Kini mereka sudah berada di mall kota tersebut, menuruti permintaan Dea yang sedang ingin jalan jalan dan makan es krim. Rama yang posesif sepanjang perjalanan menuju food court selalu mengalungkan tangannya di pundak Dea. Semakin sering wanita itu protes semakin gencar Rama membuat istrinya itu tidak bisa lepas dan tidak bisa jauh darinya.
"Kan sudah Lea bilang, tadi harusnya Om Rama nggak usah ikut," Lea yang kini berada di gendongan Dendi berbisik, takut suami tante kesayangannya mendengar dan marah padanya. "Kan nggak asyik jadinya, Lea nggak bisa jalan gandengan sama tante Dea," kata Lea masih sambil berbisik, Dendi yang mendengar hanya menahan senyum, benar kata gadis kecil itu.
Rama terlalu posesif pada Dea, melarang ini dan itu. Berbeda saat bersama Abraham, pria bule yang menjadi selingkuhan Dea. Pria itu membebaskan Dea melakukan apa yang wanita itu suka asal wanita itu senang dan bahagia.
"Oya nona kecil, kamu mau makan di mana?" Rama menoleh dan memandang wajah gadis kecil yang sedang mengalungkan tangannya di leher Dendi dan sedang berbisik itu, lalu tampak Lea sedang berpikir. Sesekali matanya melirik Dea yang juga tengah mencari tempat, mereka benar benar kompak.
Sintya hanya menggeleng pelan melihat tingkah sahabatnya dan putrinya, kenapa mereka malah mirip ibu dan anak. Mereka selalu bisa kompak dan gampang menyukai apa yang satu nya sukai.
Apa ini efek karena dulu saat hamil, Sintya pernah membenci Dea karena Alex tidak mau menyentuhnya lagi setelah menikah. Ya, Sintya hamil Lea karena kecelakaan, Alex yang mabuk mengira dirinya adalah Dea. Jika di lihat bentuk tubuh dan ukuran tinggi mereka sangat berbeda, bagaimana mungkin Alex bisa salah.
Dan mengingat malam terkutuk itu, seketika Sintya kesal pada Alex dan Dea. Kesal pada Dea karena pria yang dia sukai dan cinta malah mati matian mencintai wanita lain hingga saat berhubungan badan pun hanya nama Dea yang Alex sebut.
Sintya kesal pada Alex karena tidak peka hati dan pikiran nya, menikah hampir lima tahun sepertinya belum bisa membuat suaminya itu benar benar mencintai dirinya.
"Kenapa melamun?" Dea merangkul Sintya yang bengong, wanita yang sudah memiliki satu anak itu tersenyum dan menggeleng pelan.
"Le, sepertinya mama kamu rindu sama papa nih," Dea berujar bermaksud bercanda dan di tanggapi mata yang berbinar dari mata gadis kecil itu.
"Telepon papa aja, Tante!" Lea memekik kesenangan dan bertepuk tangan heboh, ternyata walau Alex jarang bermain dengan putrinya, itu tidak menghilangkan jejaknya sebagai ayah yang menyayangi putrinya.
"Minta mama lah, Le," Sila yang menjawab malas, "huh, Tante Sila payah, 'kan Lea mintanya sama Tante Dea" ejek Lea yang langsung di bekap oleh Dea.
"Nggak boleh ngomong kaya gitu ya, Sayang," tegurnya yang malah membuat Lea cemberut tidak suka, "Tante Dea nggak asyik," gerutu Lea yang langsung turun dari kursi tempat dia duduk dan naik kepangkuan mamanya.
Dea meringis dan mengaduh saat perutnya terbentur meja ketika hendak mengejar gadis kecil kesayangannya, "kamu nggak papa, Yank?" Rama segera menarik dan mendudukkan kembali Dea.
"Nggak papa kok, Mas," jawab Dea, akan tetapi Rama tidak percaya, "tapi kenapa seperti kesakitan begini, hmm?" tanyanya cemas, Dea menggeleng seraya menunduk dan memegang perutnya.
"De, loe serius nggak papa?" Dendi berdiri dan mendekat, pria itu juga khawatir karena melihat wajah Dea yang tiba tiba pucat. Karena cemburu Rama menepis tangan Dendi yang memegang pundak Dea karena cemas.
"Apa apaan sih?!" protes Dendi tidak terima, "dia istri gue, dan gue nggak suka loe pegang pegang dia, ngerti!!!" sentak Rama dengan suara keras. Dendi hanya diam dan berdiri mematung penuh dengan rasa khawatir.
"Bawa dia kerumah sakit!" Sintya menyarankan, takut jika ada apa apa dengan sahabatnya. Apa lagi jika dugaannya benar.
Wanita itu menggeleng menolak seraya mengusap lembut perutnya, 'kenapa rasanya sakit sekali, biasanya jika terbentur tidak sesakit ini,' keluhnya dalam hati, tidak ingin melihat Rama dan yang lainnya cemas.
"Beneran nggak papa, De?" Sintya ikut bertanya lagi karena cemas, entah kenapa fillingnya mengatakan sahabatnya ini sedang mengandung benih Abraham, selingkuhan Dea.
Dea mengangguk dan sesekali menarik dan membuang perlahan nafas itu.
"Kerumah sakit saja yuk, biar di periksa dokter," Rama membujuk istrinya yang keras kepala, Dea sekali lagi menggeleng.
"Nggak perlu, Mas. Ini udah baikan kok," benar rasa sakit dan sedikit kram tadi sudah berangsur hilang.
"Yakin nggak perlu ke dokter?" Rama meyakinkan, Dea mengangguk mantap agar suaminya yakin dan percaya kalau dirinya sudah baik baik saja.
"Sekarang pesan es krim dan makanan saja, ya," Dea menatap suaminya dengan lembut, pria itu mengangguk. Dea mendongak dan memandang wajah khawatir Dendi, "gue nggak apa apa, loe tenang saja ya," ucap Dea menghibur seraya memegang pergelangan tangan kekar Dendi.
Dendi tersenyum dan mengangguk lalu mengusap lembut kepala Dea, "ya udah," balas Dendi terdengar lega kemudian pria itu kembali ketempat duduknya, netranya tidak lepas dari Dea dan rasa khawatir masih terpampang di sana. Namun Rama tidak suka adegan yang baru saja dia lihat, ingin sekali dia menghajar pria yang sudah menyentuh istrinya.
"Tante Dea, Lea minta maaf ya," gadis kecil itu berjalan mendekat dan memeluk pinggang Dea lalu membenamkan kepalanya di perut Dea yang tadi dia buat sakit.
"Iya, Tante Dea maafin," katanya dengan lembut seraya memeluk dan mencium kepala gadis kecil itu. Dea tahu, pasti Sintya yang menyuruh gadis kecil itu meminta maaf padanya, Lea adalah gadis kecil yang keras kepala. Dia mirip sekali dengan Alex, tidak mudah meminta maaf pada siapapun. Namun entah kenapa jika berhubungan dengan dirinya, Alex dan Lea cepat luluh.
Beberapa pramusaji datang dan menyodorkan buku menu, ke empat orang dewasa itu sibuk memilih menu makanan yang akan mereka jadikan makan siang kali ini. Dea hanya duduk dan menerima apa yang akan suaminya pesankan, diam diam Dendi memesankan Dea makanan kesukaan wanita itu.
Namun sebelum makanan itu datang, Rama sudah berkeliling mencari kedai yang menjual es krim. Kemudian membelikan tiga porsi untuk Dea dan Lea, gadis kecil yang tadi sempat membuat dirinya marah karena telah membuat Dea kesakitan. Namun segera dia tepis karena sadar gadis itu masih kecil dan belum mengerti apapun, apalagi Lea sudah meminta maaf.
"De," Sila berbisik memanggil sahabatnya, Dea yang tengah menatap sekitar menoleh, "ya," sahutnya. Sila mengedarkan netranya ke sekeliling, lalu mengangsurkan ponselnya.
"Baca status seseorang," katanya masih dengan berbisik, Dea mengernyit bingung. Akan tetapi tetap mengambil ponsel itu dan melihat apa yang coba Sila tunjukkan.
Di sana tampak seorang pria bule sedang berdiri di balkon seraya menatap langit yang gelap, dengan caption "MISS YOU, DARLING" senyum mengembang di bibir Dea, segera di ketiknya sesuatu dan segera dia kirim.
(Miss you too honey) pria yang menerima pesan itu tersenyum, dengan cepat pria itu membalas.
(Tunggu aku beberapa minggu lagi) pesan dari Abraham, pria yang membuat status sedang merindukan istri orang. Dea tersenyum dan tangannya hendak mengetik sesuatu sebagai balasan.
Namun, "lagi lihat apa?" Dea tersentak kaget saat mendengar suara suaminya sudah berada di dekatnya, "hehehe, ini lihat foto foto pas kami liburan kemarin. Kan aku cuma sedikit ambilnya," kilah Dea mencoba berbohong, Rama pun mengangguk percaya dengan jawaban istrinya.