Chereads / Trapped in Love in The Game / Chapter 27 - Tertangkap basah

Chapter 27 - Tertangkap basah

Selama beberapa hari Casey menghindar dari Eric. Yang seharusnya ia membangunkan Eric, kini digantikan oleh pelayan lain. Casey juga berusaha untuk tak berpapasan salah satu tuan mudanya itu. Sama halnya dengan di kampus. Ia kerap kali kabur jika melihat Eric berada tak jauh darinya. Mengingat kejadian sebelumnya yang membuat jantungnya terus berdebar hebat, rasanya Casey masih belum sanggup untuk berhadapan dengan pria itu. Persetan dengan membantu Erica, ia harus memperbaiki kondisi hatinya terlebih dahulu, baru memikirkan orang lain. Terlebih untuk manusia seperti Erica.

Sungguh ia tak paham kenapa wajah Eric bisa sedemikian dekat bahkan pria itu sampai menyentuh bibirnya. Bagaimana jika saat itu Casey tetap diam dan menikmati perlakuan Eric padanya, apakah mereka akan berciuman?

Pikiran Casey sudah terlalu liar dan jauh. Membayangkan hal tersebut selalu saja membuat wajah Casey memerah. Ia bahkan tak bisa tidur setelahnya karena terus memikirkan kejadian mendebarkan itu.

Casey menghela napasnya panjang. Hari-harinya begitu berat, karena selalu saja bersembunyi seperti orang yang ditagih utang oleh rentenir. Casey bahkan selalu membuat alasan agar tak makan di kantin, ia lebih baik makan dengan tenang di dalam bilik toilet.

Setelah menyelesaikan makannya, Casey mencuci tangan di wastafel. Ia keluar dari toilet dengan melirik ke kanan ke kiri berharap tak bertemu dengan tuan mudanya itu. Ia menghela napasnya lega, lalu berjalan dengan santai. Namun, nasib Casey hari ini sepertinya sial. Belum lama ia berjalan, ternyata Eric baru saja keluar dari ruangan laboratorium bersama teman-temannya. Casey spontan kaget dan langsung berbalik bermaksud untuk melewati jalan lain meski ia harus memutar lebih jauh.

Casey kembali sial.

Bugh!

"Aw ...," ringisnya seraya mengusap dahi.

"Kau tak apa?"

Casey mendongak menatap siapa seseorang yang bertabrakan dengannya. Tinggi sekali. Sepertinya tadi dahi Casey bertabrakan langsung dengan dada bidang di depannya ini. Ah, pria ini!

"Alan!" seru Casey membuat pria tersebut bingung.

"Kau ... tahu aku?"

"Tentu saja! Aku-" Casey lupa! Ia tak bisa berlama-lama di sini sekarang, ia melirik ke belakang memeriksa apakah Eric masih berada di belakangnya atau tidak, dan ternyata masih ada! Pria itu semakin dekat. Casey menepuk dada Alan dengan pelan. "Aku duluan! Kita bertemu lagi nanti!" ujarnya sebelum pergi kabur secepat kilat.

Alan menaikkan sebelah alisnya, heran dengan perkataan gadis yang tak ia kenal. "... Bertemu lagi?" Namun, pria itu lebih memilih mengabaikannya dan kembali berjalan.

Walaupun Casey berusaha kabur agar tak terlihat Eric, tetapi hal itu tak berhasil. Eric sudah terlebih dahulu melihatnya saat Casey bertabrakan dengan pria berkacamata itu. Wajahnya memandang tak suka dan gemas karena permainan kucing-kucingan Casey.

***

Casey menjatuhkan dirinya di ranjang setelah selesai membersihkan tubuhnya. Surai hitamnya masih belum terlalu kering, karena baru saja keramas. Wangi buah persik favoritnya tercium sangat kuat. Ia akan melanjutkan tugasnya di kamar, dirinya masih belum berani ke perpustakaan karena takut bertemu Eric. Sebelum itu, ia akan menulis diary di buku harian Gwen seperti biasa. Baru saja ia membuka buku tersebut, suara ketukan pintu terdengar.

"Asylin?" tebak Casey seraya mendekat ke arah pintu. Dua kancing atasnya tidak ia kancing, karena memang dirinya lebih nyaman seperti itu. Tanpa curiga apa pun, Casey memutar kenop pintu tersebut.

"Ada apa Asy-" Netra Casey membulat, sosok yang berada di depannya kini bukanlah Asylin ataupun pelayan lain. Melainkan sosok yang akhir-akhir ini ia hindari. Ia ingin menutup pintu tersebut tanpa peduli sopan santun, tetapi Eric sudah terlebih dahulu menahan pintu tersebut.

"Kau sudah tak bisa menghindar lagi, Gwen," desak Eric. Casey masih berusaha untuk menutup dan sebaliknya Eric berusaha menahannya.

"E-eric, kembalilah! Aku mohon!" pinta Casey, takut.

Mau dilihat bagaimanapun, kekuatan Casey kalah dibandingkan Eric. Gadis itu akhirnya menyerah dan membiarkan pintu tetap terbuka lebar kemudian Eric akan mengomelinya perihal dirinya yang terus menghindar dari Eric. Namun, Casey terbelalak kaget saat pria itu masuk ke dalam kamarnya tanpa izin lalu menutup pintunya. Sungguh, apa yang ingin dilakukan tuan mudanya?!

"A-apa yang mau kau lakukan?!" jerit Casey, kedua tangannya menyilang di dada. Ia melirik pada dua kancing yang terbuka, gadis itu panik dan langsung saja mengancingnya.

Melihat tingkah panik Casey, Eric hanya memandang dengan wajah bingung. Sebenernya Casey berpikiran seperti apa mengenai tentangnya? Karena melihat Casey yang menurutnya lucu, sifat jahilnya keluar. Eric tersenyum miring lalu berjalan mendekat ke arah Casey.

"Gwen," panggilnya. Casey tak menjawab, gadis itu mundur ke belakang hingga terjatuh ke ranjang. Casey tak sempat untuk bangun karena Eric langsung menguncinya dengan kedua lengan kekar yang berada di sisi kanan dan kiri Casey.

"E-eric ... aku minta maaf," lirih Casey, netranya yang berkaca-kaca menatap Eric.

"Untuk apa?" tanya Eric. Masih ingin bermain-main dengan gadis yang kini berada di bawah kungkungannya.

"Sudah menghindar darimu." Casey menutup wajahnya, ia tak mau Eric melihat rona merah yang menghiasi wajahnya. Padahal Eric bisa mengetahuinya dengan jelas, bahkan telinga Casey pun memerah.

Eric meraih tangan Casey agar menyingkir dari wajah cantik itu. "M-mau apa?!" protes Casey masih bersikeras menutupnya.

"Aku mau lihat. Kau harus minta maaf dengan benar, Gwen," sahut Eric dengan senyum jahilnya.

"Lepaskan aku dulu, aku ingin bangun!"

"Memangnya kenapa? Aku suka posisi ini."

Blush!

Sejak kapan Eric berani mengatakan hal seperti itu?! Jantung Casey tak bisa menahannya.

Eric tertawa renyah, ia mengalah daripada wajah Casey semakin matang seperti makanan yang direbus. Eric memutuskan untuk duduk di ujung ranjang Casey. Menunggu gadis tersebut perlahan membuka tangannya dan bangun. Eric tersenyum miring ketika Casey memilih duduk sangat berjauhan dengannya. Pria itu mendekat agar memperpendek jarak di antara mereka.

"D-disitu saja, kumohon!"

Dasar Eric, jahil sekali.

"Aku minta maaf," ujar Eric benar merasa bersalah. "Aku tahu kau menghindar karena aku."

"T-tidak apa-apa. Kita lupakan saja." Casey memaksakan tersenyum. Hal itu membuat Eric mendelik kesal, dan tanpa mempedulikan larangan Casey, pria itu mendekat ke arahnya lalu menyentil dahi Casey.

"Kalau benar dilupakan, seharusnya kau tak menghindar dariku."

Casey mengusap dahinya, sedikit kesal kenapa Eric suka sekali melakukan hal seperti itu. Ia mengerucutkan bibirnya. "Aku ... aku tidak tahu harus bersikap apa padamu, aku juga sudah berniat untuk mendatangimu duluan dan meminta maaf."

Eric tertawa lirih. "Kau pasti risih padaku, ya?"

"B-bukan begitu!" Tanpa sadar Casey memegang ujung piyama Eric. Pria itu menatap Casey dengan lembut. Tangannya terulur membelai kepala Casey. Entah kenapa menyentuh Casey adalah bagian terfavorit baginya sekarang.

"Tidurlah, kau pasti lelah berlari ke sana ke mari untuk menghindariku," sindir Eric yang malah terus membuat Casey semakin merasa bersalah. Padahal pria itu hanya usil.

"E-eric ... jangan begitu ...."

"Aku bercanda, hehe."

Pria itu bangkit dari duduknya, ia tak mau berlama-lama di kamar seorang wanita. Pun takut jika ada seseorang melihatnya, apalagi jika orang tersebut adalah ketiga saudaranya. "Masalahnya selesai, ya? Kembalilah ke perpustakaan. Aku tidak akan menggigitmu," ujar Eric seraya tersenyum manis. Casey mengangguk pelan.

"Bagus. Karena Noel pernah bertanya padaku. Kau tahu kan orang itu sangat peka, aku bisa-bisa dibuang ke jurang jika dianggap melakukan hal yang tidak-tidak padamu," keluh pria itu.

Casey terkekeh pelan. Ia bisa mengerti akan sikap Noel yang memang paling peduli dan peka ke semuanya. "Aku mengerti."