Papa Roy bingung dan dilema saat mengingat perkataan istri keduanya, Tante Vani.
"Mas, gimana kalau Dendi beneran cinta sama Dea? Trus dia ingin merebut Dea dari Rama? Apalagi kita tahu pernikahan Rama dan Dea sekarang abu-abu," ucap Tante Vani kala itu.
"Dan seperti yang aku katakan pada Dea tadi, kalau Dendi ga bisa move on dari cinta pertamanya, yaitu Dea," pungkas Tante Vani yang semakin membuat Papa Roy pusing.
Papa Roy tahu sedikit banyak watak Dendi, anak kandungnya bersama Tante Vani, keras kepala dan ambisius sama seperti Rama. Jika sudah mencintai seseorang maka akan mengejar dan tidak akan melepas.
Papa Roy mendesah frustasi, di usapnya perlahan wajah berumur hampir setengah abad itu tetapi masih terlihat tampan dan segar.
"Mas ngapain?" tegur mama Abhel yang tiba-tiba sudah duduk di samping Papa Roy yang sedang bersantai di taman. Di pangkuan Papa Roy ada sebuah laptop yang masih menyala.
Mama Abhel melirik sekilas apa yang tengah suaminya kerjakan, Papa Roy mengulas senyum lalu menarik kepala Mama Abhel dan meletakkan di bahunya.
"Kenapa kehidupan rumah tangga kita dan anak kita sama, Ma," mata Papa Roy menerawang jauh, entah takdir yang bagaimana yang sudah Tuhan atur dan tentukan.
"Mama lebih suka sebenarnya jika Rama sama Raya, mereka sama-sama dari keluarga...." ucapan Mama Abhel berhenti kala Papa Roy merubah posisi duduknya.
"Bagaimana kalau orang-orang ada yang mengatakan bahwa mereka lebih suka dan berpendapat kalau melihat papa lebih cocok dengan Vani, apa Mama tidak sakit hati?" ucapan Papa Roy pelan dan halus tapi terdengar menyakitkan di hati Mama Abhel.
Perlahan Mama Abhel menarik kepalanya dan ikut menatap kedepan, menatap berbagai tumbuhan, ada bunga mawar, ada bunga kamboja, ada bunga melati, bunga anggrek dan masih banyak lagi.
Sungguh hatinya sakit saat suaminya bertanya bagaimana jika orang menilai dirinya tidak patut bersanding dengan tuan Roy, sang suami.
Sedang yang lebih pantas adalah Vani, istri kedua suaminya atau lebih dikenal madu. Madu yang pahit yang datang dalam rumah tangganya, membuat cinta dan kasih sayang suaminya harus terbagi.
Mama Abhel paham benar, cinta pertama tidak akan muda di lupakan. Dan bagi Mama Abhel, Tuan Roy adalah cinta pertama dan terakhirnya.
Karena cinta itu membuat dirinya buta dan melakukan apa saja termasuk menjebak dan memberikan kesuciannya kala itu. Ingatannya kala itu Mama Abhel menyatakan perasaan cintanya pada Papa Roy.
Flashback on
"Mas Roy, bisa kita bicara?" tanya Abhel muda, baru kali ini dia berani memandang dari dekat wajah tampan yang diam-diam sudah mencuri hati dan pikirannya.
Saat ini mereka berada di taman kota, kebetulan rumah Abhel muda dan Roy muda dekat dengan taman kota. Dan waktu itu pagi hari dan di hari Minggu, Abhel muda sangat hafal jadwal pemuda idamannya itu.
Setiap hari Minggu pasti pujaan hatinya ini akan lari mengitari taman yang saat ini mereka gunakan untuk mengobrol.
Memperhatikan setiap hari dan diam-diam menguntit rela dia lakukan, cinta memang buta, ya itulah yang dia pikirkan. Walau sering bertegur sapa jika bertemu, tetapi Roy muda jarang memulai percakapan terlebih dahulu.
Menurut Abhel muda wajar jika Roy muda sombong dan jarang menegur dirinya atau banyak bicara padanya, mungkin karena wajahnya yang tampan sehingga gengsi rasanya menyapa dirinya yang berwajah pas-pasan.
Sedang bagi Roy muda, dia sedang menjaga hati wanita yang sangat dia cintai, Vani. Oleh karena itu, dirinya menjaga jarak dengan semua wanita, termasuk Abhel.
"Mau bicara apa?" Roy muda bertanya setelah menengak air putih di dalam botol yang dia bawa, kemudian menyeka keringat yang mengalir di keningnya dan hendak turun ke hidungnya yang mancung.
Abhel muda menghela nafas sejenak lalu memutar tubuh menghadap Roy yang saat ini duduk di sebelah kirinya.
"Sebelumnya saya minta maaf jika perkataan saya terlalu berani, tetapi saya sudah ga tahan memendamnya sendiri," Abhel muda menggigit kuat bibir bawahnya.
Roy muda menoleh, menatap lekat wanita yang baik menurutnya, tetapi harus dia jauhi. Ya karena satu keinginan, hanya ingin menjaga perasaan wanita yang dia cintai.
"Saya... Saya menyukai kamu mas Roy, saya menyukai mas Roy sejak pertama kita bertemu, dan saya mau jadi pasangan hidup kamu," Abhel memejamkan mata sambil menahan perasaan yang bergejolak.
"Saya ingin kita menjalani hidup dan kemudian menua bersamamu, dan membesarkan anak-anak kita kelak," tambah Abhel tanpa malu mengatakan keinginan dan perasaannya.
Besar keinginan dirinya agar di terima dan di beri kesempatan agar bisa memiliki pria yang sudah memasuki hati dan pikirkan ini.
Roy muda memandang intens gadis di depannya dengan perasaan yang entah.
"Maaf saya ga bisa jadi pasangan kamu, saya ga terlalu sempurna untuk gadis secantik dan sebaik kamu," Roy menjeda ucapannya, kembali keposisi semula menghadap kedepan, memandang orang-orang yang melakukan pemanasan dan ada yang berlarian kecil.
"Tapi saya sangat mencintai kamu, Mas," airmata itu akhirnya perlahan turun, "kenapa kamu tega nolak saya!" Abhel memukuli tubuh kekar Roy, tetapi di biarkan saja olehnya.
"Maaf saya beneran ga bisa," Roy muda bangkit dari duduknya dan melangkah meninggalkan Abhel yang tengah menangis karena penolakan yang dia berikan.
"Kamu jahat, Mas! Kamu jahat!" pekik Abhel masih tidak terima dan sakit hati.
"Maaf," hanya itu yang terlontar dari bibir Roy, akhirnya dia melangkah meninggalkan Abhel yang masih meraung-raung dan menjerit memanggil namanya dan meminta dirinya kembali.
"Aku akan menjadikan kamu milikku, Mas Roy. Aku berjanji, hanya aku yang bisa memiliki kamu," lirih Abhel di iringi seringai, lalu menyeka airmatanya dengan kasar menggunakan punggung tangannya.
Semenjak kejadian tersebut, Roy sepertinya menghindari Abhel. Abhel yang mengetahui dan paham akan perbuatan Roy sangat geram dan kesal bukan main, keinginannya untuk memiliki pemuda yang membuat dirinya tergila-gila semakin menguat.
Hingga di suatu hari dirinya bertemu dengan sahabatnya, dan mereka memiliki kisah yang sama.
Abhel dan Riris, sahabatnya bertemu di sebuah cafe mereka saling menceritakan kehidupan mereka setelah berpisah saat lulus Sekolah Menengah Pertama.
Keduanya asyik bercerita akan masa lalu mereka mulai dari masuk SMA kemudian kuliah dan menceritakan berapa pemuda yang mereka pacari.
Riris mengatakan sangat tergila-gila pada pemuda alim, wajahnya yang tampan dan menjaga pandangan sangat mengusik hati dan pikirannya.
Abhel pun menceritakan sosok Roy yang berani menolak ungkapan cintanya, Abhel bercerita ini adalah pertama kali dia melakukan itu, dan Riris pun tertawa karena dulu Abhel adalah pujaan di masa SMP.
"Kau tahu, Bhel? Aku sangat penasaran dengan wajah pria yang sudah membuat seorang Abhel menjatuhkan harga dirinya namun dia tolak," ucap Riris di sertai kekehan yang terdengar seperti mengejek.