"Aku akan mengembalikan Yeouiju-mu ke tempat dimana aku menemukannya. Semoga kita tidak akan bertemu lagi," lirih Yena. Ia menatap rumit pada wajah rupawan Lucifer yang telah terlelap dalam ketidaksadaran.
"Selamat tinggal," ucap Yena. Ia bergegas mengambil tasnya lantas pergi.
Begitu melangkah keluar dari rumah tersebut Yena langsung merasakan hawa yang dingin menyerbunya.
Tempat ini tidak jauh berbeda dengan kota mati yang mereka tempati sebelumnya. Malah, tempat ini jauh terasa lebih dingin dan mati.
Kegelapan menyelimuti seluruh penjuru, rumah ini tampak mencolok karena satu-satunya yang bercahaya.
Sejujurnya Yena merasa sangat takut, namun ia memantapkan hatinya dan mulai melangkah diterangi oleh senter dari ponselnya.
"Pohon willow .... ini dia." Yena mengikuti pohon willow yang berjejer dengan langkah cepat.
Namun, baru saja mengambil beberapa puluh langkah sosok yang menakutkan melompat entah dari mana dan mencegatnya.
"Ahh!" Yena refleks mundur.
"Khihihihi ...." Hantu yang ternyata Cheuksin itu tertawa renyah melihat reaksi Yena.
Melihat kalau ternyata itu si Cheuksin Yena mendengus pelan, "Mau apa kamu?"
"Jangan galak. Aku akan membantumu keluar dari sini," ujar Cheuksin itu sembari berdiri.
"Membantuku? Kenapa kamu mau membantuku?" Yena menyipitkan matanya.
"Yah bagaimana yah ...." Cheuksin itu bangkit.
Yena agak terkejut melihat mahluk itu bisa berdiri tegak. Dia ternyata tinggi.
"Imoogi adalah mahluk mengerikan, jika waktu itu kau tidak menghentikannya dia pasti sudah membunuhku. Jadi kau bisa menganggap ini sebagai balas budi," ujar Cheuksin itu.
"Oh? Jadi kamu mau membantuku sebagai balas budi? Tapi bagaimana bisa aku percaya?" Yena berkata skeptis.
"Mencari jalan keluar dari tempat ini sangat sulit, jadi biarkan aku memandumu. Lagipula bagaimana kamu bisa menghadapi mereka? Meski tidak bisa menyentuhmu tapi mereka mungkin akan memblokir jalanmu. Derajatku setingkat lebih tinggi dari mereka, kalau aku bersamamu mereka takkan berani macam-macam," ujarnya sembari mengedarkan pandangannya ke sekitar.
Yena tidak yakin apakah Cheuksin ini benar-benar bisa melihat sementara seluruh wajahnya ditutupi rambut.
Namun, mahluk-mahluk yang berniat jahat itu memang benar-benar adanya. Mereka terus mengintainya sejak dia melangkah keluar dari rumah.
Yena yang penakut mengaku sulit berjalan sendirian di tengah-tengah lautan hantu ini.
"Baiklah. Kau boleh membantuku," ucap Yena.
Perkataannya yang sombong itu membuat si Cheuksin tertawa.
"Khihihi baiklah, ikuti aku," ujarnya seraya mulai berjalan.
"Tolong berhenti tertawa seperti itu," tegur Yena sembari mengikutinya.
Diterangi cahaya ponsel, Yena berjalan cepat mengikuti langkah besar Cheuksin itu.
Dia berusaha untuk tidak memedulikan beribu pasang mata yang menatapnya dengan dahaga dari kegelapan. Jika saja tidak ada simbol dari Lucifer, Yena tidak bisa membayangkan akan seperti apa nasibnya.
Dia benar-benar tidak bisa lengah, bahkan dia juga harus waspada pada hantu yang sekarang sedang memandu jalannya.
Setelah beberapa saat, Yena berhenti melihat Cheuksin itu membawanya berjalan menyimpang dari jalur pohon willow.
"Tunggu, kita mau ke mana?" tanya Yena dengan sikap waspada.
"Ke mana? Tentu saja kita sedang menuju pintu keluar," ucap mahluk itu.
Yena menyipitkan matanya dan kembali bertanya, "Ada berapa jalan keluar dari tempat ini?"
"Hanya satu. Hanya ada satu jalan keluar dari sini dan jalurnya cukup rumit. Tetap ikuti aku."
Yena menahan napasnya. 'Leon bilang aku bisa keluar dari sini jika mengikuti pohon willow, dia tidak mungkin salah. Jadi mahluk ini mau menipuku.' Yena mengepalkan tangannya.
Rasa takut dan kesal bercampur menjadi satu dan membentuk rasa marah.
"Khikhihi ... kenapa kau diam saja? Ayo cepat jalan--"
Plakk
Yena melayangkan tasnya dan memukul wajah Cheuksin itu sekuat tenaga.
"Dasar mahluk rendahan! Tidak tau balas budi!" Makinya kemudian berlari sekencangnya.
Namun, bahkan sebelum ia berlari jauh rambut yang panjang melesat dan menjerat lehernya.
"Khhhkk!!"
"Hihihi kau mau ke mana? Aeri sudah menunggu kita."
"Ukhh ...." Yena meronta dan berusaha melepaskan jeratan rambut Cheuksin tersbut. Namun karena sulit, dia akhirnya menggunakan cara sadis, menjambak rambut mahluk itu sekuat tenaga.
"Khukkk ahh! Nakal nakal!" Cheuksin itu meraung sembari berusaha melepaskan tangan Yena.
"Rasakan!!" Yena semakin liar mencengkramkan jari-jarinya pada rambut basah mahluk itu.
"Khik-hik lepaskan!"
"Kau dulu yang lepaskan aku!" pekik Yena. Jurus menjambak rambut adalah andalan Yena selaku perempuan. Ditambah, sudah sejak pertemuan pertama Yena gemas ingin menjambak rambut panjang mahluk ini.
Tidak kuat menghadapi amukan Yena, Cheuksin itu akhirnya melepaskan jeratan rambutnya pada leher Yena. Namun, Yena tak semudah itu mengampuninya.
Dia menjambak rambut basah itu hingga mereka tercabut dari akarnya.
"ARRGGHHHH!!!" Teriakan yang memilukan itu menggema ke udara yang sunyi.
"Rasakan! Mahluk bodoh!" Yena memaki puas saat melihat segumpal rambut yang tidak sedikit di tangannya.
Cheuksin itu meraung sembari menutup wajahnya. Bagian depan kepalanya sekarang tampak gundul meski tidak banyak. Sepertinya mulai sekarang wajahnya tidak akan tertutup dengan sempurna.
Yena menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri. Namun, saat berbalik ia mendapati banyak mahluk berbentuk abstrak telah mengepungnya.
"Shit!"
Yena mati langkah. Mahluk-mahluk itu mulai mendekat dengan tatapan mereka yang menyala.
"Kan ... Khikihihi kau tidak bisa kemana-mana sekarang. Ikuti saja aku."
Sratt
Rambut panjang yang lembab itu kembali menjerat leher Yena.
"Uk-khh ...." Pernapasan gadis itu tersumbat untuk beberapa saat dan menyebabkan dirinya perlahan tidak sadarkan diri.
'Tidak ... Lucifer ...,'
...
Angin dingin yang menusuk kulit hingga ke tulang membangunkannya dengan kejam.
Saat membuka mata Yena tidak mendapati setitik cahaya pun di sekitarnya. Bahkan dia ragu matanya sudah terbuka atau belum. Sangat gelap.
"Di mana ini?" Yena merasa linglung sampai tiba-tiba terdengar pintu terbuka dan langkah seseorang yang mendekat.
Meski gelap, Yena tahu orang yang datang adalah si Cheuksin, siapa lagi?
Gadis itu mendengus pelan saat sosok tak terlihat itu mendekat dan berjongkok di depannya.
"Khihihi kau sudah bangun? Tunggulah di sini beberapa lama lagi. Aeri sedang dalam perjalanan kemari. Oh ya, tempat ini memang tidak punya sumber cahaya. Jadi ini aku kembalikan sumber cahaya punyamu." Cheuksin itu berkata.
Yena tidak bersuara. Dia mengulurkan tangannya dan mengambil benda yang disodorkan mahluk itu yang tidak lain adalaha ponsel miliknya.
Trash
Yena menyalakan ponselnya, dan dia langsung terperenjat begitu melihat sosok Cheuksin di depannya.
"Kau ...." Yena mengerjapkan matanya. Wajah mahluk itu sudah tidak tertutupi rambut lagi. Wajahnya yang pucat pasi dan iris mata berwarna putih membuat Yena terkejut bukan main.
"Kihihi, kenapa kau kaget? Ini semua gara-gara tangan nakalmu. Ckckck rambutku yang berharga, entah butuh waktu berapa lama untuk menumbuhkannya kembali. Aku sangat tidak suka orang-orang melihat wajah rupawanku--"
Plakk
Tiba-tiba Yena dengan gatal melayangkan tangannya dan menampar mahluk itu hingga wajahnya terpaling.
Mahluk ini benar-benar terlalu banyak bicara dan narasis. Wajah pucat dan seram begitu tampan dari mananya?
"Khikk kenapa kau memukulku?" Mahluk itu melihat Yena dengan ekspresi teraniyaya.
"Apa aku tidak boleh memukul orang yang ingin mencelakaiku?" sinis Yena.
"Sekarang cepat lepaskan aku, kalau tidak kau hanya tinggal menunggu waktu sampai kepalamu menjadi botak!" ancam Yena.
"Oh--"
"Pstt psstt Hwa Joon, Aeri memanggilmu, Aeri memanggilmu, Aeri memanggilmu."
"Aeri memanggilmu, Aeri meanggilmu, Aeri memanggilmu ...."
Bisik-bisikan mahluk yang saling bersahutan tiba-tiba terdengar. Yena menengok ke arah sumber suara dan melihat beberapa pasang mata hijau menyala sedang menatap ke arah mereka.
Mahluk-mahluk apa itu?
"Ah? Aeri memanggilku, aku datang, aku datang." Cheuksin itu bergegas dengan cepat tanpa sempat Yena menarik rambutnya dan memulai aksinya lagi.
"Psttts apa dia manusia? Mengapa Hwa Joon membawanya ke sini? Mengapa mengapa?"
"Aneh, biasanya Aeri tidak menyukai hati manusia. Apa sekarang dia ingin mengganti menu makan malam?"
Mahluk-mahluk itu sepertinya masih berdiri di depan pintu sembari berbisik-bisik.