Apakah rasa yang aku rasakan saat ini perasaan suka. Atau hanya perasaan kagum karena sikapnya terhadap ku. Atau hanya sebatas kesenangan semata.
Entah apa rasa yang ku rasakan saat ini. Aku juga baru merasakan perasaan yang begitu dalam ini. Perasaan yang begitu menusuk hingga sampai ke relung kalbu.
****
Hari ini adalah hari minggu. Hari yang paling aku tunggu-tunggu. Karena di hari ini, aku bisa terhindar dari keusilan satu makhluk yang sungguh usil dan jail. Siapa lagi tentunya, kalau bukan Reno.
"Fir, " ucap bapak dari dalam rumah.
Aku yang memang pagi itu sedang duduk santai di depan rumah sambil menikmati cemilan pisang goreng yang baru saja di tiriskan oleh ibu.
Tak lupa novel kesayangan ku yang belum tuntas aku selesaikan untuk dibaca.
"Iya, pak? Fira di depan. " ucapku masih tetap fokus membaca.
"Kesini sebentar, Fir. " ucapnya.
"Ada apa, Pak?" ucapku sambil berjalan mendekatinya. Ku tutup novel yang belum sempat terselesaikan di atas meja. Mau diteruskan pun bagaimana? Toh orang tua juga lagi manggil kita kan?.
Pagi ini tak seperti biasanya bapak belum berangkat ke kebun. Biasanya, sebelum aku bangun untuk ke sekolah bapak sudah tak berada di rumah. Tapi, tak untuk hari ini.
"Ada apa, Pak?" ulang ku kembali lagi.
"Tolong beliin bapak obat di warung, nduk. Kepala bapak pusing," ucapnya yang masih tertidur di pembaringan. Wajahnya terlihat sedikit pucat. Sementara badannya di tutupi dengan sarung hampir menutupi seluruh tubuhnya.
"Bapak sakit?" ucapku sedikit cemas.
Aku langsung memegang dahi bapak yang memang sedikit panas. Terlihat juga bapak cukup kedinginan karena bibirnya yang bergetar.
"Bapak gapapa Nduk. Tolong belikan bapak obat di warung, ini uangnya. " ucapnya sambil menyerahkan selembar uang berwarna hijau kepadaku.
Tanpa pikir panjang aku langsung menerima uang tersebut.
Jarak antara rumah dan warung hanya berjarak tiga rumah saja. Cukup dekat memang. Makanya, aku pergi dengan berjalan kaki sedikit cepat. Supaya cepat sampai.
"Mau kemana, Fir? kok jalannya buru-buru begitu." tanya Mak Onah.
Mak Onah adalah tetangga samping rumah ku. Ia adalah seorang janda yang tinggal sendirian tanpa ada seorang anak.
Aku pun langsung berhenti karena mendengar ucapan Mak Onah barusan, "Oo, Mak Onah bikin kaget aja. Ini mau ke warung Mak, mau beli obat buat bapak." ucapku.
"Memangnya bapak kamu kenapa, Fir? Bukannya tadi malam sehat-sehat aja waktu ketemu di mushola." tanyanya lagi.
"Mungkin meri yang Mak. Kan kemarin bapak kehujanan waktu masih di kebun." balasku.
"Ya sudah, Fira pamit duluan ya Mak. Takut nanti ditungguin bapak." pamit ku sambil berlalu.
Aku sudah tak mendengar kembali jawaban Mak Onah. Karena jalanku yang sedikit cepat sehingga aku sudah sampai di depan warung.
Setelah dirasa selesai aku langsung buru-buru pulang ke rumah. Kasihan kalau-kalau bapak kelamaan menunggu di rumah sendirian.
"Pak, ini obatnya." ucapku kala melihat bapak sedang meminum air yang berada di samping ranjang kamarnya.
Bapak hanya menerima pemberian obat tersebut sambil mengangguk tanpa menjawab ucapan ku barusan.
"Bapak sudah makan?" tanyaku kembali.
"Belum," ucapnya sambil kembali merebahkan tubuhnya.
"Mau Fira buatin sesuatu nggak, Pak?" tawar ku.
"Nggak usah, Nduk. Tolong ambilkan bapak nasi saja buat minum obatnya nanti."
Tanpa menjawab lagi aku langsung berjalan menuju ke dapur untuk mengambilkan bapak sarapan. Ternyata pagi ini Ibu hanya masak sayur asem tanpa ada embel-embel yang lainnya lagi.
"Ibu kemana sih, Bapak sakit kok malah di tinggal sendirian di rumah." gumam ku dalam hati.
Setelah mengecek stok yang masih tersisa di dalam kulkas, Aku hanya menemukan 1 butir telur saja. Aku langsung menggoreng dan menaruhnya di atas piring bapak. Tak lupa sayur aku sajikan secara terpisah. Supaya dapat diatur sendiri takaran nya oleh bapak.
Setelah selesai aku langsung meletakkan penampan tersebut di atas meja.
"Makan dulu pak, masih anget keburu nanti dingin." ucapku sambil menyerahkan piring berisi nasi tersebut.
Bapak hanya mengangguk sambil menerima uluran tanganku. Walaupun hanya lauk telur dadar dan sayur asem, tapi bapak tetap makan dengan sangat lahapnya. Karena memang sejatinya saat makan bapak memang selalu dengan porsi yang banyak.
"Pak, ibu kemana sih? kok dari tadi nggak ada." tanyaku basa-basi.
"Ibu kamu sedang ke kebun, bapak tadi yang nyuruh. Soalnya ada yang perlu dipanen nanti kalau nggak ada yang manen kan bisa-bisa kita kena marah sama Juragan Herman."
"Tapikan bapak lagi sakit. Masa' Ibu tega ninggalin bapak sendirian di rumah. Lagian orang nyebelin itu pergi kemana lagi, udah siang begini kok belum pulang."
"Kalau ibu kamu nggak pergi ke kebun terus nanti kita makan apa, Nduk? Kan kami tahu sendiri kalau bapak pergi ke kebun nanti bisa sekalian bawa pulang buat lauk di rumah."
"Ya iya si Pak. Tapikan, " ucapku.
"Sudahlah Nduk, kamu harus sabar. Lagi pula itu kan kakak kamu mau bagaimana pun juga. Jadi kamu harus menghormati dia selayaknya kamu menghormati bapak sebagai orang tua. Kamu ngerti?" nasehatnya.
"Iya si pak, Fira juga ngerti kalau itu. Tapikan kadang Fira sebel kalau kakak terus-terusan begitu. Dia kan udah gede udah besar seharusnya sudah tau arah hidupnya mau kemana? Ehh ini malah malas-malas dan cuma jadi beban keluarga aja."
"Hust, nggak baik ngomong begitu!." tegas bapak.
"Tapikan emang kenyataannya begitu, pak."
"Iya nduk, tapikan kamu juga di sekolah diajarkan tata Krama kan? Jadi mau bagaimana pun dia juga kakak kamu gimana pun sifatnya."
"Iya-iya pak, obatnya diminum dulu pak?" ucapku sambil menyodorkan segelas air putih ke hadapannya. Bapak hanya mengambil gelas dari genggamanku tanpa menjawab sepatah kata lagi.
"Gimana pak, sudah enakan belum?" ucapku.
"Masih pusing sedikit Nduk, tinggal tidur sebentar nanti juga sudah baikan kok." ucapnya.
"Apa mau Fira antar periksa ke puskesmas pak?" tawar ku.
"Nggak usah Nduk, nanti juga sembuh sendiri kok."
"Kamu sudah makan Nduk?" sambung nya.
"Belum, Pak. Fira belum lapar kok." jawabku. Padahal sesungguhnya aku sangat lapar sekali.
Tapi mau bagaimana lagi, nasi di dapur juga tinggal keraknya saja. Mau beli mi instan juga aku sungkan buat minta uang ke bapak. Aku yakin pasti bapak juga nggak punya uang.
tokk...tokk...
Terdengar suara pintu luar di ketuk oleh seseorang. Tapi siapa yang akan bertamu se siang ini.
"Siapa itu nduk?" ucap bapak kala mendengar suara orang sedang mengetuk pintu.
"Fira juga nggak tahu pak. Kalau gitu biar Fira bukain dulu ya. Bapak istirahat dulu." ucapku sambil berlalu.