"Om bule, tante Sila juga mau dong," Sila maju dan mengajukan diri, Abraham mengangguk mengiyakan.
"Ada lagi, mau beli masing-masing satu takutnya ga mau. Bukan pelit, cuma mubazir aja," Abraham mengutarakan maksudnya.
"Lima aja, bro," sahut Panca yang merangkul kekasihnya, Abraham mengangguk dan menekuk dengkulnya di samping Dea lalu mengecup pipi Dea sambil berbisik, "aku tinggal sebentar," Dea mengangguk dan membelai rahang kekasihnya itu.
"Lu serius ga papa?" Laras duduk di samping kiri Dea setelah Abraham melangkah meninggalkan mereka, Lea berdiri dan minta berpindah ke pangkuan sang mama, Laras langsung menghujani anaknya dengan kecupan di kedua pipi tembem itu.
"Iya, gue ga papa. Kenapa emang?" Dea berbalik bertanya, Laras memperhatikan Dea dengan intens lalu menarik nafas dan menatap teman-temannya satu persatu.
"Lu ga ngrasa ada yang aneh gitu di badan, Lu?" Laras meletakkan punggung tangannya di kening Dea, wanita itu menggeleng kuat.
"Cuma beberapa hari ini gue sering merasa cepet lelah, udah gitu aja. Selera makan gue kadang naik kadang turun, tapi gue juga heran, beberapa hari ini gue seneng ngemil," Dea menyugar rambutnya dan membuat rambut panjangnya terikat.
"Lu ga mual pengen muntah atau pusing gitu?" Dea mengernyit mendengar pertanyaan Laras, "memang dia sakit apa, La?" Alex yang melihat wajah sahabatnya pucat ikut penasaran akhirnya bertanya pada sang istri, karena jika bertanya langsung tidak mungkin. Pasti akan menyebabkan huru hara dalam rumah tangganya.
Tiba-tiba Dea merasa mual, seketika ingin muntah, Dea segera berdiri dan berlari menuju toilet terdekat, "De, mau kemana?" teman-temannya memekik terkejut karena tiba-tiba Dea berdiri dan berlari.
Belum sampai ke toilet rasa mual di perut Dea semakin bergejolak, huek. Dea muntah di sembarang tempat, wanita itu hanya mengeluarkan cairan berwarna kuning.
Tubuhnya seketika langsung lemas dan refleks dia berjongkok, Dea mengatur nafas, entah kenapa tiba-tiba dia merasa mual saat jauh dari Abraham, setelah merasa baik-baik saja dia mencoba berdiri dan tiba-tiba tangannya di tarik kebelakang membuat tubuhnya terhuyung, tubuh Dea memutar dan bruuk.
Kepala Dea terbentur dada seorang pria yang langsung memeluk dan memberinya kecupan di kening cukup lama, tubuh Dea membatu saat mengenali parfum pria yang sedang memeluk dirinya.
"Terima kasih, Tuhan. Akhirnya aku bertemu dengan Dea-ku," ucap pria itu masih memeluk dan menghujani keningnya dengan kecupan-kecupan.
etc
Setiba di Bandara Bali, Rama segera berjalan menghampiri orang yang sudah di tugaskan menjemput dirinya, perjalanan ibukota ke Bali yang memakan waktu kurang lebih dua jam sebenarnya membuat Rama bosan, tapi mengingat tujuannya datang kesini membuat semangat dalam dirinya tumbuh lagi.
"Aku datang Dea, Sayang," gumamnya, mobil yang dia tumpangi melaju ke pantai tempat di mana sang istri berada, memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit karena sedikit macet, tapi tidak apa, semua akan terobati begitu melihat wajah wanita yang dia rindukan.
Setelah memarkir mobil itu, Rama berlari kesana kemari mencari keberadaan istri tercintanya, rasanya Rama ingin menyerah saja.
Tiba-tiba senyumnya mengembang saat melihat seorang wanita mengenakan kaus berwarna pink agak kedodoran dan memakai celana pendek sedang berlari menuju toilet, rasa khawatir melanda saat melihat wanita yang dia cintai berhenti mendadak dan muntah-muntah.
Saat melihat wanita-nya sudah baik-baik saja dia mendekat, rasa rindu membuat Rama tidak melihat di sana ada para sahabat Dea.
***
"Kamu kenapa, hmm?" Rama melonggarkan pelukan itu dan menangkup kedua pipi Dea, sedikit maju dan menghujani kembali wajah istrinya dengan kecupan.
"Mas, kamu di sini?" pertanyaan konyol memang, mata Dea memindai sekitar, di belakang Rama ada Abraham yang sedang membawa kelapa muda pria itu tersenyum lalu mengangguk seakan berkata aku baik-baik saja, di sisi kiri Rama ada Laras, Panca, Sila, Alex, dan Riri.
"Kamu ini konyol, ya aku di sini. Mau jemput kamu," Rama tersenyum dan menyatukan keningnya dengan kening Dea.
Dea sedikit mendorong tubuh kekar Rama membuat suaminya itu heran, "aku minta maaf, oke," Rama kembali menarik Dea kedalam dekapannya.
Lagi-lagi Dea mendorong tubuh Rama, membuat Rama ingin tahu apa penyebab istrinya berbuat demikian.
"Wey, ada si Rama," Panca mendekat dan menyela kerinduan yang hendak Rama ungkapkan. Rama hanya memutar bola malas, kemudian kepalanya menengok kearah kanan, ternyata para sahabat Dea sudah ada di sana.
"Kamu malu karena ada mereka?" Rama menangkup kedua pipi Dea, Dea menggeleng dan berkata dalam hati, 'kenapa aku takut Abraham terluka hatinya, apa benar cintaku sudah benar-benar mati untuk mas Rama dan kini berpindah ke Abraham?'
"Tante Dea," Lea menarik-narik kaus yang dikenakan Dea, refleks Dea menepis tangan Rama yang masih ada di kedua pipinya membuat Rama heran, dan Dea berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Lea.
"Ya, Sayang," Dea menarik tubuh mungil itu dan mengangkatnya, berjaga agar Rama tidak lagi memeluk dirinya, sesekali matanya memindai sekitar, mencari keberadaan Abraham namun pria yang dia cari tidak menampakkan hidung mancungnya.
"Halo anak cantik," Rama mencoba ramah pada gadis kecil yang sedang di gendong istrinya, "mama, ini om Rama'kan, suami tante Dea?" Laras mengangguk menanggapi pertanyaan sang anak.
"Lalu itu...." Laras segera mengendong Lea, dan memotong pertanyaan sang anak. Bisa bahaya kalau ketahuan, mereka sedikit banyak mengenal sikap Rama.
"Anak cantik, tante Dea-nya om bawa pulang ya?" Rama kembali merangkul dan mengajak Dea percaya dari sana sebelum mereka menjawab.
"Mau pulang, De?" tiba-tiba suara yang Rama kenal menyapa telinganya, Rama tidak mengubris, dia masih merangkul Dea dan mengajaknya berjalan ke parkiran.
"Kita kan datang bareng-bareng, masak pulang sendiri-sendiri?" dada Rama bergemuruh, apa maksudnya datang bersama-sama.
"Den, gue...." Rama mendorong kasar tubuh Dendi yang sedari tadi mengikuti mereka, "mau lu apa?" sentak Rama yang kemudian menarik Dea agar bersembunyi di belakang punggungnya.
"Lu aneh, kan gue sudah bilang. Kami datang bareng-bareng, jadi kita pulang juga harus bareng-bareng," dalih Dendi yang semakin membuat Rama kesal, Rama memalingkan wajah mencoba memendam emosinya.
Rama tahu kalau Dea tidak suka ada yang bertengkar, jadi dia berusaha mengatur emosi sebisa mungkin. Sedang Dea masih menelisik tempat sekitar, masih mencari keberadaan Abraham, 'kamu di mana, Yank,' gumamnya dalam hati.
Rama kembali menatap Dendi, "gue mau pulang sama istri gue, jadi lu jangan nghalangin kami," Rama berucap seraya menahan emosi, Rama melihat cara Dendi menatap Dea sungguh membuat dirinya cemburu.
Apa mungkin rasa cinta pada diri pria itu masih ada? Bukankah dia sudah menikah, bagaimana dengan istrinya? monolog batin Rama berbicara, sesekali matanya memindai tempat mencari keberadaan wanita yang menjadi istri dari sahabat Dea.
Tetapi tidak dia temukan, apakah setelah dari Jogja mau ke Bali istrinya di antar pulang terlebih dahulu? Beribu pertanyaan terbesit dihati Rama.