Chereads / Gairah Cinta Duda Tampan / Chapter 31 - GCDT 31

Chapter 31 - GCDT 31

"Mas," Abhel segera kembali kedunia nyata saat mendengar suara Vani memanggil suami mereka, Roy mendongak dan tersenyum. Tangannya melambai memanggil istri keduanya dan menepuk kursi kosong di sebelahnya.

"Kalian ngomongin apa?" tanya tante Vani yang sudah duduk di samping kanan Tuan Roy, Tante Vani meletakkan tangannya di atas paha suaminya dan menatap penuh cinta. Pun Tuan Roy, dia juga mengelus kepala tante Vani dengan sayang. Abhel merasa iri, suaminya itu tidak pernah seperti itu jika dia tidak meminta, apa benar selama ini tidak ada cinta dihati suaminya itu, gumam Mama Abhel dalam hati.

"Mas, kok ngga jawab sih? Lagi bahas apa?" bibir Tante Vani mengerucut membuat Tuan Roy gemas, namun Mama Abhel jadi jijik karenanya.

"Ngga ada, Sayang," ujar tuan Roy seraya membelai rambut hitam istri keduanya yang terdengar lembut di telinga Mama Abhel saat mengatakan itu, perih dan sakit itu yang dirasakan Mama Abhel, selama ini jarang sekali suaminya itu memanggilnya dengan sebutan 'Sayang', akan tetapi dengan Vani dengan begitu lancarnya sang suami memanggil dengan sebutan 'sayang'.

"Kok Dea makin hari makin cantik ya? Tadi pas dia jalan, mbak merhatiin nggak sih kalau si Dea itu agak beda gitu?" tatapan tante Vani beralih ke kakak madunya, Mama Abhel mengernyit bingung.

"Maksud kamu gimana, Sayang?" lagi hati Mama Abhel terasa sakit mendengar kata 'Sayang' yang keluar dari mulut suaminya namun bukan untuk dirinya.

"Kayaknya Dea lagi isi," Tante Vani menyandarkan kepalanya di bahu suaminya, 'dasar wanita tidak tahu diri, dia itu suami ku. Berani beraninya mau merebutnya dari ku,' desis Mama Abhel dalam hati, kesal rasanya melihat tingkah manja adik madunya itu.

"Isi?" tanya ulang papa Roy dan mama Abhel bersamaan, "iya, isi. Maksudku Dea kaya orang lagi hamil, lihat aja bentuk tubuhnya," tutur Tante Vani yang membuat Mama Abhel merasa tidak nyaman.

'Bagaimana bisa hamil, bukankah kata Raya mereka sudah tidak berhubungan lagi semenjak Dea tahu Rama menikah lagi?' gumam Mama Abhel dalam hati.

'Atau jangan jangan itu bukan anak Rama?' lagi Mama Abhel berpikiran yang tidak tidak.

"Bagus dong itu, berarti sebentar lagi kita jadi kakek dan nenek!" seru papa Roy terdengar senang, "iya 'kan, Ma," papa Roy mengusap lembut lengan Mama Abhel.

"Hah, bagaimana?" Mama Abhel yang tidak fokus menjadi terkejut, "itu lho mbak, kalau Dea hamil berati kita akan menjadi kakek sama nenek," Tante Vani menimpali.

"Memang sudah pasti kalau Dea hamil?" tanya Mama Abhel meyakinkan, terlihat Tante Vani merenung lalu menggeleng.

"Belum sih mbak, tapi ciri cirinya kaya orang lagi hamil," kata Tante Vani sedikit berbisik.

"Ow, aku kira beneran hamil," ujar Mama Abhel yang terdengar lega, tidak rela rasanya jika Dea yang hamil. Bisa bisa nanti dia tidak dapat apa apa dari orang tua Raya, dan sekarang dia harus berpikir lebih keras bagaimana caranya agar Raya bisa hamil.

Terlintas ide konyol dan gila di benaknya, tapi apakah menantunya tersayang itu mau menjalankan idenya? Ah nanti sajalah dia akan mengatakan rencananya, pikir Mama Abhel.

Ketiganya akhirnya memilih masuk kekamar karena sudah malam, dan saat baru menaiki tangga mereka bertiga berpaprasan dengan Dea.

"Mau kemana, De?" tanya Tante Vani, Dea tersenyum lalu berkata, "mau ambil minum, Tante. Air minum di kamar habis," sambil menunjukkan teko kosong yang dia bawa, Tante Vani mengangguk dan tersenyum. Kemudian mereka kembali melangkah menuju kamar mereka.

"Mas, malam ini mas sama mbak Abhel 'kan?" langkah mereka terhenti, Mama Abhel hanya diam menanti jawaban suaminya.

"Iya," jawabnya, membuat senyum di bibir Mama Abhel merekah. Sudah hampir dua bulan dirinya tidak di jamah sang suami, Mama Abhel akui walau sudah berumur, tenaga suaminya tidak kalah dengan anak muda saat mereka berbagi peluh.

Membayangkan itu membuat pipi Mama Abhel memerah, tidak sabar rasanya merasakan kehangatan yang suaminya berikan dan tanpa sadar intinya dibawah sana berdenyut merindukan sentuhan.

Mereka kemudian masuk kekamar masing masing, Mama Abhel menunggu suaminya yang sedang berada kekamar mandi, sementara dirinya mengambil lingerie yang akan dia kenakan untuk menggoda suaminya kembali.

Mama Abhel segera masuk kekamar mandi begitu papa Roy keluar kamar mandi tersebut, dengan membasuh sedikit wajahnya agar terlihat segar Mama Abhel segera memakai lingerie yang tadi dia sembunyikan dan memakai kimono tidur sebagai pelapisnya.

Saat keluar kamar mandi, Mama Abhel melihat suaminya sedang berkutat dengan laptop. 'Apa mas Roy juga begini saat bersama Vani?' gumam Mama Abhel dalam hati.

"Mas," papa Roy menoleh dan melempar senyum pada istri pertamanya, "maaf kerjaan mas banyak, kamu kalau udah ngantuk tidur dulu ngga apa apa," tutur papa Roy yang langsung mengalihkan pandangan nya ke laptop.

Mama Abhel mencengkeram bajunya bagian atas, belum apa-apa suaminya sudah menolak. Apa dia tidak rindu, ah kenapa harus rindu bukankah ada Vani. Wanita yang suaminya cintai, hingga mereka nekat berselingkuh dan menghasilkan anak. Dengan rasa kesal akhirnya Mama Abhel tertidur.

"Maaf, Bhel aku belum bisa menyentuh dirimu kembali," ujar papa Roy seraya menatap punggung Mama Abhel. Setelah melepas kacamata bacanya dan menutup laptop nya, papa Roy merebahkan tubuhnya yang lelah di samping Mama Abhel.

"Rama, walau kau bukan anak kandung papa. Tapi papa sangat menyayangi dirimu, dan semoga ayahmu yang brengsek itu tidak mengambil mu dari papa," Abhel yang pura-pura tidur terkejut mendengar gumaman suaminya. Jadi mas Roy sudah tahu siapa Rama sebenarnya, tapi kenapa Mas Roy tidak marah padanya.

****

Keesokan harinya tubuh Dea begitu lelah, Rama meminta haknya berkali-kali. Seperti tidak kenal lelah Rama memasuki dirinya dan pukul tiga dini hari baru lah Rama menghentikan aksinya jika Dea tidak memelas.

"Makan di kamar saja, ya?" tawar Rama, tidak tega rasanya melihat istrinya tercinta pucat dan kelelahan gara-gara dirinya.

"Tidak usah, Mas," tolak Dea yang kemudian bangkit dari ranjang peraduannya dan menuju kamar mandi, "stop, biar aku mandi sendiri," Dea berkata seraya merentangkan kedua tangannya agar suaminya tidak ikut masuk.

"Aku hanya ingin membantu, Sayang," kilah Rama. Tidak ada rasa lelah jika harus meminta haknya pada wanita ini, hasratnya seakan tidak akan pernah padam jika berdekatan dengan Dea. Wanita itu mendengus dan berkacak pinggang.

"Aku masih lelah, aku ingin mandi tanpa ada gangguan. Jadi... Biarkan aku mandi dengan berendam, oke," kini ganti Rama yang mendengus kesal.

"Jadi kau menolak, Mas?" ujarnya tanpa rasa bersalah, Dea menyipit kedua netranya lalu mendekat dan berkata, "apa harus Dea ingatkan," Rama tidak suka jika Dea sudah seperti ini.

"Ya sudah, kamu mandi dulu. Mas tunggu kamu," putus Rama akhirnya, jika dia kekeh pasti Dea akan marah dan akan mendiamkan dirinya.