Chereads / Sweet Hostage / Chapter 20 - 20. Titik Sensitif

Chapter 20 - 20. Titik Sensitif

"Yena, berhenti!"

"Tidak! Tidak! Tolong jangan mengejarku, biarkan aku pergi!!!" Gadis itu berlari dengan sekuat tenaga. Menapaki bebatuan yang menanjak dengan kepayahan. Darah mengucur dari luka-luka di kakinya.

Meski begitu, ia tidak memiliki niat untuk berhenti dan menyerahkan diri pada ular itu.

"Yena! Berhenti ... jangan pergi!!!"

"Tolong! Siapa pun tolong aku!" Gadis itu berteriak, namun sekeras apa pun ia berusaha kakinya yang mungil sudah goyah. Pada akhirnya ia tersandung dan jatuh berguling-guling ke bawah.

Rasanya sakit, dia merasa tubuhnya telah hancur. Penglihatannya kabur, beberapa saat setelah tersadar ia mendapati dirinya berada di sebuah gua yang lembab dan sesuatu yang dingin merayap ke atas tubuhnya.

"Ti-tidak ... Lee Shan, kumohon ... jangan lakukan ini padaku!!"

...

"Ahh!!" Yena tersentak bangun dari tidurnya. Jejak ketakutan masih terlihat kental di wajahnya yang pucat.

"Mimpi buruk itu lagi ...." Ia mengusap wajahnya cemas. Sudah berapa lama, mimpi mengerikan itu kembali datang ke dalam tidurnya. Yena sudah hampir melupakan ini, tetapi sekarang dia kembali sadar bahwa ular dalam mimpinya itu memang benar Lucifer.

Menakutkan. Kecemasan di hati Yena semakin menjadi. Semalam dia menangis sampai tertidur. Dia mengira bisa melupakan sejenak tentang Lucifer, tapi siapa sangka mahluk itu juga mengganggunya dalam mimpi.

"Padahal sedari awal aku sudah ditunjukkan betapa berbahayanya Lucifer lewat mimpi, tapi aku masih saja terpedaya." Yena tersenyum masam, mengejek kebodohannya.

Saat ini sosok kecil Leon masuk membawakannya sarapan.

"Hallo, sarapan sudah tiba!" Leon seperti biasa mengumumkan kedatangannya.

Melihat bocah itu cahaya simpati melintas di mata Yena.

Setelah Leon meletakkan makanan yang dibawanya Yena menarik lengan kecil anak itu dan membuatnya terkejut.

"Eh? Ada apa?" Leon menatap Yena heran.

"Apa kamu ... juga pliharaannya?" tanya Yena.

"Huh?" Leon mengerutkan keningnya lantas menggeleng.

"Bukan. Aku bukan peliharaan siapa pun. Jenis burung sepertiku sangat lemah. Aku dan Lucifer hanya bersimbosis mutualisme. Aku menuruti semua perintahnya dan sebagai gantinya Lucifer akan memberikan perlindungan padaku." Leon berkata, seolah dia tau apa yang ingin Yena ketahui.

"Begitukah? Lalu ... bagaimana caranya Lucifer melindungimu. Apakah Lucifer juga memberikanmu simbol?" tanya Yena.

"Ini. Ini adalah tanda perlindungan dari Lucifer." Leon menyingkapkan celananya dan memperlihatkan sebuah simbol berbentuk abstrak di kakinya. Simbol yang sama sekali berbeda dengan yang ada di pundak Yena.

"Mengapa berbeda dengan simbol milikku? Jika itu adalah tanda perlindungan maka apa artinya simbol yang ini? " Yena memperlihatkan pundaknya kepada Leon.

Melihat tanda berbentuk mata Imoogi di pundak Yena, Leon tampak agak terkejut.

Dia mengerutkan keningnya dan berkata dengan sedikit sungkan, "Itu ... tepat seperti yang kamu pikirkan. Itu adalah simbol perbudakan."

Meski sudah tau, Yena tetap merasa sakit hati saat mendengarnya. Jadi perkataan Lucifer tadi malam yang mengatakan kalau dia memberikan simbol itu untuk melindungi Yena hanyalah omong kosong.

Jika benar-benar hanya ingin melindunginya kenapa dia tidak memberikan simbol perlindungan seperti milik Leon saja?

Di mata mahluk itu, sepertinya dirinya hanyalah gadis lugu yang gampang dibodoh-bodohi. Yena memeluk kaki dan menenggelamkan wajahnya di antara dua lutut.

Leon tidak tau dia sedang menangis atau tidak. Ia hanya merasa prihatin.

"Makanlah. Kamu belum makan dari kemarin," ujar Leon.

"Aku tidak lapar," lirih Yena.

"Makanlah, setidaknya kamu harus punya sedikit tenaga untuk melarikan diri."

Mendengar ucapan Leon, Yena mengangkat kepalanya dan menatap bocah itu bingung.

Leon menghela napas. Ia mengambil semangkuk dimsum yang baru dibawanya kemudian mengaduk-aduknya dengan hati-hati.

Sembari berkata denga pelan, "Wilayah ini lumayan berbahaya, tapi karena kau punya simbol dari Lucifer maka kau akan baik-baik saja. Ikuti saja pohon willow yang tumbuh di sepanjang jalan maka kamu akan keluar dari wilayah ini," tutur Leon.

Kedua netra sayu Yena perlahan menyala setelah mendengarnya. Namun ia masih menatap Leon dengan bingung.

"Kenapa kamu mau membantuku?"

"Ini demi kebaikan Lucifer," katanya sembari menyodorkan mangkuk buburnya pada Yena.

Di ruang tengah, sosok menawan jelmaan Imoogi itu duduk santai di sofa, mengerjapkan mata merahnya dan tersenyum tipis.

Leon yang baru saja keluar dari kamar tampak tidak terkejut saat melihat Lucifer di ruang tengah. Ia berjalan menghampiri dan berdiri di sampingnya seolah Lucifer baru saja memerintahkannya.

"Apa dia sudah mau makan?" tanya Lucifer.

"Ya." Leon menjawab singkat.

"Leony, kau tau betul aku tidak bisa memukulimu yang menggunakan sosok tubuh anak kecil. Tapi kali ini aku sepertinya tidak bisa menahan diriku. Bagaimana menurutmu?" Suara pelan nan dingin Lucifer merambat ke udara.

Leon membungkukkan punggungnya kepada Lucifer dan berkata dengan patuh, "Silakan. Kau boleh membunuhku, sebagaimana kau membunuh seluruh ras gagak dulu. Tapi, tolong biarkan Yena pergi."

"Sshh." Terdengar Lucifer tertawa kecil.

"Lucu sekali! Mengapa kau ingin membantunya melarikan diri? Bahkan memberitahunya jalan keluar padahal kau tau itu semua sia-sia. Akhir-akhir ini kamu sering membangkang, yah? Apa kau perlu pendisiplinan dariku?" Mata Lucifer berkedip dingin.

...

Di kamar, Yena masih duduk di atas tempat tidur sembari menatap pada mangkuk bubur di tangannya. Lebih tepatnya menatap pada huruf-huruf kecil yang digambar pada permukaan bubur tersebut.

"TITIK SENSITIF DI TUBUH LUCIFER BISA MEMBUATNYA PINGSAN."

'Titik sensitif ....' Yena mengerutkan alisnya.

Krakk

Pintu kamar terbuka dan Lucifer masuk.

Yena segera mengaduk buburnya dengan sendok untuk menghilangkan pesan tersembunyi itu.

"Masih belum makan?" Lucifer menghampiri dan duduk di sebelahnya membuat Yena bergeser menjauh. Namun, Lucifer memegang tangannya dan menariknya kembali hingga membuat gadis itu hampir tersungkur ke pelukannya.

"Kalau kau tidak mau makan, maka aku yang akan memakanmu," ancam Lucifer sembari mengikis jarak di antara wajah mereka.

Yena tidak peduli dengan tatapan netra merahnya yang menghipnotis dalam jarak sedekat itu. Saat ini, pandangannya hanya fokus pada pundak Lucifer.

'Titik sensitif ....' Gadis itu perlahan mengulurkan tangannya dan memegang pundak Lucifer membuat pria itu tersentak.

Seperti yang diduga, ekspresi Lucifer berubah menjadi tegang saat titik sensitifnya itu 'diserang'.

'Tapi ... bagaimana cara membuatnya pingsan?' Yena tidak mengerti. Namun, tangannya dengan mandiri meremas pundak pria itu.

Tentu, begitu saja tidak akan membuatnya pingsan. Namun, rekasi apa itu? Yena melihat wajah Lucifer yang senantiasa selau dingin atau datar, kali ini sangat tegang dan memerah seperti apel.

'Ah! Sedikit lagi dia akan pingsa--"

Cup

!!!

Bola mata gadis itu melebar. Dia ... tidak tau apa yang baru saja terjadi. Yang jelas, saat ini sesuatu yang sangat dingin menyerang bibirnya.

'Apa-apaan ....'

Bukh

Lucifer mendorong tubuh lemah gadis itu ke bawah dan menciumnya dengan lepas kendali.

Meski terpana, Yena tak melupakan tujuannya. Seiring dengan cepatnya irama Lucifer, tangannya juga semakin erat mencengkram pundak pria itu hingga kuku-kukunya yang lumayan panjang menembus kulit Lucifer.

Angin dingin berhembus masuk lewat ventilasi ruangan. Yena merasakan ciuman Lucifer sudah semakin melemah. Ketika sudah tidak merasakan gerakan dia mendorong pelan pria yang sudah tidak sadarkan diri itu.

Benar-benar pingsan.