Cukup lama aku tak membuka pintu, karena memang aku harus menyelimuti bapak dahulu yang mulai terlelap baru aku bisa meninggalkan nya untuk keluar.
Suara ketukan juga sudah tak terdengar lagi. Atau memang orangnya juga sudah pulang ya, karena aku lama menemuinya, batin ku dalam hati.
Pelan-pelan aku mulai membuka gagang pintu dengan sedikit menariknya, karena memang pintu di rumahku sedikit susah saat akan di buka. Namun sangat mudah apalagi akan di tutup.
Setelah pintu terbuka, berdirilah seorang pria dengan pakaian celana jeans dan memakai jaket kulit. Badannya yang sedikit kurus tapi tinggi aku perkirakan usianya seusiaku. Tapi siapa dia? Apa mungkin teman mas Irwan. Tapi kenapa datang saat mas Irwan tak ada di rumah.
Cukup lama aku berdiri di ambang pintu dengan memperhatikan dia dari belakang. Aku sibuk berdebat dengan kata hatiku sendiri sampai lupa untuk menanyakan siapakah gerangan yang datang.
"Siapa, ya?" ucapku memecahkan keheningan diantara kita berdua.
Sedetik dua detik tak ada jawaban darinya. Dia tak bergeming atau berubah dari posisinya berdiri semula. Apa dia tuli, ya?
Karena di kuasai rasa penasaran yang sangat tinggi. Terpaksa aku berjalan beberapa langkah untuk menghampiri nya yang masih berdiri mematung di depan ku.
Tanpa basa-basi lagi aku langsung menepuk pundak nya sambil berucap, "Siapa, ya?" ulang ku kembali. Ada perasaan sedikit tegang saat aku menyentuh bahunya.
Rasanya ada rasa yang sangat sulit aku ungkapkan saat itu juga. Rasa-rasanya aku sangat familiar dengan orang ini. Tapi, siapa? Pikir ku.
Berapa detik kami berdua masih tetap pada posisi semula. Hingga sampai dia mulai memalingkan badannya dan menatap lekat wajahku sambil tersenyum memamerkan beberapa deret gigi depannya.
Aku yang kaget melihat kehadiran nya di depanku saat ini hanya bisa diam sambil melongo tak percaya.
Bagaimana dia bisa berada di sini? Kenapa dia bisa tahu rumah ku? Lalu ada urusan apa dia sampai datang menemui ku?
Cukup lama aku terdiam dan menerka-nerka sendiri jawaban dari pertanyaan yang aku munculkan dalam hatiku.
"Hey, kok diam aja." ucapnya sambil menepuk kedua tangan tepat di depan mata ku.
Aku yang memang cukup kaget jadi salah tingkah di buatnya.
"Eh," ucapku kaget.
"Ngalamun aja. Lagi terpesona dengan ketampanan ku ya," ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Yeee, geer aja kamu. "ucapku sewot.
"Hehe, jujur aja ngapa! daripada malu-malu begitu."
"Kamu ngapain kesini?" balasku sewot.
"Ketemu kamu!" ucapnya sambil tersenyum.
"Eh," balasku kaget.
"Kamu tahu rumahku dari mana? " ucapku melontarkan beberapa pertanyaan kepadanya.
"Dari ikatan hati kita." jawabnya asal.
Bisa stres sendiri kalau terus berhadapan dengan orang model begini, batin ku.
"Eh, ini nggak dipersilahkan duduk gitu? Masa dari tadi ngobrol sambil berdiri terus." ucapnya sambil mendahului ku masuk ke dalam rumah.
Dasar nggak sopan!!! batinku.
"Hey, kan aku belum mempersilahkan masuk. Kenapa nyelonong masuk aja sih." ucapku menyusulnya masuk ke dalam.
Ternyata dia sudah menempatkan bokongnya pada kursi kayu yang tertata di ruang depan. Dengan meletakkan kakinya pada atas meja.
"Heh, turun nggak! Aku panggil bapakku lho biar di marahin." ancam ku.
"Panggil aja. Malah enak sekalian kenalan." ucapnya acuh.
Aku yang mendengar jawabannya hanya bisa melongo tak percaya.
"Ini nggak nawarin minum atau cemilan apa gitu? "
"Lha itu kayu makan aja habiskan kalau bisa."
"Lah seriusan! Kalau tak bawa pulang aja gimana? sekalian yang punya yuk!" jawabnya terus menggoda ku.
"Heh, enak aja. Kirain aku barang atau gimana?" jawabku ketus.
"Udah sana bikinin minum, atau aku ambil sendiri?" jawabku.
Tanpa menjawab aku langsung berjalan ke arah dapur. Mau bagaimana lagi? Daripada ia berbuat hal yang lebih konyol lagi. Malah berabe nanti.
Setelah celingak-celinguk di dapur, ternyata memang saat itu tak ada apa-apa. Mau buat teh pun gula habis, sirup nggak punya. Yang ada hanya air putih dingin yang menghiasi di setiap pintu benda berbentuk persegi panjang ini.
Mau tak mau aku hanya menghidangkan sebotol air dingin dan 2 gelas di atas nampan. Untuk cemilan! Hanya ada angin yang dengan bebasnya di hirup sesuka hati.
"Ini," ucapku sambil meletakkan nampan tersebut.
Tanpa protes atau pun apa, ia langsung meneguk 2 gelas langsung tanpa jeda. Kesurupan kali ya? pikir ku.
"Habis maraton ya? Minum sampai langsung 2 gelas kaya gitu." ucapku tak percaya.
"Hehe, iya maraton biar cepat ketemu bidadari." ucapnya sambil cengengesan.
Aku yang saat itu belum paham arah pembicaraan nya, hanya menjawab asal.
"O gitu, ya udah sana nanti di tungguin pacar kamu lho." ucapku setengah mengusir.
"Kan bidadari nya udah ada di depanku." ucapnya genit.
"Whattt! siapa? Aku!" ucapku dengan mengacungkan tangan pada diri ku sendiri.
"Ya iyalah kamu kan memang bidadari di hatiku." ucapnya lagi.
Aku hanya bergidik ngeri mendengar ucapannya bagusan. Tapi sebenarnya ada perasaan yang sangat sulit untuk di artikan saat itu juga. Apa ini perasaan cinta! ah nggak mungkin.
"Hey, ngalamun aja. Lagi mikirin aku ya? ngapain di pikir kan aku lagi di hadapan mu." ucapnya.
Aku yang sedari tadi di gombalin semakin bingung di buatnya.
"Bisa-bisa stres kalau terus ngomong sama orang model an begini." ucapku sambil memalingkan wajah.
"Apa stres? seterusnya tresno awakku?" ucapnya.
Aku hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar ucapannya barusan. Kalau di gombalin terus bisa-bisa luluh beneran nih hatiku! batinku sambil menepuk dahi ku sendiri.
"Eh, kenapa di tepuk gitu? emang ada nyamuk?" ucapnya.
"iya," ucapku asal.
"Hey, nyamuk jangan sentuh bidadari ku, aku aja yang sedari dulu mencintainya belum pernah sama sekali menyentuhnya. Eh, kamu malah berani-beraninya membuatnya terluka. Awas ya kalau kamu begitu lagi, bakal aku musnahkan dari muka bumi ini." ucapnya sambil berdiri. Seolah-olah ia sedang berpidato di depan siswa yang sedang upacara.
Gawat kalau bapak sampai bangun, bisa-bisa masalah nanti.
"Eh, apaan sih! Belum minum obat ya!" ucapku sambil menarik tangannya untuk duduk kembali.
Dia hanya cengengesan mendengar Omelan ku barusan.
"Dasar kurang waras!" umpat ku lagi.
"Aku begini juga karena kamu kali, fir." ucapnya sambil menyentuh tanganku.
Aku yang tersentak karena sentuhan tangannya langsung berdiri dan beralih tempat duduk untuk menjauh darinya.
"Kok pergi sih."
"Jijik tauk. Kamu kesini ada perlu apa sih sebenarnya? Tau rumahku juga dari siapa coba?" ucapku kembali.
"Pingin ketemu kamu. Sekalian mau ketemu calon mertua." ucapnya.
"Aku serius!"
"Aku dua rius malah." aku yang mendengar jawabannya hanya geleng-geleng kepala nggak percaya.
"Fir, aku serius suka kamu!" ucapnya sambil berlutut di hadapan ku.
***