Chereads / Goddes Of Marriage / Chapter 6 - 06 - Bulan Madu Penuh Pertengkaran

Chapter 6 - 06 - Bulan Madu Penuh Pertengkaran

Phuket, Thailand.

Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang paling Seno benci karena ia harus pergi berbulan madu dengan Winda ke luar negeri. Baginya ini seperti mimpi buruk yang tidak tau kapan akan selesainya. Sudah menikah dengan Winda dan sekarang malah pergi bulan madu—bukankah Seno sangat sial? atau justru sebaliknya?

Apakah ini balasan atas semua perbuatan dosa yang selama ini ia lakukan? Jika ini memang sebuah balasan, maka Seno merasa bahwa Tuhan sudah sangat keterlaluan.

Kenapa harus Winda? Gadis bodoh yang bahkan tidak mengerti apapun. Tidak cantik, tidak langsing, tidak pintar, tidak kaya—menurut Seno, Winda terlalu banyak mempunyai kekurangan.

Seno menghela napasnya sangat panjang. Bahkan sekarang, telinga pria itu dengan sangat jelas mendengar suara keripik yang dikunyah dengan sangat nyaring. Nah, Siapa lagi pelakunya kalau bukan Winda!

Dari mulai di dalam pesawat, gadis itu tidak henti-hentinya untuk makan. Dan sekarang? Sudah di dalam mobil pun Winda etap memakan snack yang tadi malam dia beli.

"Bisa gak sih Lo berenti makan? Sakit tau gak denger kunyahan nyaring dari keripik Lo itu!" Seno mengeluarkan kalimat ketusnya, matanya masih fokus menatap ke arah luar dari dalam jendela kaca mobil.

Ya! Saat ini mereka sedang menuju ke Villa tempat mereka akan menginap,dengan menggunakan taxi online yang sudah di pesan oleh Seno. Biasanya jika berlibur ke luar negeri, Seno akan menyewa mobil pribadi. Tapi kali ini tidak, karena menurutnya ini liburan yang tidak penting, jadi ia tidak perlu repot-repot untuk menyewa mobil.

"Ini enak, Lo mau?" winda menyodorkan keripik tersebut pada Seno.

Seno masih tidak mau melihat Winda. Pria itu justru memejamkan matanya, padahal entah sudah ke berapa kali ia menyuruh Winda untuk berhenti makan.

"Padahal ini enak tau," gumam Winda karena merasa sudah di abaikan oleh Seno.

"Ckk pantes aja Lo gendut," Seno kembali melanjutkan kalimatnya dengan mata yang masih tertutup.

Mengatakan gendut pada Wanita merupakan hal yang sangat sensitif. Begitupun dengan Winda, gadis itu langsung melihat tubuhnya sendiri, "Beneran gue gendut?"

"Banget. Lo gendut banget kaya gentong." Jawab Seno tegas.

*****

Winda dibuat takjub saat melihat bangunan mewah yang sekarang ada di depannya. Villa ini dua kali lipat lebih besar dari rumah Seno.

Setelah menyelesaikan proses pembayaran pada taxi tadi, Seno langsung bergegas masuk membawa kopernya sendiri yang bisa dibilang tidak terlalu berat—karena pria itu tidak banyak membawa baju.

Melihat Seno yang sudah berjalan masuk, Winda pun mengekori pria itu—dengan membawa kopernya.

Bukankah suami yang seharusnya membawa koper istrinya?

Saat sudah di ruangan tamu, Seno menghentikan langkahnya dan berbalik untuk melihat Winda yang berada di belakangnya.

"Inget ya perjanjian kita, gak boleh saling bersentuhan sedikitpun, dan jangan ikut campur sama urusan satu sama lain. Kalau perlu Lo harus bawa surat perjanjian itu kemanapun Lo pigi!"

Lihatlah bagaimana seorang Seno Susilo Admaja yang tampan ini masih memikirkan surat perjanjian konyol itu.

"Iya, gue inget." Balas Winda dengan sangat malas.

Tidak kama, ponsel Seno berdering keras. Sebuah nama yang tertera disana membuat Seno langsung tersenyum dan segera mengangkatnya.

"Hallo baby," Seno kemudian berjalan ke arah belakang. Winda pun mengendap-endap mengikuti Seno dari belakang—ia sedikit penasaran dengan hubungan Seno bersama pacarnya itu.

"Hmm, aku janji gak akan ngelakuin hal yang aneh-aneh, karena aku cinta banget sama kamu."

Winda yang menguping pembicaraan Seno dari balik pintu pun hanya bisa terkekeh geli, lalu ia menirukan dengan pelan ucapan Seno.

"Iki jinji gik ikin ngilikiin hil ying inih inih. Kirini iki cinti bungur sini kimi," setelah mengejek Seno dengan pelan gadis itu langsung pergi dari sana.

*****

Tepi pantai dengan ombak yang sesekali menerjang dan angin yang bergemuruh, serta hamparan pasir putih dengan air lautan berwarna biru—mampu menciptakan kesan yang begitu indah. Membuat siapapun yang berada disana akan merasakan sensasi yang sangat menyenangkan.

"Lo harus inget peraturannya, kita emang jalan sama-sama. Tapi Lo harus jaga jarak, anggep seolah-olah kita gak saling kenal!"

Winda mengangguk antusias saat mendengar ucapan Seno.

Ini semua bermula saat Winda ingin pergi sendirian untuk mengunjungi pantai yang ada di Phuket. Seno awalnya masa bodoh saat gadis itu ingin pergi sendirian, tapi pria itu kemudian berpikir—bisa saja nantinya Winda tersesat, dan jika itu sampai terjadi habislah ia dengan ayahnya—mengingat gadis itu tidak mempunyai pengalaman berpergian ke luar negeri.

Jadi dengan berat hati, Seno mau menemani gadis itu asalkan mereka berjalan saling berjauhan dan pura-pura tidak saling mengenal.

Winda tidak peduli dengan Seno, yang terpenting ia bisa berjalan-jalan menikmati pantai Phuket yang terkenal sangat cantik itu.

"Sana," Perintah Seno ketua.

"Baik, Tuan muda," Winda membungkuk seolah-olah ia adalah pelayan Seno—kemudian gadis itu terkekeh geli, membuat Seno sedikit kesal.

Segera setelah itu, Winda langsung pergi dari hadapan Seno dan berjalan untuk menikmati pantai yang ada di sana, gadis itu lalu melepas sepatu yang ia kenakan dan menentengnya.

Seno ikut berjalan di belakang Winda dengan jarak yang tidak terlalu dekat. Sesekali pria itu melihat air laut dan Winda secara bergantian.

Dilihatnya tubuh mungil gadis itu yang mengenakan dres pendek berwarna merah, dan topi flopy berwarna coklat muda. Terlihat seperti anak berumur belasan tahun.

"Hai."

Beberapa turis asing sesekali menyapa Winda, dan tersenyum genit melihat gadis itu. Sedangkan Winda yang memang tidak pernah bertemu dengan laki-laki tampan berwajah bule, juga balas untuk menyapa.

"Hai juga," Winda melambaikan tangannya dengan genit dan tersenyum ramah.

Gadis itu sangat senang bisa dilirik oleh laki-laki tampan.

"Astaga, mereka sangat tampan, bahkan Jungkook BTS kalah tampan dari mereka," Winda berbicara sendiri sambil terus tersenyum.

Sementara Seno yang berjalan di belakang Winda terus menggelengkan kepalanya, ia sedikit heran saat mengetahui fakta bahwa Winda bisa segenit itu.

"Ck, dasar," Decih Seno.

Setelah itu Seno fokus berjalan sambil menatap air laut yang ada di sisi kanannya. Hingga akhirnya setelah beberapa saat kemudian, pria itu kembali melihat Winda yang sudah bersama dengan seorang pria berwajah bule.

Melihat hal itu Seno merasa tidak peduli. Pria itu ikut tidak melanjutkan langkahnya dan fokus menatap ombak—membiarkan Winda untuk bersenang-senang dengan pria asing. Lagian ia kan memang tidak boleh ikut mencampuri urusan gadis itu.

Hingga akhirnya Seno merasa sedikit penasaran dan kembali melirik Winda—gadis itu sedang tertawa gembira bersama pria tadi.

Entah apa yang merasuki Seno, pria itu malah berjalan mendekat ke arah Winda.

"Ada apa?" Tanya Seno.

Melihat Seno sudah berada di dekatnya, Winda langsung berbisik pada Seno, "Gue gak ngerti Bahasa Inggris, tapi dia dari tadi terus bilang 'Beautiful' 'Love' dan kayanya dia minta nomor hape gue. Boleh pake nomor Lo aja, gak? Gue gak punya hape. Nanti gue rencananya langsung beli hape pas sampe di Jakarta, kok. Tenang aja."

Seno kemudian menghela napasnya lalu memejamkan matanya sesaat.

Dan beralih menatap pria asing yang sedari tadi mencoba menggoda Winda.

"This woman is my wife, you can go now!" Seno mengatakan menggunakan bahasa inggris, yang bahkan Winda tidak tahu apa artinya itu—sepertinya gadis itu terlalu lama tinggal di desa.

Tapi yang jelas. Setelah Seno mengatakan hal itu, pria asing tadi langsung meninggalkan mereka—membuat Winda bingung dan sedikit kecewa.

"Seno, kenapa dia langsung pergi? Apa yang Lo bilang memang?" Winda menatap Seno dengan tatapan sedih.

"Gue bilang sama dia kalau Lo waria alias perempuan jadi-jadian." Jawab Seno dengan enteng.

Mendengar jawaban Seno, Sontak Winda membulatkan matanya lebar-lebar. Tangan gadis itu langsung mengepal dengan kuat.

Seno tahu bahwa saat ini Winda akan siap menerkamnya, terlihat dari sorot matanya yang tajam dan tangannya yang mengepal kuat.

"Kurang ajar ya, Lo."

Seno memundurkan langkahnya pelan, tangannya seolah-olah ingin menghentikan langkah kaki Winda yang terus mendekat ke arahnya. Dan dengan cepat pria itu langsung membalik tubuhnya lalu berlari dari hadapan gadis itu.

"Seno, berenti Lo!" Teriak Winda yang juga ikut berlari untuk  mengejar Seno.

Dan kini terjadilah aksi kejar-kejaran di pantai itu.

....

TBC