Chereads / Gairah Cinta Duda Tampan / Chapter 32 - GCDT 32

Chapter 32 - GCDT 32

Pagi harinya mereka segera bersiap-siap, banyak yang harus mereka lakukan.

"Mas, nanti aku kerumah mama ya?" Raya meminta izin pada Rama, suaminya. Kini mereka berenam sedang sarapan, pria itu mengangguk walau menjeda kegiatan makan paginya.

"Halo semua, selamat pagi!!" suara seorang pria muda menggelegar, membuat semua orang menoleh dan mencari sumber suara. Dari balik tembok muncul sosok pria tampan yang tingginya hampir sama dengan Rama.

"Dendi!!!" Dea berseru, wanita itu tersenyum dan hendak berdiri namun di tahan oleh Rama, "makan dulu," suaranya terdengar lembut namun jika di dengar lagi ada nada cemburu dan kesal di sana. Wanita itu mengangguk patuh dan melanjutkan sarapan nya.

"Halo, Ma," Dendi berjalan kearah tante Vani dan mencium pipi sang mama, dan sang mama mengusap kepala putranya itu.

"Pagi, Pa," Dendi hanya mengangguk dan melempar senyum pada papa Roy, dan sang papa hanya mengangguk setelah menjeda kegiatan sarapan nya.

"Pagi, Cantik," sapa Dendi yang menatap wajah Dea dan mengerling, dan mendapat tatapan tajam dari Rama. Sedang Dea cemberut dan melotot. Setelah menyapa ketiga orang yang dia kenal, Dendi duduk di sebelah mamanya dan membuka piring, hendak ikut sarapan.

"Oya, barang-barang yang kamu beli aku bawa. Masih di mobil thu," Dendi bersuara seraya memandang wajah Dea, sedang Dea hanya mengangguk dan melanjutkan sarapan nya. Dan mereka makan dalam keheningan, hanya suara sendok dan garpu yang berbenturan dengan piring saja yang terdengar.

Rama sesekali melirik kearah adik tirinya itu, dan dia sering memergoki pria yang berstatus adik tirinya itu sedang mencuri pandang dan tersenyum kala menatap wajah Dea, istrinya.

Saat Rama ganti memandang Dea, wanita itu sibuk makan dan tidak menatap atau melirik siapapun. Di sini dia merasa aman, Rama tahu istrinya itu sangat setia dan mencintai dirinya, jadi tidak mungkin istrinya itu selingkuh.

"Dea," wanita itu menoleh dan memutar tubuh, "ya, Den," sahutnya. Pria itu melangkah mendekat, menatap lekat wajah wanita yang selalu mengisi hati dan hidupnya. Lalu mengikis jarak antara keduanya, sedikit menunduk dan meniup wajah itu.

"Dendi!!" kesal Dea, pria itu malah terkekeh. Segera menarik tangan wanita itu hingga terdengar suara, "mau kau bawa kemana istriku," Dendi berhenti melangkah kemudian memutar bola malas.

"Mau ngajak istrimu ambil barang barang miliknya yang ketinggalan," kemudian kembali melangkah dengan menarik tangan Dea, wanita itu merasa tidak enak. Namun tetap melangkah mengikuti langkah sahabat prianya.

Di belakang mereka, Rama mendengus sebal tapi tak urung mengikuti mereka. Netra Rama menatap mobil yang Dendi pakai, sepertinya mobil itu tidak asing.

"Bantuin bawa napa? Bengong mulu," cibir Dendi, sungguh Dendi tidak menyukai pria yang menjadi suami dari wanita yang dia cintai yang ternyata adalah kakak satu ayahnya. Rama melangkah maju, berdiri di tengah tengah antara Dendi dan Dea.

"Sudah?" tanyanya setelah tangannya terisi beberapa barang milik Dea, "kalau mau bantuin bawa barang barang gue juga nggak papa," dengan enteng Dendi berkata, namun segera mendapat toyoran dari Dea.

"Sama kakak itu yang sopan, elo gue, elo gue," tegur Dea seraya menunjuk nunjuk dada Dendi kesal, "huft, berisik," Dendi kembali meniup wajah Dea, Rama yang cemburu segera masuk dengan menarik tangan Dea.

"Jika loe buat Dea sedih, gue bersumpah akan rebut dia dari loe, Ram. Nggak perduli loe itu abang gue," Dendi mendesis dan mengatupkan kedua rahangnya.

"Lho dari mana kalian?" Tante Vani yang muncul dari dapur bertanya, "ambil barang Dea yang ketinggalan, Ma," Dendi yang baru muncul menjawab. Rama menjadi kesal sepenuh hati pada pria yang kini dia ketahui adalah adiknya, dulu saat berstatus hanya teman dia tidak begitu membenci walau tahu dari sinar matanya Dendi sangat mencintai Dea.

"Aku bawa pulang aja ya, Mas," Dea merasa tidak enak jika barang barang miliknya di taruh dirumah mertuanya, " di taruh di kamar Mas saja," tolak dan larang Rama yang kemudian melangkah meninggalkan mereka membawa barang barang milik Dea.

"Oya, thanks ya udah dibawain pulang," Dea berterima kasih, Dendi mengangguk dan berkata, "santai aja, apa sih yang ngga buat kamu," kemudian pria itu meringis kala kedua telinganya di tarik oleh kedua wanita kesayangannya.

"Sakit, Ma, De," sungut Dendi seraya mengusap kedua telinganya, Dea maupun Tante Vani malah terkikik. Raya yang melihat pemandangan itu menjadi kesal dan cemburu bukan main.

"Dasar wanita mandul, Jadi cewek kok ganjen. Semua pria di dekati, ah, jangan jangan nanti jika udah pisah sama mas Rama dia mau nggaet adiknya, Ck nggak banget," gumam Raya dengan nada mencemooh, beruntung ketiga orang itu tidak mendengar.

"Ya udah, gue keatas dulu," pamit Dea yang langsung diangguki Dendi dan Tante Vani.

"Mau nginep di sini berapa hari?" Tante Vani melihat putranya membawa tas yang dia yakin berisi pakaian ganti anaknya, "lama mungkin," sahutnya.

"Tumben, biasanya nggak mau di ajakin kerumah papa?" tanya Tante Vani seraya mencibir, Dendi menoleh lalu memutar bola malas.

"Di sana siapa nanti yang siapin Dendi makan dan baju jika mama di sini?" kesal Dendi, "ada mbok Ijum ini," jawab Tante Vani, "lagipula kamu udah punya istri kenapa di cerai, bagus dia bisa nyiapin kebutuhan kamu," cibir Tante Vani, mereka berbincang sambil melangkah menuju ruang tamu.

"Dendi cuma mau satu orang yang jadi istri Dendi, mama tahu itukan," Tante Vani menghela nafas pelan, tidak tahu harus mengatakan apalagi pada putranya ini, cintanya yang begitu besar pada Dea dan tidak di ketahui si empunya membuat Tante Vani was was jika Dea tahu, perempuan itu akan menjauhi Dendi dan itu secara langsung membuat putranya hancur.

"Ingat, Dea itu kakak ipar kamu. Jaga batasan dan jarak antara kalian," Tante memperingatkan putranya.

"Hmm," jawabnya malas dan segera menata pakaiannya pada almari, dan yang kotor dia masukkan ke keranjang, Tante Vani mengernyit heran kala melihat Dendi mengeluarkan pakaian kotor itu.

"Ini pakaian kamu berapa hari?" Dendi nyengir sambil menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal.

"Seminggu lebih, Ma." sahut Dendi tanpa merasa bersalah, Tante Vani mengerucutkan bibirnya kesal, "kebiasaan," katanya seraya menjewer telinga putranya membuat pria itu mengaduh.

"Mana oleh-oleh buat mama?" Tante Vani menengadahkan tangan berharap diberi sesuatu oleh anaknya, "mama bisa pergi sendiri 'kan sama papa, trus beli sendiri yang di mau. Dendi kesana cuma buat menghibur Dea," kilah pria itu.

"Den," Tante Vani dan Dendi menoleh bersamaan, "Ingat, Dea kakak iparmu. Papa tidak mau kamu sama Rama bertengkar karena Dea, papa juga sayang Dea. Jangan sampai dia tertekan karena kalian," papa Roy mendekat dan menepuk pundak putra kandungnya. Walau bagaimana pun dia sudah menganggap Rama anak kandungnya, awal mula yang mengira bahwa Rama adalah hasil kesalahannya dahulu, hingga pertemuan dengan sepupunya yang memberitahukan kejadian beberapa tahun silam tentang pria itu dengan Abhel, istri pertamanya.