"Motor gueeeee!" Jerit Cintya ketika melihat kondisi motornya yang hancur parah. Ia memegang motornya. Mata ya berkaca-kaca.
Ayah Cintya menepuk pundak Cintya. Juga, berjanji akan membelikannya motor yang baru, "Cin, maaf ya. Nanti Papah beliin lagi."
Segera Cintya menepis lengan ayahnya. Ia pergi dengan air mata yang membanjiri pipi.
"Coba aja, gue bawa motor dari awal. Pasti bakalan baik-baik aja," pikir Cintya.
Cintya mengirim gambar motor kepada teman-temannya. Juga menjelaskan apa yang terjadi.
"Lu pake motor gue aja Cin. Gak papa kok," ucap salah seorang temannya.
Kurniawan—ayah Cindy tiba dikediaman. Kurniawan langsung menanyakan keberadaan Rayan kepada istri dan anaknya, "Katanya, Rayan di sini. Mana?"
Cindy menjawab dengan ketus, "Mana kita tau!"
"Cindy, gak boleh gitu," ujar Nadia.
"Ini ada apa? Rayan berantem sama kalian?" tanya Kurniawan.
"Ayah, pasti capek kan? Sini, Mamah pijitin." Nadia meminjit bahu Kurniawan. Sedangkan Cindy, membuatkan kopi untuk ayahnya.
Cintya mendatangi rumah teman yang rela meminjamkan motor untuknya. Ibunya, kewalahan mencari Cintya.
"Pah, kamu gak liat kemana Cintya pergi?"
"Enggak Mah, pas Cintya tau motornya rusak begini, Cintya langsung nangis, udah gitu, pergi gitu aja ninggalin Papah. Marah keliatannya. Padahal, Papah udah janji buat ganti," cetus ayah Cintya.
"Aduh, kemana ya Cintya. Mamah telepon gak aktif lagi," ungkap Ibu Cintya.
"Gak papa ni motor lu gua pake?" tanya Cintya.
"Ya gak papa dong. Kaya ke siapa aja lu." Merysa melemparkan kunci motornya kepada Cintya.
"Coba hubungi temennya Mah," kata ayah Cintya.
Dina mengirimi kakaknya pesan, "Kak, Rayan gak pergi tanpa izin lagi kan?"
Nadia tidak membalas apa pun. Ia bingung harus menjawab apa. Sedangkan, Rayan sangat marah kepadanya jika Nadia harus mengatakan hal yang sebenarnya.
"Sayang, ketemuan yuk. Aku kirim lokasi aku ya." Farhan masih sangat gigih. Ia mengajak Nindi untuk pergi ke hotel.
"Oke, aku siap-siap dulu ya," jawab Nindia.
"Duh lama amat sih!" Farhan sudah menunggu selama satu jam. Namun, Nindia belum kunjung menghubunginya. Nindya masih sibuk untuk memakai riasan. Meskipun adiknya selalu mencela ketika Nindi memakai riasan.
"Lu mau ikutan balap gak? Katanya lu jago?" Salah seorang sahabat Farhan mengirimi pesan.
"Oke. Dimana nih?"
"Iya betul. Ini siapa ya?" Rayan mengangkat nomor yang tidak dikenal.
"Arena balapan sekarang telah berubah. Karena, mengingat kejadian kemarin." Panita acara memberitahukan lokasi baru kepada Rayan.
"Malam ini Pak?" Ayarra menerima panggilan dari tempatnya mengajar. Jadwal tiba-tiba saja berubah.
Ayarra berkata bahwa dia akan meminta izin dari kedua orang tuanya perihal hal tersebut, "Saya akan meminta izin dari orang tua saya mengenai hal ini."
"Baiklah, ditunggu segera!"
Ayarra ragu untuk meminta izin. Sebab, dia tau apa jawaban dari orang tuanya. Ayarra yakin jika kedua orang tuanya tidak akan mengizinkannya untuk pergi di malam hari. Ayarra juga trauma karena kejadian lampau saat dirinya bertemu para preman.
"Mah, Ayarra boleh gak ngajar. Tapi, malam ini," kata Ayarra. Ia tetap mencoba meminta izin dari ibunya.
"Hah, kok malam ini?" tanya ibu Ayarra.
"Jadwalnya, mendadak tiba-tiba Mah," ucap Ayarra sambil memainkan kuku.
"Mamah gak kasih izin. Takut ada apa-apa." Jawaban yang sudah Ayarra duga.
"Halo, Hellen ini Mamahnya Cintya. Kamu tau gak Cintya kemana?"
Hellen berbohong. Ia menjawab tidak mengetahui di mana Cintya berada. Karena, Cintya yang mengatakannya.
"Awas ya, kalo lu ngadu sama orang tua gue!" Kata Cintya beberapa saat yang lalu.
"Hellen gak tau Tante. Emang Cintya gak bilang ya?"
"Oh gitu ya. Kalau kamu liat Cintya bilangin Tante ya."
"Pasti Hellen kasih tau Tante," ujar Hellen.
"Tapi, sebelum berangkat ke area balap, mendingan kita ke caffe dulu," pinta Merysa.
Panita juga menghubungi ke nomor Cintya. Namun, tidak mendapatkan respon. Padahal, panita akan memberitahukan lokais balapan yang baru.
"Ini nomor siapa sih?" Cintya mematikkan nomor dari panita.
Cintya dan Merysa begitu santai. Karena, yang mereka tahu tempat balapan masih sama seperti yang dulu. Dan jarak antara caffe dan tempat balapan sangat dekat.
"Eh, si Doni masih nanyain lu tuh. Kayanya dia masih suka deh sama lu," ujar Merysa.
"Doni yang gendut itu? Udah gue bilang gue gak suka dia kok. Udah ah! Jangan bahas dia." Cintya meminum jus yang dia pesan.
"Yuk!" Nindya mengirimi Farhan sebuah pesan. Pertanda jika dirinya sudah siap untuk pergi.
"Ih kok gak jawab sih," batin Nindia. Nindia memutuskan untuk menghubungi Farhan. Nindia menunggu beberapa menit. Namun, perasaannya tidak enak.
"Tumben lu bisa keluar jam segini. Biasanya, lu suka ngumpet-ngumpet kalo mau balapan. Merysa belum tahu kejadian yang sebenarnya.
"Gue terang-terangan kaya gini tuh sengaja. Ini tuh artinya, gue marah sama bokap gue," tutur Cintya.
"Gara-gara motor? Terus orang tua lu tau kalo lu mau balapan?"
Cintya menggeleng. Ia menjawab, " Kalo masalah itu ya mereka gak taulah. Yang mereka tau, gue pergi entah kemana."
"Kok lu jahat sih. Ntar mereka khawatir lagi," ujar Merysa.
"Yang jahat itu mereka!" Ketus Cintya dengan nada tinggi.
"Hah? Jahat gimana?" tanya Merysa.
Cintya mulai menceritakan apa yang terjadi. Ia sudah cukup kesal dengan rumah dinas yang menurutnya jelek. Kemudian, pembantu rumah tangga yang harus satu kamar dengannya. Lalu, sekarang motornya rusak oleh seorang pria suruhan ayahnya.
"Lu tau kan gue pindah ke Bandung?" kata Cintya. Merysa mengangguk mendengarkan keluhan sahabatnya.
"Masa rumah yang gue tempatin jelek. Udah gitu, sekarang gue harus satu kamar sama pembantu. Terus motor gue rusak lagi. Gimana gue gak emosi coba?"
"Mungkin aja orang tua lu gak ada niat buat bikin lu kesel. Masalah kecelakaan yang terjadi, kan gak ada yang tau," ujar Merysa.
"Mau sengaja atau enggak, pokoknya gue kesel deh sama orang tua gue."
Rayan dan dua sahabatnya berangkat menuju arena balap yang baru. Di sana, Rayan bertemu dengan Farhan. Seseorang yang amat dia benci.
"Ini Bang!" ucap Farhan menyerahkan uang. Farhan juga akan melakukan balapan.
"Duh, kok Cintya belom nyampe juga sih. Bentar lagi kan acaranya mau dimulai." Vinny yang gelisah, menghubungi Cintya.
"Apa?" Cintya mengangkat panggilan dari Vinny.
"Ini acaranya udah mau mulai. Lu di mana sih?" tanya Vinny.
"Gue di caffe deket kok sama tempat balap," beber Cintya.
"Caffe?" tanya Vinny. Vinny mengerutkan kening. Karena, dia pikir di dekat area balapan tidak terlihat adanya sebuah caffe.
"Tunggu! Jangan-jangan, lu ada di deket tempat balap yang dulu?"
"Emang ganti tempat?" tanya Cintya.
"Iya anjir udah ganti tempat. Lu cepetan ke sini!" Vinny memberitahukan lokasi yang baru. Membawa Merysa, Cintya lekas ke lokasi yang dituju.