Makanan yang mereka pesan pun datang, dan mereka menyantap makanan itu tanpa suara. Dea melirik makanan yang sedang di makan Dendi, diam diam wanita itu menelan ludahnya perlahan.
"Den," Dea memanggil pria yang tengah menyantap nasi goreng, "hmm," jawabnya sambil memasukkan sendok yang berisi nasi goreng penuh ke mulutnya, sedang netranya melirik wanita yang memanggilnya.
"Enak?" tanyanya sambil menunjuk nasi goreng itu penuh dengan minat, Dendi mengangguk cepat dan menjawab, "enak."
Tanpa di duga, Dea berdiri dan merebut sendok yang di genggam Dendi. Lalu menyendokkan nasi itu lalu memasukkan kedalam muluorang untukdan mengunyahnya perlahan.
"Yank," tegur Rama tidak suka, "De," kaget Dendi.
"Hehehe," wanita itu malah terkekeh, "kamu pengen makan nasi goreng? Aku pesenin ya?" tawar Rama saat Dea sudah kembali duduk di sampingnya.
"Nggak usah mas, udah nggak pengen kok," tolaknya yang kemudian memotong daging steak yang Rama pesankan tadi, "nggak papa, aku pesenin ya?" Rama menawari Dea kembali, tidak rela rasanya jika istri tercintanya makan memakai sendok bekas pria lain. Jika bekas wanita, Rama masih mentolerirnya, tapi ini...hati Rama benar benar kesal dan sebal pada istrinya.
Sintya bertambah yakin dengan praduganya, Dea sedang hamil dan saat ini sedang ngidam. Tapi beruntung Dea tidak mual mual jika tidak Rama akan panik dan membawanya ke klinik lalu tahu jika Dea hamil dengan pria lain.
Setelah selesai makan, mereka berjalan-jalan mengelilingi mall tersebut. Lea yang lincah, aktif dan banyak bergerak berjalan mendahului mamanya dan juga teman temannya. Bruk, Lea yang tengah berlari menabrak seseorang dan membuat tubuhnya yang kecil itu terjatuh, pantatnya terhempas ke lantai yang dingin.
"Huaaa, Tante Dea sakit!!!" Lea berteriak heboh dan menghentak hentakkan kakinya yang pendek masih dalam posisi terduduk di lantai, sedang tangannya mengusap pantatnya yang terasa sakit. Dea dan yang lain segera berlari saat mendengar suara cempreng yang mereka kenal memanggil nama Dea.
Sedang wanita yang Lea tabrak berjongkok berniat membantu gadis kecil itu berdiri, malah membuat Lea semakin histeris dan menangis kencang karena ketakutan.
"Lea, ya ampun," Dea segera berlari namun segera berhenti kala merasakan perutnya kembali kram, "sakit lagi?" Rama yang sudah berada di sampingnya bertanya cemas.
Dea tidak menjawab, hanya brrsandar pada dada suaminya dan berpegangan pada tangan Rama lalu meringis, sesekali tangannya mengusap perutnya seperti tadi. Benar saja rasa kram itu hilang dengan sendirinya.
"Kamu nggak papa 'kan, Le?" Sintya yang sudah berada di dekat Lea bertanya dan memeriksa tubuh putrinya.
"Maaf tadi dia nabrak aku dan dia malah terjatuh," wanita itu menjelaskan, "Luna," Dea yang mengenali suara mantan istri sahabatnya memanggil.
Wanita yang di panggil Luna tersebut mendongak dan mencari suara yang memanggil namanya seraya menjawab, "ya aku Luna,"
Dea melangkah maju dan membantu Lea berdiri karena gadis kecil itu tidak mau di bantu mamanya ataupun Sila yang sudah berada di samping gadis kecil itu.
"Gimana kabarmu?" tanya Dea seraya menghapus airmata yang membasahi pipi Lea yang montok tersebut.
"A-aku baik," jawabnya gugup kala netranya mendapati seseorang yang berdiri tidak jauh dari Dea dan sahabatnya.
"Dia...putrimu?" Luna bertanya pada Dea sambil menunjuk Lea dengan dagunya, Dea menggeleng lalu tertawa kecil.
"Bukan, Lea ini anak Alex dan Sintya," jawab Dea seraya meliril Sintya yang kesal pada anaknya karena tidak mau dia tolong, "lagipula aku sama mas Rama juga baru menikah tiga tahun, tidak mungkin punya anak sebesar ini, iya 'kan mas?" Dea mendongak sambil menatap netranya suaminya yang tengah memperhatikan penampilan Luna.
"Mas," Dea menarik pergelangan tangan Rama yang membuat pria itu tersentak kaget, "iya, Yank," Rama menyahut.
"Ini Luna, istri Dendi," Dea memperkenalkan wanita yang sedang berdiri di depannya, "mantan istri, De," Dendi dan Luna meralat ucapan Dea bersamaan.
"Cie, kompakan nie," goda Dea sambil mencolek dagu Luna lalu terkikik geli, "apaan sih, Lun," pipi Luna memerah menahan malu, jujur saja perasaannya pada Dendi, mantan suaminya itu masih ada. Tapi dia tidak berani berharap lagi setelah suaminya mengutarakan perasaannya kala itu atas tuduhan yang dia berikan, "ya aku mencintai Dea, sangat mencintai Dea. Aku menerima cintamu karena bujukan Dea," betapa hancur hati Luna kala itu.
Luna akui, Dea memang wanita baik sehingga mudah bagi orang untuk menyukainya, termasuk suaminya. Memberi nama persahabatan di atas rasa cinta, itulah yang sedang dan selalu Dendi lakukan.
Luna tidak bisa menyalahkan Dea yang bersahabat dengan Dendi karena kenyataannya wanita itu tidak tahu jika pria ini sudah mencintai dirinya semenjak dahulu.
"Kami hanya bersahabat, Lun. Lagipula bukan hanya Dendi, ada Alex dan juga Panca, apa mereka juga mencintai diriku?" ujar tidak percaya Dea saat Luna memarahinya karena kedekatan mereka.
Luna juga tahu jika ketiga sahabat pria Dea menaruh hati pada wanita tidak peka perasaan ini.
"Sendirian aja?" Dea bertanya karena tidak melihat Luna sedang bersama siapapun, wanita itu menggeleng.
"Sama teman," jawabnya, Dea manggut manggut mengerti.
"Maaf lama," suara pria yang Dea kenal, "Anton?" Dea menunjuk wajah pria bertubuh tinggi yang sedang mengacak rambut mantan istri sahabatnya.
Kening pria yang bernama Anton itu berkerut lalu tersenyum lebar, "Dea!!" pekik Anton kegirangan lalu tangannya refleks mencubit gemas kedua pipi Dea. Rama melotot tidak percaya, melihat ada pria lain menyentuh istrinya.
"Apa kabar?" tanya Anton yang hampir memeluk Dea, namun gagal karena sudah di sembunyikan Rama di belakang punggung lebarnya.
"Dia suamimu?" Anton bertanya sembari menunjuk Rama, Dea tersenyum sambil mengangguk.
"Ck, katanya mau menunggu aku," kemudian Anton tertawa, "ish, cinta monyet itu. Nggak usah di inget inget lagi," Dea berbicara masih berada di belakang punggung Rama.
"Mas, dia teman SD aku dulu," Dea menautkan jemarinya pada jemari Rama seraya bersandar di lengan suaminya.
"Lebih tepatnya, pacar pertama," Anton meralat, "aduh," Anton memegang kepalanya karena ada yang memukulnya.
"Dia Dendi," Dea menunjuk sahabatnya yang tadi memukul kepala Anton, "Dendi si resek itu?" Dea mengangguk. Ya, Dea, Dendi dan Anton adalah teman SD, dan setelah lulus Anton berpamitan dan memilih melanjutkan sekolah di kota di mana neneknya tinggal karena perceraian orang tuanya yang membuat konsentrasi belajarnya berantakan.
Mereka benar benar hilang kontak, hanya Dendi yang setia membersamai Dea. Namun wanita tidak peka itu tidak sadar jika sahabatnya itu telah menaruh hati padanya.
"Kamu sama Luna berpacaran?" Dea menatap Luna dan Anton bergantian.
"Tidak,"
"Iya," jawab mereka bersamaan tapi tidak kompak, Luna melirik mantan suaminya yang sama sekali tidak melihatnya. Hanya melihat saat dia sedang tegur sapa dengan Dea, dan kemungkinan yang pria lihat adalah Dea, bukan dia.
"Hish, kalian pacaran enggak? Kok nggak kompak jawabnya?" Dea mengulang pertanyaan nya kembali.
"Kami baru pendekatan," Luna menjawab sambil menatap wajah Dendi, ingin melihat ekpresi mantan suaminya kala mendengar dia dekat dengan pria lain.