Seira terdiam usai panggilan terputus. Entahlah, tatapannya kosong tertuju ada titik hujan yang turun kembali deras seolah wakili Seira yang ingin menangis sebagai ungkapan betapa sesak itu memenuhi dadanya. Dia menengadah ke langit kala matanya terasa panas dan berkabut. Mengerjap berulang kali untuk menghalau bulir bening di pelupuk matanya.
"Ada apa denganku?" lirihnya sesak kepada hujan.
Hening. Tidak ada yang menanggapi selain suara hujan yang kian lebat bersama petir yang menyambar. Ada banyak kendaraan yang menepi. Seira kembali menundukkan kepalanya menatap tanah yang mulai tergenang air.
Bolehkah dia bermain di bawah hujan saat ini tanpa peduli akan hadiran orang lain? Dia hanya ingin menyamarkan tetes bening di matanya yang mendesak turun ke pipinya. Tuhan, mengapa terasa begitu sesak padahal dia yakin Arsyid hanya pamit sesaat. Tapi, sungguh, perasaan yang berkecamuk dalam dirinya membuat Seira kebingungan