Chereads / Cinta di Atas Angan / Chapter 6 - Jalan

Chapter 6 - Jalan

***

Karena takut mengganggu bapak yang sedang istirahat, akhirnya aku mengajak Reno untuk pergi dari rumah. Apalagi saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 siang.

Pasti sebentar lagi ibu akan pulang dari ladang. Bisa-bisa kalau ibu melihat Reno ada di rumah akan semakin runyam nanti urusannya. Apalagi kalau mas Irwan sampai tau bisa tambah berabe nanti.

Apalagi dia paling nggak suka kalau sampai ada anak cowok main ke rumah. Bisa-bisa di usilin abis-abisan nantinya.

"Fir, " ucapnya.

Aku yang sedari tadi ngalamun tak menjawab ucapannya barusan.

"Firrr, " ucapnya sambil mengerem mobil secara mendadak.

Aku yang sedari tadi ngalamun dan tak pegangan sama sekali langsung tertubruk dan kepala ku membentur helm yang ia gunakan.

"Aduh, bisa bawa motor nggak sih!" rutukku sambil memegangi dahi ku yang ke bentur helm nya.

"Lagian dari tadi di panggil ngalamun aja. Lagi mikirin apa sih, sampai nggak fokus begitu." ucapnya sambil melepaskan helm yang ia kenakan.

"Nggak papa kok." ucap ku sambil tetap mengelus dahi ku.

"Sakit, ya?" tanyanya tulus.

"Menurut mu!" ucap ku sewot.

Tanpa babibu Reno langsung mengelus dahi ku yang sakit dengan penuh ketulusan.

Aku yang merasakan kenyamanan hanya bisa terdiam sambil merasakan kehangatan yang ia berikan lewat sentuhan tangannya yang tulus.

"Udah nggak sakit kan?" ucapnya sesudah meniup dahi ku yang terasa sakit.

Aku yang merasakan kenyamanan hanya bisa terdiam dan membisu. Bagaimana aku nggak luluh kalau terus-terusan di perlakukan begini!.

"Hey, ngalamun lagi." ucapnya.

Aku yang merasa salah tingkah hanya bisa memalingkan wajah karena malu untuk menatap wajahnya yang lumayan tampan itu kembali.

"Lagi ngalamunin aku ya?" ucapnya dengan mengedipkan sebelah matanya.

"Geer banget sih perasaan jadi orang." ucapku pura-pura cuek.

"Tinggal jujur aja sih malu-malu gitu. Aku juga nggak akan marah kali. Malah seneng!" ucapnya dengan cengengesan.

"Heh, enteng banget perasaan kalau ngomong kaya tanpa dosa!" ucapku sewot.

"Kamu kalau lagi marah tambah manis." ucapnya sambil memandang wajahku dengan tersenyum manis.

Aku yang merasa sedari tadi di gombalin hanya bisa pura-pura jual mahal. Padahal sedari tadi rasanya perasaan ku sedang terbang tinggi ke angkasa sampai langit ke tujuh.

Rasa-rasanya, kalau hati ini terlihat bisa-bisa semua orang pasti akan melihat betapa berbunga-bunga nya hatiku saat ini juga. Namun sayangnya perasaan ini tetap bisa aku tutupi dengan sikap cuek ku yang terus aku berikan kepadanya.

"Fir," ucapnya.

Aku yang masih berdebat dengan hatiku hanya bisa terdiam tak menjawab ucapannya barusan.

"Firr," ucapnya sekali lagi sambil menepuk pelan pundak ku.

"Eh, apaan sih teriak gitu! Bikin kaget aja! Dipikir aku tuli gitu sampai manggil aja kenceng gitu!" ucapku terus mengomel.

"Lagian dari tadi ngalamun terus mikirin apa sih? atau jangan-jangan grogi ya? gara-gara ada di samping ku dari tadi?" ucapnya kepedean.

"Eh, " ucapku kaget karena mendengar ucapannya barusan.

"Bisa nggak sih nggak usah kepedean kalau ngomong. Aku sampai eneg lho dari tadi dengar gombalan kamu."

"Masa' sih? Bukannya malah seneng ya?"

"Dasar cowok kepedean!" ucapku jengkel.

"Firr, " panggilnya lagi.

"Apa!" jawabku ketus.

"Kita ini sebenarnya mau kemana sih? Masa dari tadi mau di atas motor terus. Kaya ABG pacaran tanpa modal aja."

Aku yang sedari tadi tak memperhatikan. Ternyata kita berdua masih duduk di atas motor di pinggir jalan. Dengan disaksikan beberapa pasang mata yang lalu lalang sedari tadi.

Bodoh! kenapa bisa aku se ceroboh ini? Bisa-bisanya tanpa malu aku bercengkrama dengan seorang lelaki di atas motor dengan pede nya.

"Jalan!" perintah ku sambil menepuk bahunya.

"Kemana?" jawabnya bingung.

"Udah jalan aja nanti aku kasih tau."

Tanpa membantah lagi Reno pun langsung malajukan motornya secara perlahan. Sinar matahari telah sampai di atas kepala. Rasanya sangat terik sekali. Namun semuanya kalah dengan hadirnya angin yang begitu sepoi-sepoi menerpa wajah dan anggota tubuh ini.

Apalagi bagi pasangan anak muda yang sedang di mabuk asmara. Mau panas, hujan bahkan tsunami datang pun nggak akan bisa membuat jera untuk pasangan yang sedang di mabok asmara ini.

"Kita mau kemana?" ucapnya mengulangi.

"Entah!" jawabku.

"Terus?"

"Muter-muter daerah sini terus juga boleh deh sebosan kamu!" jawabku asal.

"Kamu nggak lapar, Fir?"

"Enggak."

Baru saja aku selesai menjawab pertanyaan nya. Sedetik kemudian perutku berbunyi dengar kerasnya.

Dasar nggak bisa di ajak kompromi! gerutuku pada diriku sendiri. Terutama perut ini yang membuat aku malu di hadapan Reno.

"Beneran nggak lapar?" ucapnya menggoda.

"Hmm,"

"Nggak kasihan itu sama perut sampai bunyi keras begitu. Beneran nggak mau nih?" ajaknya lagi.

"Ya sudah ayo makan." ucapku terpaksa dari pada lapar tapi harus di tahan kan aku juga yang rugi. Iya, nggak?

"Mau makan apa?" tanyanya.

Perasaan baru pertama kali ini deh aku ketemu sama cowok tapi cerewet begini banyak tanyanya lagi. Biasanya kan cowok selalu cuek.

"Terserah!" jawabku asal.

"Aku ngikut kamu aja kamu pingin makan apa." jawabnya lembut.

"Dasar nggak punya pendirian!" jawabku.

"Nanti kalau ikuti selera malah salah lagi. Perempuan itu emang bikin pusing ya? Nggak nanya salah. Di tanya makin salah. Maunya bener sendiri pula."

"Iya dong. Ladies first one." jawabku sombong.

"Iya iya percaya. Terus mau makan apa?"

"Terserah aja yang penting bisa bikin kenyang."

"Beneran terserah nih." ucapnya memastikan.

"Iya,"

"Ya sudah kita makan di warung langganan ku yuk?"

"Ya udah ayok, let's go!!" jawab ku semangat.

Dan yang pastinya apa sih yang nggak buat makan. Apalagi yang gratisan. Iya nggak? Ya pasti iyalah, wkwk.

Kami pun akhirnya berhenti di sebuah warung pinggir jalan raya. Di situ bertuliskan Warung Makan Mak Lim. Dan juga ada menu-menu dari soto, nasi rames, opor, lontong campur dan lainnya. Dan yang paling menyenangkan lagi disitu tertulis menu kesukaan ku juga. Apalagi kalau bukan semur jengkol dan pete.

Kami pun masuk dan menunggu ibu pemilik warung yang sedang mengobrol dengan seseorang pembeli. Mungkin ia sedang berhitung terlebih seorang pembeli tersebut menyodorkan beberapa lembar uang kepada ibu tersebut.

Setelah ia selesai melayani pembeli tersebut, ia langsung berbalik ke arah kami dan tersenyum.

"Mau makan apa, Dik?" tanyanya ramah.

"Nasi rames buk." ucap Reno.

"Kamu mau makan apa?" tanyanya pada ku.

Tanpa pikir panjang aku langsung menjawab dengan semangat nya.

"Nasi semur jengkol dan pete buk, pakai sambal tomat sekalian. Nasinya yang banyak kalau perlu dua porsi juga gak papa." ucapku yang di akhiri dengan senyum mengembang.

Setelah semuanya beres, ibu tersebut langsung menyajikan pesanan kami.

"Kamu nggak salah pesan makanan kaya gitu? Nasinya banyak banget lagi. Belum makan setahun ya?" ucapnya sambil melongo tak percaya.

***