"Bu, nanti kalau udah lulus Fira mau melanjutkan ke sekolah impian Fira ya," ucapku kala itu.
"Iya Nduk. Makanya kamu do'a in Ibu biar banyak rezekinya ya. Biar hasil perkebunan juga baik biar nanti ibu bisa membiayai sekolah kamu sampai tinggi. "
"Iya bu, makanya mas Irwan suruh kerja napa sih bu! Daripada kerjaannya cuma makan, tidur, main mulu. Cuma jadi beban keluarga aja!" balasku acuh.
"Hushh, kamu ini kalau bicara kaya nggak punya sopan santun aja. Nggak baik ngomong kaya gitu Nduk, apalagi itu kakak kamu juga. "
"Kan bener si kata Fira bu, emang faktanya juga begitu. " ucapku acuh.
"Apa kok nyebut-nyebut namaku? " Ucap kak Irwan yang baru nongol dari dalam.
"Kakak itu daripada di rumah kerjaannya cuma makan, tidur, main coba cari kerja biar bisa bantu ekonomi keluarga! Nggak cuma jadi beban keluarga aja!" ucapku sewot.
"Halah kaya kamu nggak ngaca aja, kalau selama ini juga kamu jadi beban keluarga. Nggak ngaca kalau keinginan kamu nggak di turutin kamu bakal ngamuk-ngamuk he!" sentak nya.
"Kok malah gantian nyalahin kaya gitu sih!!" ucapku sambil acak pinggang.
"Kan emang faktanya begitu sih. " ucapnya sambil berlalu pergi meninggalkan kami berdua.
Baru aku akan membuntuti kak Irwan, ibu buru-buru memegang tanganku untuk tak meladeni ucapan kakak ku barusan. Agar tak terjadi adu mulut antara aku dengan mas Irwan.
"Ibu ini kenapa sih!" ucapku kesal sambil menghentakkan kakiku secara berganti an.
"Kenapa apanya Nduk? " balasnya.
"Kenapa malah belain mas Irwan sih! Kan kalau Ibu belain terus bisa-bisa tambah ngelunjak. Bukannya malah berubah jadi yang lebih baik. "
"Nduk, kamu kaya nggak tau sifat kakak kamu aja. Dia kalau di kekang kan emang tambah ngelunjak. Nanti yang ada saling musuh sama yang lainnya."
"Ah ibu, sama anak sendiri aja kalah. Nggak Ibu nggak bapak sama aja kalau sama mas Irwan nggak ada yang berani." ucapku sambil masuk ke dalam.
Ini bukan kali pertama aku marah dengan sikap ibu kepada mas Irwan. Bapak pun akan bersikap sama apabila aku memarahi mas Irwan. Ia pasti akan langsung melerai kami berdua untuk tidak bertengkar tanpa ada hasil yang dapat membuatku bisa puas.
Bapak sendiri memang memiliki sifat yang berbeda di antara kami bertiga. Bapak lebih pendiam dan selalu berbuat adil kepada kami berdua. Sedangkan ibu sendiri lebih dominan ke cerewet tapi sedikit pilih kasih terhadap aku dan mas Irwan.
Sejak kecil memang ibu lebih perhatian dan selalu membanggakan mas Irwan, sangat berbanding terbalik saat memperlakukan ku. Apabila mas Irwan yang butuh sesuatu ibu akan langsung sigap untuk membantu nya. Tapi hal itu tidak berarti untuk diriku.
Sedangkan keseharian kami lebih sering kami habiskan bersama ibu. Karena bapak akan pergi ke ladang pagi hari dan pulang menjelang siang. Dan berangkat lagi, dan pulang hampir petang. Sedangkan ibu akan ikut bapak untuk sedikit membantu daripada bosan di rumah sendirian.
Hampir setiap hari juga aku merasa jenuh dengan kegiatan di rumah. Yang ada hanyalah mendengarkan orang mendengkur setiap saat dengan kerasnya. Siapa lagi kalau bukan mas Irwan tentunya. Manusia yang memiliki kebiasaan paling enak di dunia ini.
***
"Fir, besok main yuk. " ajak Reno.
Dia adalah salah satu dari sekian lelaki yang mendekati ku. Tapi tak sepenuhnya semua harapan aku berikan kepastian. Bahkan ada yang hanya aku gantung dan tak kunjung aku berikan kepastian apapun.
Bahkan ada yang terang-terangan aku tolak di depan wajahnya. Tapi tetap saja berusaha untuk mendekati ku. Padahal sudah aku bilang bahwa dia tidak termasuk dalam kriteria cowok idaman ku sama sekali.
Iya kalau tinggi, putih nggak masalah. Lah ini udah dekil, gendut, hitam, wajah nggak mendukung pokoknya nggak ada sesuatu hal yang bisa di banggakan darinya. Makanya secara terang-terangan aku menolaknya secara mentah-mentah di depan banyak orang. Entah dia bakal sakit hati atau apalah aku juga tak peduli.
"Main kemana emang?" jawabku sambil fokus membaca novel kesukaan ku. Bahkan aku tak sedetikpun mengalihkan pandanganku untuk melihat wajahnya.
"Kemana aja asal sama kamu. " rayunya.
Rasanya aku sudah muak mendengar semua ucapannya. Banyak kepalsuan dan ke dustaan yang terselip di dalam rayuannya. Tapi bagiku yang sudah hafal betul sifat Reno sedari dulu. Maka, tak tersentuh sedikit pun hatiku untuk bisa menyukai nya.
Padahal sudah terlalu sering dia mengutarakan perasaan nya padaku. Tapi entah itu perasaan sungguhan atau hanya main-main semata. Karena satu sekolah pun mungkin tau siapa Reno sebenarnya.
Cowok dengan penampilan yang bisa di bilang di atas rata-rata, tapi sedikit urak-urakan. Walaupun begitu banyak wanita yang tertarik dan jatuh hati padanya. Tapi tidak denganku.
Bagiku dia hanya lah seorang play boy yang menabur benih-benih cinta pada setiap wanita yang di lihatnya. Itu juga sebuah poin, dimana sampai sekarang aku tak pernah menyukainya. Padahal sudah sejak dulu dia selalu mendekati bahkan selalu melontarkan rayuan-rayuan gombal nya.
"Enggak ah, aku sibuk!" balasku ketus.
"Kenapa sih Fir, setiap aku ngajak kamu jalan selalu aja kamu tolak." ucapnya memelas.
Sebenarnya dari dalam lubuk hati, terkadang aku juga merasa kasihan padanya. Namun, mau bagaimana lagi. Aku juga tak ingin memberikan harapan palsu padanya.
"Ya enggak apa-apa, cuma kamunya aja ngajak nya di saat yang tidak tepat." balasku masih tetap fokus membaca.
"Terus kapan coba kita bisa jalan-jalan berduaan gitu."
"Emangnya harus ya?" balasku mulai memandang wajahnya.
"Ya iya dong Fir." jawabnya sambil menaikkan salah satu alisnya.
Saat itu juga rasanya hampir saja aku terpesona melihat wajahnya yang cukup tampan. Apalagi di tambah senyumnya yang sangat menawan. Sehingga sedikit menggelitik jiwaku yang paling terdalam.
"Oo, gitu." jawab ku pura-pura acuh kembali.
Padahal jantungku rasanya berdetak tidak karuan saat itu juga. Tapi aku masih tetap berusaha cuek untuk menutupi semuanya.
"Fir, " ucapnya.
"Fira." panggil nya sekali lagi.
"Apa!" jawab ku sewot.
"Jutek amat perasaan dari tadi." balasnya.
Aku tak menggubris ucapannya lagi. Merasa risih menjadi pusat tontonan semua orang. Aku pun memilih untuk bangkit dari tempat dudukku. Dengan membawa buku novel yang masih ku pegang dalam genggaman ku.
Baru saja beberapa langkah aku berjalan. Terdengar suara, "Fir, Aku suka Kamu." ucapnya sambil tak berkutik dari tempatnya semula. Dari mimik wajahnya terpancar keseriusan di dalam nya.
Aku yang semakin di buat malu dengan perilaku Reno barusan memilih untuk pergi dari tempat itu sekarang juga, dari pada semakin malu. Iya kan?
***