"Um ... halo?"
Casey menatap datar gadis yang ada di hadapannya saat ini. Rasanya enggan untuk meraih tangan tersebut. Namun, sikap buruknya bisa mengantarkan dirinya ke rumor tak jelas. Mengingat sekarang mereka berada di kerumunan banyak orang. Akhirnya Casey mau tak mau meraih tangan itu, membiarkan gadis tersebut membantunya.
"Ya, Tuhan! Kemejamu jadi kotor sekali! Aku punya baju ganti, apa kau mau pakai bajuku dulu?" tawar gadis bersurai pendek berwarna coklat tersebut. Perawakannya yang langsing, kulit yang seputih susu, mata yang besar dengan bulu mata yang lentik. Semua orang bisa mengetahui bahwa gadis ini begitu mempesona.
"Erica, kau membantunya? Kau memang baik sekali!"
"Sudah kubilang ia seperti malaikat!"
"Duh, kalian berlebihan!" ujar gadis yang bernama Erica tersebut seraya terkekeh pelan.
Casey hampir-hampir memutar bola matanya karena jengah. Ia tersenyum paksa. "Aku baik-baik saja, terima kasih."
"Huh? tapi kau tidak mungkin tetap memakai kemeja yang sudah kotor dan basah ini, kan? Kau bisa sakit!" ujar Erica dengan nada khawatir. Tanpa menunggu jawaban Casey, gadis itu langsung menarik lengan Casey lalu berlari menuju toilet.
"Kau bisa pakai ini." Erica menyodorkan sebuah sweater panjang berwarna peach pada Casey.
"Aku sungguh tidak apa-apa. Sudah tidak basah, kok. Terima kasih sudah khawatir." Casey masih terus berusaha menolak.
Gadis cantik yang sedari tadi tersenyum dan memasang wajah ramah itu, kini merengut. "Tidak sopan, loh. Terus-terusan menolak kebaikan orang."
"Justru aku menolak karena tidak mau berhubungan lagi denganmu!" teriak Casey dalam hati.
Akhirnya dengan sangat terpaksa, Casey menerima sweater tersebut. "B—baiklah."
"Yeay! Terima kasih!" ujar Erica seraya menepuk tangannya karena senang.
"Aku yang harusnya berterima kasih."
Erica terkekeh pelan seraya mendorong Casey ke bilik kamar mandi. "Kalau begitu gantilah."
Di dalam sana, Casey merenung. Ia begitu lengah karena sudah terlalu senang dengan kembalinya hubungannya bersama Eric sampai lupa bahwa Erica bisa kapan saja mencoba mendekatinya. Casey menghela napasnya berat. Benar saja, hidupnya akan semakin drama berkat hadirnya perempuan itu.
Mau tak mau harus Casey hadapi. Setidaknya ia akan pikirkan satu dan dua hal, masih berusaha untuk menghindari puncak konflik yang akan membuatnya tak nyaman.
Setelah Casey selesai mengenakan pakaian pinjaman dari Erica, dengan berat hati ia keluar untuk menghampiri sang pahlawan yang sebenarnya tak Casey harapkan.
"Sudah selesai?" tanya Erica dengan pertanyaan retoris. Casey menjawabnya hanya dengan mengangguk.
"Syukurlah kau tak apa-apa. Aku yang melihatnya tadi saja kesal sekali. Orang itu sama sekali tak bertanggung jawab!" kesal Erica berapi-api.
Casey tersenyum tipis. Ia tetap harus bersikap baik, karena tidak mungkin dirinya menunjukkan secara terang-terangan tidak menyukai gadis tersebut tanpa alasan yang jelas bagi sebagian orang. "Sekali lagi terima kasih, ya. Kau membantuku."
"Tidak masalah! Namaku Erica, mahasiswi baru dari jurusan arsitektur. Bagaimana denganmu?" tanyanya seraya memperkenalkan diri.
"Namaku Gwen, sama sepertimu aku juga dari jurusan arsitektur."
"Wah! Ternyata ada teman dari jurusan yang sama! Aku sudah takut tidak memiliki teman, karena yang lain lebih banyak dari jurusan berbeda," ujarnya sekaligus curhat. "Aku harap kita bisa berteman baik, ya!" lanjutnya lagi seraya tersenyum manis melebihi manisnya macaron.
"Ah ... menyebalkan," batin Casey.
Casey mengangguk seraya ikut tersenyum. "Iya, berteman baik. Benar-benar baik."
***
Casey akhirnya sampai di mansion megah milik keluarga Wilson. Tubuhnya sudah begitu lelah dan ingin cepat-cepat berendam air hangat. Sekaligus mencuci kemeja yang terkena noda coklat tadi. Jika terlalu lama dibiarkan, bisa-bisa noda tersebut semakin sulit untuk dihilangkan. Casey berjalan menuju kamar dengan langkah lesu, tanpa sadar berpapasan dengan Luke tetapi ia tetap berjalan tanpa menyapa tuan galaknya itu.
Tentu saja Luke sedikit kaget melihat tingkah Casey. Pria itu sampai menghentikan langkahnya lalu berbalik ke belakang untuk menatap Casey yang masih terus berjalan dengan gontai.
"Apa dia baik-baik saja?" tanyanya heran.
Casey menjatuhkan dirinya ke kasur setelah sampai di kamar. Menerawang apa saja yang sudah terjadi hari ini. Buruk. Masih merasa kesal karena gagal menghindar. Gadis itu menghela napasnya berat seraya kembali bangun, ia tidak mau berlama-lama berada di kasur sebelum tubuhnya sudah bersih. Takut akan terbuai lalu terlelap sampai menjelang pagi.
***
"Selamat pagi, Eric! Hari ini kau tidak sulit untuk dibangunkan ya," sapa Casey setelah percobaan sekali membangunkan Eric dan langsung berhasil. Ia membuka gorden jendela agar sinar matahari bisa masuk ke dalam kamar Eric yang begitu besar.
Pria itu masih enggan bangun walaupun matanya sudah terbuka lebar, memandang langit-langit kamar dengan tatapan kosong seakan sedang menerawang sesuatu. Menyadari tuan mudanya tak merespon apa pun, Casey menghampiri Eric.
"Eric?"
Masih tak merespon. Namun, mata coklat itu kini bertatapan dengan Casey. Seulas senyum tipis terpatri di wajah tampan itu, rambut lurusnya tertiup angin sepoi-sepoi yang berasal dari luar jendela yang sudah dibuka.
"Selamat pagi, Gwen," sapa Eric.
"Astaga ... seperti pangeran yang baru saja bangun setelah ribuan tahun tertidur ...." batin Casey terpesona.
Eric mulai bangun dari ranjangnya, rambutnya yang berantakan malah membuat kesan seksi dan lucu sekaligus karena salah satu poninya mencuat ke atas. Pria itu meregangkan badannya seraya menguap.
"Tidurmu nyenyak?" tanya Casey yang mendapat jawaban anggukan dari pria itu.
"Mandilah, sebentar lagi sarapan akan siap."
"Apa hari ini kau akan berangkat menggunakan bus?" tanya Eric.
"Tentu saja."
"Lalu kemarin, kau sungguh pulang sendiri? Aku mencarimu saat acara selesai."
Casey menghentikan kegiatan membersihkannya. Menoleh ke arah Eric lalu tersenyum. Belum Casey membalas, Eric mengibaskan tangannya yang artinya tidak.
"Tidak perlu kau jawab, aku sudah tahu jawabannya. Ya, sudah, aku mau mandi. Kau masih ingin di sini?" goda Eric.
"T—tidak, sebentar lagi—"
"Tidak apa-apa jika kau tetap ingin berada di kamarku, atau kau ingin mandi bersamaku?" Eric masih terus menggoda, menaik turunkan alisnya. Sedangkan wajah Casey semakin memerah seperti kepiting rebus.
"Aku sudah mandi!" dengus Casey.
"Hmm, berarti kalau belum, sebenarnya kau ingin mandi bersamaku?"
"... kenapa kau jadi menggodaku, huh?" Casey merengut kesal, menahan malu dan degup jantungnya yang kian berdebar. Sedangkan pria di depannya hanya tertawa puas.
"Aku bercanda. Tapi kalau serius aku juga tidak apa-apa."
"Eric!!" seru Casey kesal. Eric langsung berlari menuju kamar mandi, menghindar dari kekesalan Casey. Gadis itu menghela napasnya panjang seraya menetralkan degup jantungnya. Casey jadi teringat sesuatu.
"Ah, tapi Eric," panggilnya.
"Hm?" Eric menyembulkan kepalanya.
"Jika ada yang bertanya di kampus, aku harus bilang apa tentang hubungan kita?"
Eric mengusap dagunya, berpikir. "Teman, kan?"
"Teman online yang akhirnya dapat bertemu?" Eric menjentikkan jarinya, setuju dengan usul Casey. "Ping-pong! 100! Sangat bisa dijadikan alasan!"
Casey terkekeh pelan. "Baiklah, kalau begitu aku keluar." Ia melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar Eric, tetapi tuan mudanya itu memanggilnya.
"Gwen!"
"Ya? Ada apa lagi?"
Eric yang baru saja masuk kamar mandi, kembali keluar, masih menggunakan pakaian tidurnya, memegang sikat gigi dan pastanya.
"Menu sarapan hari ini ala apa?"
"Jepang, Tuan."
"Kalau begitu aku ingin omurice."
"Oh ... aku tidak tahu apa akan sempat untuk pagi ini, tapi akan kusampaikan pada Riley," sahut Casey seraya tersenyum tipis.
"Omurice dengan saus di atasnya bergambar bentuk hati, lalu tulisan 'Semangat belajarnya tuan Eric yang tampan', begitu," pintanya seraya mengedipkan mata.
"Eric ... pelayan-pelayanmu akan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi permintaan tuannya. Mohon ditunggu, Tuan Eric yang tampan, " ujar Casey sedikit sarkas seraya tersenyum manis tetapi aura di belakangnya penuh kegelapan karena menahan kesal yang begitu dalam. Eric yang sadar hal itu hanya bisa tertawa dan pelan-pelan masuk kembali ke kamar mandi.
"Aku hanya bercanda! Tidak perlu dituruti! Selamat bekerja, Gwen!"