Laras yang melihat adegan itu tersenyum, matanya melirik kearah Alex sang suami. Nampak Alex sedang membuang muka, cemburu'kah kamu? gumam Laras dalam hati.
Laras berdehem membuat Abraham melepas pelukan yang berada di pinggang Dea.
Laras maju dan berkata, "boleh aku peluk pacar kamu," dengan senyum yang manis dan tatapan memohon akhirnya Abraham melepaskan pelukan itu.
"Benarin jaketmu, 'pepaya' mu terlihat," bisik Abraham yang kemudian mengecup pipi Dea, kemudian melangkah mundur dan mengendong Lea, Dea dengan sigap merapatkan blazer yang dia pakai hingga 'belahan' nya tertutup.
Laras maju dan langsung memeluk Dea, "apa kabar?" tanyanya yang langsung mendapat kecupan dari Dea di pipi.
"Baik," jawabnya singkat, Laras mengurai pelukan itu dan menelisik tubuh Dea.
"Lu di beri makan terus sama dia?" menunjuk Abraham dengan dagunya, alis Dea bertautan, "kenapa memang?" Dea meraba tubuhnya.
"Lu kelihatan gendut, eh bukan tapi lebih berisi," bukan Laras yang berkata tetapi Sila, ternyata dia dari tadi menyimak percakapan para sahabatnya.
"Iya'kah?" tanya Dea tidak percaya, "yank!" Abraham menoleh mendapati sang kekasih memanggil dirinya, "Ya?" tanyanya setelah mendekat, tadi dia bersama Lea juga Panca dan Dendi sedang bermain air laut.
"Apa aku terlihat gendut?" Dea meraih tangan Abraham dan meletakkan di perutnya, Abraham meringis lalu menggeleng. Namun Dea tidak puas dengan jawaban dari Abraham.
"Memang waktu aku di atas kamu ngga keberatan?" tanya Dea polos, Abraham segera membungkam mulut Dea dengan tangan kekarnya, namun segera di pukul oleh Dea.
Sila dan Laras terkikik akan perkataan polos Dea, ternyata sampai sekarang dia masih suka ceplas ceplos dan mengutarakan isi hati dan pikirannya, "dia suka lu goyang dari atas," Sila menutup mulut dengan kedua telapak tangannya, takut tawanya meledak.
"Yank, laper," Dea mengalihkan perbincangan yang membuat dirinya malu, "belum ada yang buka," jawab Abraham setelah mata elangnya memindai daerah sekitar.
"Tadi gue nyuruh si mbak bawa makanan, jaga-jaga kalau Lea kelaparan. Lu mau?" Alex maju dan menawari Dea makanan, namun Dea menolak.
"Ga usah, buat Lea aja," tolak Dea lembut, "yakin?" satu mata Alex menyipit tanda dia ragu akan jawaban wanita di hadapannya, tatapan mata Alex terkunci pada wajah Dea.
"Yakin," jawab Panca yang baru datang lalu mengusak rambut Dea, "tadi Riri, cewek gue bawa makanan banyak," matanya beralih ke Dea.
"Jaga-jaga sahabat gue kelaparan," sambung Panca, Dea tersenyum lalu berkata, "makasih," lalu memukul lengan Panca. Panca berjalan meninggalkan mereka dan melangkah menuju mobilnya, di sana Riri, kekasih Panca sedang tidur.
"Eh, Panca gue ga enak ganggu cewek lu," Dea berbisik, pintu mobil Panca memang sengaja dia buka, agar Riri mendapat udara segar. Panca terkejut, ternyata Dea mengikuti dirinya dan sekarang dekat dengan dirinya.
"Ga ganggu kok," Panca masuk ke mobilnya dan menurunkan tuas bangku agar agak rendah, tubuh nya yang tinggi merangsek masuk mencoba meraih paperbag yang berisi rantang makanan.
"Biar gue aja!" bisik Dea kesal, masalahnya dari tadi Panca tidak bisa juga mengambil nya, Panca mengangguk dan tersenyum, kemudian dia mundur dan mempersilahkan Dea masuk.
"Sial, kenapa dia malah bikin gue kaya gini?" desis Panca pelan dan memandang sekitar, melihat Dea dalam berpakaian singlet dan memakai celana pendek yang memperlihatkan kaki jenjangnya yang putih walau tertutup blazer, masih bisa membuat jiwa kelelakian nya bangkit.
"Eh, maaf," Riri tersenyum dan mencoba duduk, "maaf udah ganggu tidur nya," Dea mengulang kalimat permintaan maafnya karena tidak sengaja menyenggol kepala Riri dan membuat wanita itu bangun.
"Ngga papa, De," Riri tersenyum ramah, "kata Panca kamu masak banyak, aku di suruh ambil,"
Riri hanya mengangguk dan membantu Dea mengambil paperbag itu, lalu menyerahkan nya.
"Terima kasih," ucap Dea di iringi senyum yang membuat lesung pipinya terlihat, "sama-sama," sahut Riri dengan di iringi senyum juga.
"Dapat?" Abraham bertanya saat Dea keluar dari mobil Panca, "hu'um," jawabnya seraya menunjukkan paperbag yang dia dapat dari Riri.
Tadi Abraham sempat melihat Panca melihat Dea tanpa berkedip, dan Abraham tahu penyebabnya. Oleh karena itu dia menyusul dan menunggu Dea di sini.
Dea akhirnya makan bekal itu di mobil Panca yang terbuka, sedang Abraham berjongkok menunggu kekasih tercintanya. Setelah selesai makan Dea kembali ke pinggir pantai, Riri dan Abraham mengekori dari belakang.
Dea mundur dan membuat langkahnya sejajar dengan Abraham, tangan mungilnya memeluk lengan kekar milik kekasihnya itu. Abraham mengelus kepala Dea dengan perasaan cinta.
"Ri, maaf tadi ngrepoti," Dea berkata dengan perasaan tidak enak, Riri hanya tersenyum dan berkata, "ga papa, santai aja. Kami sengaja nyiapin itu buat temen-temen juga," Riri mencoba tersenyum walau hatinya sedikit perih mengingat permintaan Panca sang kekasih.
Flashback on.
Setelah Panca menerima telepon dari Abraham kekasih Dea, yang berencana mengajak mereka ke pantai untuk menyenangkan hati wanita itu, dia menghampiri Riri yang sedang bersantai dan bermain ponsel.
"Ri, kan besok kita liburan yuk, tadi si bule ngajain. Kamu bisa masak yang banyak ga? Biasanya Dea itu mudah laper," kata Panca kemarin. Seperti tidak merasa bersalah memikirkan wanita lain, pikir Riri.
Namun Riri menepis prasangka buruk tentang Dea, walau baru mengenal wanita itu, Riri yakin Dea adalah wanita yang baik. Mungkin kesalahan terburuknya adalah berselingkuh, dan mungkin itu bisa membalas sakit hati yang suami Dea berikan.
"Bisa," jawab Riri yang membuat lengkungan di bibir Panca terlihat.
"Mau di masakin apa? Kamu juga mau di masakin apa?" tanya Riri, Panca segera berjongkok dan memeluk Riri kekasihnya.
"Terima kasih, aku janji tidak akan selingkuh dari kamu. Kamu terlalu sempurna untukku, aku hanya menyayangi Dea sebagai sahabat," Panca mengecup kening Riri agak lama.
"Dan dia butuh refresing untuk menghilangkan penatnya, tahu sendiri'kan beberapa bulan ini dia menghadapi masalah dengan suami dan juga istri kedua Rama?" Riri hanya mengangguk dan membalas tatapan Panca yang berusaha menyembunyikan rasa lain pada Dea.
"Lagian mana mau'kan Dea mau punya suami bodoh dan aneh kaya aku," ucap Panca sambil terkekeh dan menghantukkan kepalanya di paha Riri
"Hanya kamu yang bisa sabar ngadepi sikap anehku, makasih sayang. Pegang kata-kataku, aku hanya bersahabat dengan Dea," Riri mengangguk dan berusaha meyakinkan hatinya, 'semoga hanya aku' gumam Riri dalam hati.
Flashback off.
"Habis ini mau kemana?" Abra bertanya dan Dea tampak berfikir, saat ini mereka duduk di bibir pantai, "semakin siang semakin rame ya?" Dea kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Abraham, matanya terpejam menikmati angin pantai yang semilir.
"I love you, De," Abraham berbisik dan mengecup pucuk kepala Dea, "Love you too, Abra," bisik Dea juga, kemudian mereka tertawa.