang baik, Erica. Tapi aku pikir, bukan maksud Gwen seperti itu. Sebenarnya dia anak yang sopan dan baik. Dan jika kau sudah mengetahui Gwen lebih dalam, ia lucu sekali jika dijahili. Kupikir kalian masih salah paham tentangnya," balas Eric menjelaskan dengan tenang. Pria itu menanggapi perkataan buruk Erica dengan pikiran positif. "Gwen juga sangat manis jika sudah tersenyum," lanjutnya dengan senyuman lembut yang baru pertama kali Erica lihat. Erica menatap pria itu dengan datar. Gadis itu tak menyangka Eric akan membela Casey seperti itu. Tangannya tanpa sadar terkepal kuat karena menahan perasaan yang tak beraturan.

Perasaan kesal, kecewa, sedih bercampur jadi satu. Kepingan demi kepingan kejadian yang ia amati, selalu merasa jika Eric tidak sekedar menganggap Casey sebagai teman.

Ah, Erica benar-benar membenci Casey.