Chereads / Goddes Of Marriage / Chapter 4 - 04 - Kejutan Tidak Terduga

Chapter 4 - 04 - Kejutan Tidak Terduga

Seno mau tidak mau harus setuju dengan keputusan ayahnya, ia berpikir tidak salahnya jika harus menikah dengan Winda. Walau itu sesuatu yang buruk, tapi lebih buruk lagi kalau dia harus jatuh miskin. Ingat? Seno tidak ingin jadi gelandangan miskin.

Dan secuil hati nurani Senk mungkin masih ada, ia merasa tidak mungkin untuk menolak, karena ayahnya yang sekarang memang sudah sakit-sakitan. Tapi bukan Seno namanya kalau tidak sedikit bertingkah. Seno akan tetap menikahi Winda dengan syarat, pesta pernikahan mereka hanya boleh di hadiri oleh keluarga saja. Tidak boleh ada yang datang selain keluarga, apa lagi teman-temannya dan Mirna.

Ramdan pun menyetujui syarat yang Seno buat, mengingat anaknya itu bisa berubah pikiran kapan saja dan mungkin bisa melakukan hal gila lainnya. Untuk Winda sendiri, awalnya gadis itu selalu menolak dengan tegas permintaan konyol itu. Bahkan butuh enam kali Ramdan datang menemuinya agar bisa membujuk Winda untuk mau menikah dengan Seno.

Sampai akhirnya Winda merasa luluh dan setuju dengan keputusan gila ini. Karena sudah merasa kasihan pada Ramdan yang selalu membawa-bawa penyakitnya yang mana membuat Winda menjadi tidak tega.

Winda pun sudah tahu apa penyebab Ramdan menjodohkannya, karena ternyata Seno sudah sangat banyak berubah. Pria itu hanya bermain-main sepanjang waktu, tidak pernah peduli dengan perusahaan, padahal jabatan Seno saat ini adalah seorang Direktur Produksi. Sehingga Ramdan ingin, agar Winda bisa merubah sifat Seno sedikit demi sedikit menjadi lebih baik lagi.

Mungkin Winda akan mencoba sedikit. Tapi gadis itu tidak mau terlalu berharap apapun, dan ia juga tidak mau terlalu peduli tentang Seno. Yang jelas ia sangat yakin, Seno pasti akan segera berulah dan suatu saat akan segera menceraikannya. Sekali lagi Winda tidak peduli. Dia hanya fokus untuk membantu Ramdan.

****

Senyum bahagia terus terpancar dari wajah keriput milik Ramdan. Ia sangat bahagia saat melihat Seno dan Winda telah selesai mengucap ijab kabul. Sekarang impian pria tua itu sudah terwujud. Melihat Seno menikah dengan gadis baik-baik sebelum ia meninggalkan dunia ini

Sementara sepanjang pesta pernikahan berlangsung, Seno dan Winda sama sekali tidak berbicara sedikitpun, bahkan tidak ada ciuman atau hal-hal romantis seperti pernikahan-pernikahan lain pada umumnya.

"Inget, ya. Jangan berharap apapun sama gue," Bisik Seno.

"Lah, siapa yang mau berharap sama Lo?" Balas Winda.

Sejak pertemuan mereka sebulan lalu. Winda maupun Seno sama-sama tidak banyak bicara. Mereka hanya berbicara jika ada suatu hal yang penting, atau berdebat kecil, dan semua perdebatan itu selalu dimulai dengan perkataan pedas yang dilontarkan oleh Seno, yang mana terkadang membuat Winda menjadi jengkel.

****

Winda menaikkan satu alisnya saat Seno memberikan sebuah map berwarna hitam padanya. Lihatlah, bahkan Winda baru saja duduk di sofa karena terlalu lelah seharian ini harus menyambut para tamu. Tapi sekarang Seno malah sudah mulai sedikit bertingkah.

"Nih, Lo buka sekarang," Perintah Seno sambil menyodorkan map dengan posisinya yang berdiri di depan Winda.

Dengan sangat malas Winda pun membuka map tersebut. Ia melihat ada tujuh list semacam peraturan-peraturan yang menurutnya sangatlah aneh.

"Ini?" Winda menatap Seno sebentar lalu kembali melihat isi dalam map tersebut.

"Lo bisa liat 'kan? Itu peraturan yang gak boleh Lo langgar selama tinggal disini," Seno berucap sembari melipat kedua tangannya.

Memang benar, bukan Seno namanya kalau tidak melakukan hal gila dan kekanakan seperti ini. Bahkan saat ini Winda masih memakai gaun pengantin dengan Seno yang masih menggunakan Tuxedonya. Tapi sekarang pria itu sudah memberikan peraturan yang menurut Winda sangatlah konyol dan tidak masuk akal.

"Aneh banget sih peraturannya Nah, ini apa? Gue gak boleh ke lantai atas?" Tanya Winda dengan sedikit mendongak karena posisi Seno yang berdiri di depannya.

"Kamar Lo itu di lantai bawah, sedangkan kamar gue di lantai atas, jadi otomatis Lo gak boleh naik ke lantai atas. Paham?"

Aturan macam apa itu? Gila. Seno memang gila pikir Winda.

Winda menghela napasnya, lalu membaca kembali isi peraturan tersebut. Astaga—kepalanya benar-benar sangat pusing jika harus terus menanggapi pria kekanakan seperti Seno.

1. Jangan pernah bilang sama orang lain kalau Lo adalah istri Seno Susilo Admja, siapapun itu!

2. Gak boleh melakukan kontak fisik satu sama lain, yang melakukannya duluan, akan di denda dengan pasal pelecehan seksual.

3. Jangan ikut campur dengan urusan masing-masing.

4. Bebas menjalin hubungan sama siapapun, asal tidak merugikan satu sama lain.

5. Pernikahan hanyalah status, jangan pernah terbawa perasaan.

6. Wilayah Winda hanya sebatas lantai bawah.

7. Pernikahan maksimal hanya sampai 2 tahun!

Winda memijit keningnya sebentar. Sampai akhirnya dia malas berurusan dengan Seno, dan gadis itu tanpa pikir panjang langsung mentanda tangani surat perjanjian gila itu. Yang artinya Winda sudah setuju.

Terlihat saat ini Seno tersenyum dengan sangat puas. Inilah kenapa dia setuju saja saat harus menikah dengan Winda, karena memang yang Seno tahu, bahwa Winda sedari dulu tidak pernah membantah dengan semua yang di katakan olehnya.

"Dan satu lagi. Gue masih pacaran sama Mirna. Lo juga bebas mau pacaran sama siapa aja," Ucap Seno lalu pergi meninggalkan Winda yang masih memasang ekspresi bodohnya akibat mendengar penuturan dari Seno.

"Kayanya makin aneh deh si Seno," Ucap Winda sambil menggelengkan kepalanya.

Kemudian gadis itu menyandarkan punggungnya ke Sofa. Ia menatap langit-langit rumah ini. Sebenarnya Winda lebih nyaman jika harus tinggal dengan Ramdan. Tapi Seno menolak keras dengan alasan jarak antara rumah Ramdan dengan kantornya sangatlah jauh.

Padahal Winda tahu jika itu pasti hanya alasan saja. Winda lebih yakin jika Seno masih ingin hidup bebas, tanpa di atur-atur oleh ayahnya.

****

"Aku bersyukur banget kamu ngertiin posisi aku saat ini," Seno menggenggam tangan Mirna yang berada di atas meja.

Mereka hari ini memang memutuskan untuk bertemu di sebuah kafe, karena Seno tahu pasti saat ini Mirna sudah sangat kecewa padanya.

"Gak masalah. Ini hanya sementara, 'kan?" Tanya Mirna dengan sangat antusias—sejujurnya gadis itu memang sempat kecewa dan sedih.

Seno mengangguk pelan dan tersenyum lembut, "Sampai ayahku resmi jadiin aku sebagai penerusnya, aku janji bakal langsung cerein Winda dan kita bisa langsung nikah," Ucap Seno juga tak kalah antusias.

"Tapi aku takut kalau sewaktu-waktu kamu bakal jatuh hati sama perempuan itu. Apalagi kalian sering ketemu." Ucap Mirna sembari memasang wajah cemberutnya.

Seno pun tersenyum dan tertawa kecil begitu melihat Mirna mengkhawatirkan hal-hal yang menurutnya tidak akan pernah terjadi.

"Tenang, baby. Mirna jauh banget sama kamu. Kamu seratus kali lebih cantik. Dan aku bakal tetap setia dan cinta sama kamu," Seno berucap sambil mengelus rambut Mirna dengan lembut.

Mirna melirik Seno sebentar, lalu ia mulai tersenyum kembali. Saat ini mungkin ia bisa tersenyum senang, tapi tidak akan ada yang tahu dengan apa yang terjadi kedepannya.

"Tapi aku beneran penasaran sama istri kamu deh."

"Sstt jangan. Dia kampungan banget, kamu pasti kaget pas liat."

Mendengar ucapan Seno yang mengatakan bahwa istrinya sangat kampungan, membuat Mirna benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Mirna, seorang gadis cantik dan kaya harus bersaing dengan gadis kampungan? Jelas Mirna yang menang!

****

Jika saat ini sedang berada di desa, Winda yakin ia tidak akan pernah merasa kebosanan seperti ini. Ia mungkin bisa menanam sayuran dan pergi menaiki sepeda kesayangannya untuk mengelilingi seluruh desa. Tapi lihatlah sekarang? Winda hanya duduk di teras depan rumah mewah ini. Gadis itu tidak tahu lagi apa yang mau ia kerjakan. Mengingat Ramdan sengaja memperkerjakan beberapa pelayan untuk mengurus rumah ini—sehingga semua pelayan melarangnya untuk melakukan apapun.Sedangkan Seno sudah pergi sejak pagi buta.

"Gue beneran bisa gila," Winda mengacak acak rambutnya sendiri.

"Non," Seorang pelayan datang untuk menghampiri Winda.

"Jangan panggil gue kaya gitu. Panggil gue Winda aja, ya," Pinta Winda dengan sangat menggemaskan.

"Baik, Non, Eh—Winda maksudnya."

"Nah itu lebih bagus," puji Winda.

Pelayan tadi pun tersenyum. Lalu melanjutkan ucapannya, "Winda, nanti malam tuan Ramdan mengundang Winda untuk makan malam sama Tuan Seno."

Winda menatap pelayan tersebut dengan ekspresi datar, lalu ia sedikit memicingkan matanya.

"Katanya ada yang ingin di omongin, tadi dia menelfon telfon rumah. Soalnya Winda gak punya hape." Lanjut pelayan itu.

"Ada yang ingin di omongin? Apa lagi, sih ya ampun?" Batin Winda dengan rasa penasaran yang sudah menguap.

...

TBC