Chereads / Cinta di Atas Angan / Chapter 9 - Perasaan ini

Chapter 9 - Perasaan ini

Rasanya darahku mendesir begitu cepatnya. Menyaksikan dua sejoli yang sedang bersenda gurau dan tertawa dengan tiangnya tepat di depan mataku sendiri.

Rasanya ada sesuatu yang mengganjal dan ingin segera di keluarkan dalam hati ini. Tapi, apa?

Apa maksud dari semua perasaan ini! Apa mungkin aku cemburu menyaksikan kedekatan Reno dengan perempuan itu!

Tapi apa hak ku untuk melarang Reno untuk tidak dekat dengan perempuan lain. Aku hanyalah teman biasa baginya.

Atau mungkin hanya seseorang yang tak begitu penting bagi hidupnya.

Tapi mengapa batinku rasanya sakit sekali, menyaksikan mereka berdua terlihat begitu akrabnya.

Ada apa yang terjadi dengan batinku saat ini. Kenapa rasanya mata ini juga ingin mengeluarkan buih-buih yang akan siap untuk menetes.

Rasa-rasanya kaki ku terasa sangat lunglai untuk menopang seluruh beban ku ini.

"Fir, " ucap Shinta yang datang sambil menepuk bahuku sedikit kasar. Aku yang sedari tadi sedikit termenung sampai ingin terjungkal di buatnya.

Aku tak menjawab sapaan Shinta tadi. Aku hanya kembali memposisikan diriku agar bisa menyeimbangi beban tubuh ku ini.

"Ngalamun aja. Ngalamunin apa sih." ucapnya kembali.

Aku memilih tetap diam sambil kembali melanjutkan langkah ku agar cepat sampai ke kelas. Rasanya aku tak sanggup bila harus melihat Reno yang masih asik berduaan dengan wanita itu.

Sementara Shinta masih tetap mengekor di belakang ku.

"Fir kenapa sih jalannya buru-buru begitu? kaya di kejar setan aja." ucap Shinta yang kini telah duduk di samping ku.

Aku yang masih belum bisa mengontrol emosiku masih tetap memilih untuk terdiam saja. Mungkin saat itu juga Shinta akan terheran-heran dengan gelagat ku.

"Fir, " ucapnya kembali.

"Hmm, " aku hanya menjawab dengan malas nya.

Apa yang aku lihat sedari tadi telah menghancurkan semuanya. Rasanya aku sangat malas untuk melanjutkan kembali hari-hari ku ini.

"Fir," panggilnya kembali.

"Iya," balasku malas.

"Kamu kenapa sih!" tanyanya masih penasaran.

Aku hanya menggeleng dengan lemah. Pertanda aku tak ingin di tanyai sedetail nya.

Bel istirahat pun telah usai. Semua siswa-siswi pun telah kembali masuk ke kelas masing-masing. Shinta pun sedari tadi tak mencolek atau membuka percakapan kembali.

Mungkin ia paham kalau aku sedang tak ingin di ganggu. Aku butuh waktu untuk mencerna semua ini. Aku butuh waktu untuk memahami dan sadar diri bahwa aku bukan lah siapa-siapa untuk diri Reno.

Sepanjang jam pelajaran aku hanya bisa melamun. Setiap guru menerangkan aku tak pernah memperhatikan. Aku terlalu sibuk dengan pikiran dan hati ku sendiri.

Kini hampir semua siswa sudah keluar dari kelas untuk pulang. Sedangkan aku masih duduk termenung di meja ku dengan menangkupkan kedua tangan ku sebagai tumpuan.

Shinta masih menemani ku di sini. Dia tak berani bertanya hanya sekedar menungguku sampai aku siap untuk pulang ke rumah.

Sedangkan aku masih tetap asik dengan duniaku sendiri. Sedari tadi pelajaran Berlangsung aku juga tak memperhatikan sama sekali. Rasanya raga ini sedang tak berposisi pada tempatnya.

"Fir, " ucap Shinta mulai membuka obrolan.

"Hmm, " balasku dengan rasa malas.

"Mau pulang kapan? Ini udah hampir setengah jam kita berdua di sini. Emang kamu mau tidur di sini." ucapnya yang mulai menghampiri ku.

Aku yang masih tak perduli dengan ucapan nya barusan masih terdiam.

"Fir!" ucapnya sedikit keras tepat di telingaku.

"Apa sih Shin teriak-teriak. Nanti kalau ketahuan guru baru tau rasa kalau di hukum."

"Guru apa maksud kamu? Kamu lagi ngalamun ya? Mikirin apa sih dari tadi." ucapnya dengan memberikan ku beberapa pertanyaan.

Aku yang sedari tadi masih melamun langsung tersentak dan mengedarkan pandangan ke kanan dan ke kiri.

Sepi! Kemana murid-murid yang lain. Kenapa semuanya menghilang. Yang tersisa hanyalah ada aku dan Shinta tanpa ada orang yang lain.

"Eh, kok sepi yang lain pada kemana, Shin?" ucapku mulai bertanya.

"Pulang!" balasnya acuh.

"Lho kok udah pulang. Emangnya ada rapat guru, ya?" ucapku masih belum mengerti.

"Rapat guru apaan! Lihat tuh sekarang jam berapa!" ucapnya setengah sewot.

Aku pun langsung mengikuti apa yang seperti Shinta perintahkan. Aku langsung mendongakkan kepala ku ke depan.

Aku pun kaget karena melihat jam sudah menunjukkan pukul 13.30 Wib.

"Lho kok udah jam segini! Kenapa kamu nggak bilang dari tadi sih Shin." ucapku sambil menata buku-buku yang berserakan di meja untuk segera aku masukkan dalam tas.

"Makanya jangan ngalamun terus! Dari tadi di ajak bicara malah diem aja sekalinya jawab malah 'Hmm' emangnya aku paham kalau kamu jawab begitu!" ucapnya.

Sedangkan aku hanya cengengesan saja untuk menjawab ucapan Shinta barusan.

"Hehe, yok pulang." ajak ku dengan senyum mengembang.

Sedangkan Shinta langsung mengekor di belakang ku tanpa menjawab lagi.

Kini suasana sekolah sudah lumayan sepi. Hanya ada beberapa segelintir siswa yang masih berkeliaran di sekolah.

Entah itu sedang ekstrakurikuler atau ada keperluan lainnya.

Aku berjalan sedikit pelan karena keadaan kaki ku yang masih terasa sakit di bagian lututnya.

Sedangkan Shinta sudah berjalan duluan di depan ku.

"Shin, tungguin napa? buru-buru amat perasaan." ucapku yang mencoba untuk menahan Shinta agar tak terburu-buru.

"Kamu aja yang buruan jalannya lelet amat. Mendung nih mau hujan. Emangnya kamu mau kehujanan." ucapnya dengan masih jalan terburu-buru.

Kelas kami memang berada di lantai atas sebelah ujung. Jadi perjalanan yang harus di tempuh juga sedikit jauh. Harus melewati lorong, turun tangga dan melewati lapangan sekolah.

Di lantai bawah masih ada beberapa siswa yang masih berada di dalam kelas. Entah itu sedang menyelesaikan tugas sekolah atau lainnya.

Banyak siswa yang masih berlatih basket di lapangan basket. Pandangan ku tertuju pada salah seorang siswa yang sedang bermain basket.

Dengan lihai nya ia bermain dengan sangat sempurna. Siapa lagi tentunya kalau bukan Reno. Langkah ku sempat terhenti dibuat nya.

Pandanganku masih tetap terfokus padanya. Hingga beberapa detik pandangan kami pun beradu. Dia melemparkan senyum simpul padaku.

Baru sesaat aku sedang membalas senyumannya. Datanglah dia! Perempuan yang aku temui tadi siang yang sedang bersenda gurau dengannya di depan ruang kelas.

Dia menghampiri Reno dan membawakan sebotol air mineral padanya. Reno pun menerima pemberian tersebut dengan tersenyum bahagia.

Siapa ia? Kenapa aku baru melihatnya sekarang? Apa ia pacarnya Reno!

Entahlah! Dari pada aku semakin sakit karena melihat mereka berdua. Aku lebih memilih untuk mempercepat langkah ku hingga dapat menyeimbangkan langkah Shinta yang sudah berjalan lebih jauh di depanku.

Shinta yang tertinggal di belakang ku langsung berlari hingga bisa menyeimbangkan langkah ku kembali.