Nadia meraih ponsel di atas nakas. Ia memilih untuk menanyakan nomor Rayan kepada adiknya.
"Assalamualaikum." Dina dan Dinda mengucap salam. Mereka telah sampai di kediaman Nadia.
"Walaikumsalam," jawab Nadia dan Cindy.
"Eh, Dina, Dinda, sini masuk!" Nadia mempersilakan ibu dan kakak Rayan untuk lekas masuk ke dalam rumahnya.
"Apa Rayan ada Kak?" tanya Dina.
"Si Rayan teh tadi pergi gak bilang-bilang," terang Nadia.
"Gak izin? Aduh, kemana ya," jawab Dina. Dinda segera menghubungi Rayan.
"Mah, nomernya juga gak aktif," kata Dinda.
Dina memberitahu Dinda untuk tidak mengadu kepada Hilmi jika Rayan pergi tanpa pamit, "Din, jangan bilang apa-apa dulu ya sama Papah. Kamu tau kan Papah kamu kaya gimana."
"Iya Mah, Dinda ngerti." Diam-diam, Dinda menghubungi Gilang.
"Ray, Kak Dinda nelpon gue nih," kata Gilang.
"Matiin aja hp lo. Cepetan!" titah Rayan segera Gilang mematikan ponselnya.
"Mah, tadi Dinda coba telepon ke nomor Gilang, awalnya nyambung, eh, langsung gak aktif," beber Dinda.
"Kayanya emang Rayan lagi di Jakarta. Mana udah sore lagi. Aduh." Dina khawatir jika Rayan akan bertemu dengan Hilmi.
"Ayo buruan! Acaranya udah mau mulai tuh." Maman menunjuk ke arah arena balapan.
"Tungguin bego!" pinta Gilang yang belum selesai dengan makanannya.
"Berhubung kita kekurangan orang, di sini ada yang mau ikutan lagi gak? Ayolah!" rayu panitia yang kekurangan orang.
Rayan, dengan rasa percaya diri, melangkah maju. Sambil memberikan uang, Rayan berkata, "Gue ikutan!"
Cintya melirik ke arah Rayan. Sedikit tak percaya. Mengingat hanya ada dirinya yang baru mendaftar.
"Oke!" Panitia juga mengatakan jika pendapatan yang akan diraih hanya sedikit. Karena, hanya Rayan dan Cintya yang mengikuti balapan motor.
Suara tepuk tangan memeriahkan balapan antara Rayan dan Cintya.
"Ini orang-orang pada gak punya nyali apa? Padahal, cuman lawan cewek," batin Rayan.
"Berani banget tuh cowok," ujar Vini--sahabat Cintya.
Nico telah menjemput Amel di kantor. Amel merasa sangat bahagia. Di dalam kamar, mereka menciptakan suasana romantis.
"Aku bahagia banget," ucap Amel.
"Aku juga." Nico mencium kening Amel.
Hilmi memanggil Dina. Dina hanya membiarkan sambungan telepon itu terputus dengan sendirinya.
"Mah, Papah telepon tuh!" ujar Dinda.
Begitu juga ketika Hilmi menghubungi Dinda. Tidak ada jawaban apa pun. Hilmi mengerutkan hidung.
"Tumben banget gak kasih kabar," pikir Hilmi.
"Sehebat apa ni cewek? Sampe gak ada yang mau balap sama dia?" batin Rayan.
Perempuan dengan baju tipis dan rok mini berada di tengah-tengah Rayan dan Cintya. Ia memberikan aba-aba untuk memulai balapan.
"Satu, dua, tiga," ucap perempuan tersebut sambil melemparkan sebuah bendera kecil.
"Kalau ampe gue kalah, harga diri gue ilang nih. Masa kalah sama cewek," batin Rayan.
"Lu yakin, temen lu menang?" tanya Vini menghampiri Gilang.
"Yakinlah," jawab Gilang.
"Tadi, di kantor gimana?" tanya Nico sambil memakaikan Amel baju.
"Seru sih. Cuman, direktur di sana genit banget. Minta nomer akulah, kedipin matalah. Ih risih banget tau," keluh Amel.
"Kamu kasih nomer kamu ke direktur?" tanya Nico dengan tatapan serius.
"Ya abis gimana lagi. Aku takut dipecat, aku gak bisa nolak," alibi Amel.
"Kamu kok gitu sih? Aku aja gak pernah loh kasihin nomer aku ke cewek lain." Nico merasa dicurangi.
"Tapi, kan--" Nico meninggalkan Amel ketika Amel berbicara untuk menjelaskan.
"Nico! Tunggu!" Amel menyusul Nico ke luar.
Dina menghubungi Amel. Ia ingin meminta bantuan Amel untuk mencari Rayan.
"Hallo Mah, ada apa?" Amel yang sedang berlari dan mengangkat panggilan, terdengar terengah-engah.
"Kamu di mana? Abis lari-lari?" tanya Dina.
"Cuma lagi olahraga Mah, kenapa?" tanya Amel. Amel berhenti di sebuah gang.
"Mamah mau minta bantuan kamu. Tolong cariin Rayan dong. Kayanya Rayan ada di Jakarta deh," pinta Dina.
"Cariin? Biar ajalah Mah, Rayan kan udah gede. Ntar juga pulang sendiri," jawab Amel. Amel sudah bosan ketika orang tuanya menyuruh untuk mencari Rayan.
"Amel, kamu kok gitu sama adik kamu? Pokoknya Mamah minta tolong ya. Jangan bilang sama Papah kalo Rayan gak ada di Bandung!"
Tidak menjawab apa pun lagi, Amel langsung menutup panggilan telepon.
"Amel gak mau bantu lagi. Minta bantuan siapa ya," ujar Dina.
"Mungkin Amel capek udah pulang kerja terus harus cari Rayan," pikir Nadia.
"Din, kamu ada teman gak yang bisa bantuin kita buat cari Rayan?" tanya Dina.
"Temen-temen Dinda gak ada yang kenal sama Rayan Mah," jawab Dinda.
Cintya terlihat semakin di depan. Rayan sangat tertinggal. Rayan berusaha menyusul Cintya. Namun, saat itu, polisi datang untuk membubarkan.
"Pasti ada yang cepu nih!" pikir panitia.
Semua yang ada di area balapan, berlari berhamburan. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengindahkan kata-kata dari polisi.
"Kenapa semua orang pergi?" batin Cintya.
Ia tidak menyadari hadirnya polisi.
Sedangkan Rayan, sudah mengetahui kehadiran polisi,melajukkan motor dengan kecepatan tinggi.
"Duh, bego banget itu cewek. Masa gak sadar ada polisi," batin Rayan yang melihat Cintya masih berada di area balapan.
"Eh, si Rayan gimana bego?" tanya Gilang.
"Kita tunggu aja di sini," jawab Maman.
"Apa gue tolongin aja ya tu cewek?" Rayan kembali ke area balapan. Rayan memekik, "Ada polisi woy! Lari!"
"Polisi?" Cintya pun menghindari polisi. Rayan dan Cintya pergi ke arah yang berlawanan.
"Lu dimana?" Vinni mengirimi Cintya pesan. Juga, menghubungi melalui sambungan telepon. Vinni benar-benar khawatir dengan Cintya.
Rayan yang sibuk melihat ke arah belakang, tidak menyadari jika sebuah bus sudah berada tepat di hadapannya.
"Assalamualaikum." Tetangga Nadia mengabarkan jika dia melihat Rayan kecelakaan.
"Kamu teh yakin?" tanya Nadia.
"Iya, motornya juga gitu sama persis kok. Diliat dari ciri-cirinya, sama."
"Mending liat aja ke rumah sakit buat mastiin," sambung tetangga Nadia.
Nadia tidak langsung memberitahu apa yang menimpa Rayan. Nadia hanya mengatakan jika mereka semua harus pergi ke rumah sakit.
"Kita pergi ke rumah sakit yuk!" ajak Nadia.
"Rumah sakit? Kak Nadia sakit?" tanya Dina.
"Bukaaan. Pokoknya kita ke rumah sakit dulu aja," kekeh Nadia.
"Ya tapi ada apa Wa?" tanya Dinda yang melihat gelagat Nadia. Dinda yakin jika ada yang disembunyikan dari Nadia.
"Ini tentang Rayan?" tebak Dinda.
"Rayan kecelakaan Kak?" Mata Dina berkaca. Ia butuh kejelasan dari kakaknya.
"Ya, gak tau juga. Kita harus pastiin itu," jawab Nadia. Mereka pun berangkat ke rumah sakit yang dituju.
"Yang kecelakaan tadi, ada diruangan mana ya?" tanya Dinda.
Perawat mengarahkan jalan. Namun, mereka dituntun ke ruangan mayat.
"Tapi ini ruangan mayat Mbak," jawab Dina.
"Korban kecelakaan tadi memang sudah meninggal di tempat," terang seorang perawat.