Entah malam sudah selarut apa, Yena tidak ingin tidur dan hanya bersandar ke dinding seraya memeluk lutut.
Sementara mahluk-mahluk bermata hijau itu masih berdiri di depan pintu dan tak berhenti berbisik-bisik.
Dari jumlah matanya Yena menebak mereka ada tiga orang.
"Jadi bagaimana? Mau menikmatinya sekarang?"
"Boleh. Aeri juga biasanya tidak akan marah kalau kita mencicipi makanannya sedikit."
"Benar. Lagipula Aeri hanya makan hatinya."
Mendengar bisik-bisikan mereka yang sangat jelas, Yena merasa merinding.
Dia beringsut dan semakin merapatkan punggungnya ke dinding saat melihat tiga pasang mata hijau itu mendekat.
'Mereka akan memakanku ....' Yena merinding. Mahluk-mahluk itu semakin mendekat. Yena dengan gugup menyalakan senter ponselnya.
"Hai?"
"A-Ahhh ...." Suara gadis itu tercekat di tenggorokan. Ingin berteriak juga tidak bisa. Nyalinya langsung ciut saat melihat rupa ketiga mahluk itu.
Wajah mereka sangat besar dengan dua mata menonjol yang tidak kalah besar. Sementara kulit tebal yang membungkus tubuh gempal dan pendek mereka berwarna hijau seperti lumut.
Dua kata yang langsung muncul di benak Yena saat melihat wujud mereka; Sangat jelek!
Sementara reaksi para mahluk itu berbanding terbalik saat melihat Yena.
"Wa-wah dia ternyata perempuan!"
"Cantik sekali! Aku ingin dia melahirkan bayi goblin untukku! Melahirkan anak untukku!"
"Sudah lama aku tidak melihat manusia! Ternyata mereka bisa seindah ini? Aeri, dia tidak akan keberatan kalau aku memintanya, bukan?"
Ketiga goblin itu menatap Yena dengan nafsu yang membara. Seperti baru saja menemukan harta karun yang sangat berharga, mereka terlena hingga air liur mereka berjatuhan.
"Iuhh ...." Yena semakin memerungkut ketakutan. Mengapa nasibnya sangat sial? Mahluk-mahluk jelek ini mau apa?
"Hehe wanita, ikut dan lahirkanlah bayi goblin untuk kami ...." Salah satu goblin itu mengulurkan tangannya yang gemuk dan berkuku tajam untuk menyentuh wajah Yena.
"E-eh?"
Namun, tangannya tiba-tiba berhenti di udara ketika merasakan adanya aura yang sangat berbahaya. Dia segera menarik ulurannya dengan panik.
Ketiga mahluk itu memucat dan saling melirik satu sama lain.
"D-dia peliharaan Imoogi?
Mereka tampak terkejut. Ketiganya mulai berbisik-bisik lagi. Sebenarnya Yena tidak tau mengapa mereka harus berbisik-bisik padahal itu percuma. Suara mereka sangat keras.
"Imoogi? Mengapa Hwa Joon membawa mahluk seperti ini kemari? Tidakkah ini akan membahayakan kita?"
"Untung saja aku tidak sampai menyentuhnya. Jika tidak, aku pasti akan tamat!"
"Tenang. Hwa Joon pasti menangkapnya atas perintah Aeri. Entah apa yang Aeri pikirkan sampai dia berani berurusan dengan Imoogi. Sebaiknya kita jangan terlalu ikut campur. Ayo pergi, cepat."
Selesai berdiskusi singkat ketiga mahluk itu berbalik dan pergi sembari tidak berhenti berbisik-bisik.
"Sayang sekali, padahal dia cantik!"
"Tentu saja, kalau tidak cantik bagaimana mungkin Imoogi menjadikannya peliharaan?"
Itulah percakapan terakhir mereka yang Yena dengar.
Gadis itu di samping merasa lega, tapi juga merasa dilema.
Dalam keheningan itu, terdengar suara hujan mulai turun dan kemudian menderas.
Udara dingin semakin menyiksa tubuh kecil gadis itu. Yena meringkuk memeluk tubuhnya sendiri untuk menghangatkan diri.
Ini adalah keadaan paling buruk yang pernah dia alami. Gelap, dingin, dan sendirian. Jika Lucifer ada di sini, dia tidak akan membiarkan udara dingin menyentuh kulitnya seinci pun.
"Ah! Apa yang aku pikirkan ...? Kenapa aku malah memikirkannya?" Yena tersenyum getir. Karena sudah terbiasa dimanja oleh Lucifer dia sepertinya jadi ketergantungan.
"Sadarkah Yena ..., kedinginan ini lebih baik dibandingkan dengan perlindungan dan sikap baiknya yang hanya sandiwara." Yena menegur dirinya sendiri.
Tak ada secercah cahaya pun, hanya suara angin dan hujan yang menemaninya malam itu.
Esok hari, Yena terbangun saat cahaya matahari masuk lewat celah-celah kumuh ruangan tersebut.
Barulah sekarang Yena dapat melihat dengan jelas tempat di mana sekarang dia berada. Benar-benar ruangan yang sangat kumuh dan kotor. Bahkan lantai tempatnya tidur pun ternyata sangat kotor.
Saat ini Cheuksin yang diketahui bernama Hwa Joon masuk dan membawakan semangkuk makanan untuk Yena.
"Makanlah," ujarnya.
Yena memang telah kelaparan karena tidak makan sejak kemarin. Namun, saat melihat makanan di mangkuk itu seketika rasa laparnya kabur, tergantikan dengan rasa mual.
"Iuhh." Yena meringis.
Hwa Joon tertawa renyah melihatnya.
"Khihihi kenapa? Bukankah manusia makan daging hewan? So mendapatkannya dari pasar manusia dua minggu lalu. Seharusnya masih enak untuk dimakan," katanya.
"Dua minggu lalu? Tidak, terimakasih!" Yena mendorong mangkuk berisi daging basi itu menjauh.
"Sebaiknya kau cepat bebaskan aku! Nyali kalian terlalu besar! Bukankah sudah tau kalau aku adalah milik Imoogi? Tidakkah kalian takut Lucifer akan datang ke sini dan menghabisi kalian?"
Yena menggertak menggunakan Lucifer. Meski saat ini dia sedang melarikan diri dari Lucifer tetapi tidak bisa dipungkiri saat ini mahluk itulah satu-satunya yang bisa diandalkan.
"Yah, takut sih. Namun, meski Aeri bukan tandingannya tapi Aeri punya kemampuan untuk mencegah orang mendeteksi apa pun yang berada di teritorinya. Jadi Imoogi itu seharusnya takkan bisa menemukanmu." Hwa berkata diiringi dengan seringai.
'Begitukah?' Yena menurunkan bulu matanya yang lentik dengan cemas. Aneh sekali, dia ingin lari dari Lucifer tapi di sisi lain ia berharap Lucifer datang untuk menyelamatkannya.
"Jangan khawatir, Aeri takkan bisa memakanmu selama kamu masih memiliki simbol Lucifer," kata Hwa.
Apakah mahluk ini tengah menghiburnya?
"Jika kalian tidak bisa melakukan apa pun padaku lalu kenapa kalian menangkapku?" Yena heran.
"Tidak tau, aku hanya disuruh Aeri," jawab Hwa asal.
Yena menghela napas tidak berdaya.
"Bukankah kau bilang kau berhutang budi padaku? Lalu apa begini caramu membalas budi?" Kehilangan harapan pada Lucifer, Yena mencoba untuk merayu mahluk ini.
"Sama sekali tidak ada yang bisa dipercaya di dunia ini. Aku pikir hanya manusia yang brengsek dan tidak tau balas budi, ternyata mahluk halus juga sama saja."
"Lucifer berkata dia tidak akan menjadikanku peliharaan, nyatanya dia bohong, dia bilang dia akan membebaskanku, bohong. Lalu kau, kau bilang ingin membantuku keluar dari tempat ini, itu ternyata juga bohong. Semuanya bohong." Yena berkata dengan nada frustasi. Dunia ini hanya dipenuhi dengan kebohongan.
Namun, setelah berkata cukup panjang lebar Hwa bahkan tak mendengarkannya. Mahluk itu sibuk menyisir rambut super panjangnya dengan jari-jarinya.
Yena menatapnya jengel, rasanya benar-benar ingin membuat kepalanya botak. Ditambah melihat rambut super pajang Hwa yang membuat tangannya gatal Yena tidak punya alasan lagi untuk membiarkan rambut itu tetap rapi.
"Bikin sebal saja!" Yena berdecak, tangannya dengan geram bergegas untuk meraih rambut lembab itu. Namun, Hwa dengan refleks mundur dengan terkejut.
"Tunggu! Ka-kau jangan menyentuhku!" Mahluk itu berkata dengan gugup. Jejak ketakutan tidak bisa disembunyikan dari wajahnya.