Chereads / Cinta di Atas Angan / Chapter 10 - Jenuh

Chapter 10 - Jenuh

Kini aku sudah sampai di depan rumah. Perasaan dan hati ini masih tak bisa untuk aku ajak kompromi sama sekali. Rasanya hati ini sangat hancur melihat kebersamaan Reno dan perempuan itu untuk kedua kalinya.

Suasana sore ini juga sangat mendukung. Karena hujan gerimis datang dengan begitu cepatnya. Hingga membasahi dedaunan dan rumput di halaman rumah. Hingga sampai membasahi tanah. Sehingga meninggalkan aroma yang begitu khas nya.

Badan ini juga rasanya begitu menggigil sekali. Karena sewaktu pulang sekolah tadi saat sampai setengah jalan tiba-tiba hujan datang.

Aku yang saat itu masih melamun dan tak menghiraukan keadaan sekitar sehingga tak begitu menghiraukan hujan rintik-rintik yang datang membasahi seragam putih biru ku ini.

Bahkan aku juga tak mendengarkan panggilan Shinta yang menyuruhku untuk berteduh terlebih dahulu.

Sehingga aku pulang sampai rumah menjadi basah kuyup termasuk buku-buku yang berada dalam tas pun ikut basah semua.

"Fir, makan dulu, sudah matang nasi nya." suara panggilan ibu dari dalam rumah sana.

"Nanti bu, Fira belum lapar." ucapku tanpa menoleh sama sekali.

Hingga hari menjelang surup, aku masih termenung di kursi teras tanpa berpaling sedikit pun.

***

Kini hari sudah menjelang pagi. Sinar mentari pagi mulai mengintip dari celah kamar ku. Berusaha untuk mengganggu membangunkan ku dari tidur panjang ku.

Untuk hari ini aku lebih memilih untuk tak masuk ke sekolah terlebih dahulu. Terlepas diriku yang masih sakit dengan di tambah batuk dan pilek yang menyerang secara tiba-tiba.

Maka dari itu aku memutuskan untuk cuti dulu ke sekolah sampai aku benar-benar sembuh terlebih dahulu.

Untuk bangun dari tempat tidur saja, kepala ku sudah sangat berat dan pusing sekali. Apalagi aku harus berjalan kaki untuk sampai ke sekolah. Bisa-bisa bakal merepotkan orang lain nantinya.

"Fir, kamu nggak ke sekolah?" ucap ibu yang masuk ke kamar ku.

"Enggak bu. Badan Fira rasanya sakit semua." ucapku dengan suara berdengung.

"Masih panas badannya?" ucap ibu sambil duduk di pinggiran kasur ku.

Aku hanya mengangguk sebagai tanda bahwa aku meng-iyakan pertanyaan nya.

Tanpa pikir panjang ibu langsung memeriksa dahi ku dengan menempelkan punggung tangannya. Setelah itu, ia langsung pergi keluar kamar tanpa berkata sepatah kata pun.

Hingga beberapa menit ibu pun kembali dengan membawa penampan berisikan piring dan gelas.

"Kamu istirahat ya? ini ibu bawakan sarapan sama teh hangat." ucapnya sambil meletakkan di meja dekat kasur ku.

"Iya bu. Makasih ya." ucapku sambil tersenyum.

"Makan yang banyak biar cepet sembuh." ucapnya sambil mengelus pucuk rambut ku.

"Ibu nggak ikut bapak ke kebun?" ucapku mulai bertanya.

"Iya ini ibu mau berangkat ke kebun. Kamu tunggu di rumah sendirian nggak apa-apa kan?" tanyanya kembali.

"Iya nggak papa bu. Nanti juga mas Irwan pulang kan bisa nemenin Fira di rumah." ucapku sambil tersenyum.

"Ya sudah kamu makan dulu ya baru setelah itu istirahat. Ibu berangkat ke kebun duluan ya." ucapnya berpamitan.

Aku hanya mengangguk menanggapinya.

"Kamu hati-hati di rumah ya." ucapnya sambil menutup pintu kamar ku.

Kini yang ada hanya sepi yang datang hingga menyerang sampai ke dasar hati ku. Badanku saat ini rasanya sakit semua. Apalagi akibat flu dan batuk yang ikut menyerang sehingga menyebabkan aku semakin tak napsu untuk melahap habis makanan yang sudah ibu sediakan untukku.

Terlebih saat ini aku hanya di temani oleh suara kucing yang sering berkeliaran di sekitar rumah ku. Di sekitar kini memang sangat banyak kucing-kucing liar yang bahkan sengaja di buang dengan sengaja atau yang di tinggal pemiliknya begitu saja.

Jadi tak heran apabila disini banyak sekali kucing liar yang mungkin bisa masuk dan keluar sesuka hati mereka.

***

Kini matahari sudah sedikit naik ke atas. Itu tandanya hari sudah menjelang siang. Tapi sedari tadi tak ada tanda-tanda orang di rumah kecuali diri ku. Entah itu bapak, atau pun ibu belum pulang dari ladang.

Bahkan mas Irwan sendiri pun sedari pagi belum pulang sama sekali. Padahal ia juga tahu bila aku, adiknya saat ini sedang sakit. Apa sebegitu tak perduli nya ia pada ku. Apa tak pentingnya aku bagi hidupnya?

Sarapan yang sedari pagi ibu siapkan untuk ku pun masih bertengger pada tempatnya. Belum aku sentuh sama sekali. Rasanya perut ku belum merasakan lapar dari kemarin sama sekali.

Rasa nya tak ada selera untuk ku menikmati sesuap nasi yang ibu siapkan. Bahkan saat itu aku itu ibu sedang memasak lauk kesukaan ku yaitu ikan asin yang di goreng kering dengan di taburi bawang merah dan cabai yang di goreng kering.

***

Tokk... tokk..

Baru saja aku melamun beberapa saat, namun sudah di kaget kan dengan suara ketukan pintu dari luar sana.

"Siapa sih, siang-siang begini datang ke rumah." ucapku dalam hati.

Cukup lama aku masih duduk dengan santai nya di atas pembaringan. Rasanya badan ini sangat enggan untuk aku ajak berdiri. Apalagi sekedar melangkah beberapa langkah.

Untuk duduk saja rasanya kepala ini seperti sedang di ajak berkeliling tanpa rasa henti. Namun ketukan pintu di luaran sana masih tetap menggema hingga menggangu indra pendengaran ini.

Dengan rasa malas dan sedikit tertatih. Aku berjalan dengan tetap berpegangan pada tembok sebagai sandaran ku.

"Siapa, ya? " tanyaku dari dalam rumah.

Namun tak ada sahutan dari luar sana. Yang ada hanyalah ketukan pintu yang masih terdengar. Apa karena suaraku yang begitu lemah, sehingga orang di luaran sana tak mendengarkan pertanyaan ku.

"Siapa, ya?" ucap ku sekali lagi. Namun tetap nihil tak ada sahutan dari luaran sana.

Kini kurang beberapa langkah lagi untukku sampai di gagang pintu. Namun rasanya badanku sudah tak sanggup lagi menopang beban diriku.

Mau tak mau aku mencoba bersandar pada dinding tembok terlebih dahulu untuk beristirahat. Tak mau perduli dengan orang di luaran sana yang sudah lama menungguku untuk membukakan pintu.

Toh kenal saja aku belum tentu juga kan? Mengatasi diriku sendiri saja aku sangat kewalahan, gimana mau memikirkan orang di luaran sana iya kan?

Setelah di rasa kaki ini sudah cukup kuat untuk menopang beban ini, maka dengan hati-hati aku kembali melanjutkan langkah ku yang sedari tadi sempat tertunda itu.

"Tunggu sebentar," ucapku kala itu masih aku dengar ketukan pintu. Kini aku sudah berada tepat di belakang pintu. Aku berusaha mendorong pintu depan dengan sedikit tenaga yang masih tersisa ini.

"Siapa ya?" ucapku berbarengan dengan mendorong pintu tersebut hingga terbuka dengan lebar.

Aku menoleh ke samping kanan dan ke kiri untuk memastikan siapa orang yang sedari tadi mengetuk pintu. Namun sayang semuanya nihil.

Kosong! Iya, tak ada seorang pun di luaran sana. Tapi, siapa yang sedari tadi mengetuk pintu? Apa orangnya sudah pergi karena kelamaan menungguku untuk membuka pintu?

Aku yang tak mau memikirkan hal itu lebih lanjut, memilih untuk kembali menutup pintu dan melanjutkan lagi istirahat di dalam kamar.