Setelah puas seharian berkunjung ke berbagai pantai di Jogja, kini Dea se grombolan beristirahat di sebuah hotel di kota itu. Mereka berencana akan ke Solo besok siang hari, tapi setelah membeli cinderamata dan oleh-oleh dari kota tersebut tentunya.
Panca dan kekasih Sila mereka satu kamar, sedang Sila dan Riri satu kamar juga, mereka memilih berpisah kamar dengan pasangan mereka. Dendi memilih kamar dengan single bed, jangan di tanya lagi, Abraham dan Dea pasti satu kamar kali ini berbeda, Lea anak dari Laras sahabat baiknya ingin tidur dengannya juga om bule.
Laras dan Alex satu kamar karena mereka suami istri, dan kamar mereka bersisihan dengan kamar Dea, mereka takut jika sewaktu Lea bangun dan menangis mencari Laras, sang mama dan dengan begitu mereka mudah mengantar anak itu ke ibunya.
Abraham menatap wajah Dea yang sedang memeluk tubuh mungil Lea, sesekali mengecup pipi gembul itu.
"Apa kau tidak bosan mencium Lea terus?" pertanyaan yang terdengar ada nada cemburu, Dea mengulas senyum kepada Abraham lalu berkata, "seandainya aku punya anak apa akan selucu dan seimut dia?" lagi Dea mengecup pipi gembul Lea, membuat anak itu mengeliat karena terganggu.
"Mungkin lebih lucu dari Lea," jawab Abraham masih menatap Dea, "apalagi anak itu perpaduan antara kita," sambung Abraham sambil menaik turunkan alisnya membuat Dea mencebikkan bibir tipisnya, seandainya tidak ada Lea pasti Abraham akan tertawa terbahak melihat tingkah wanita yang dia cintai.
"Bagaimana aku bisa punya anak, mungkin saja aku mandul. Buktinya selama dua tahun menikah dengan mas Rama, aku tidak juga hamil, hingga akhirnya dia menikah lagi," suara Dea terdengar sendu, Abraham berdiri dan duduk di belakang Dea, mengusap pelan kepala wanita yang dia cinta.
"Mungkin Tuhan ingin aku yang menjadi ayah dari anak-anakmu," Abraham mencoba menghibur kekasihnya, diberinya kecupan bertubi-tubi kepala wanita kesayangan nya itu.
"Sudah jangan menangis, kasihan Lea, nanti dia bangun," Abraham ikut merebahkan tubuhnya di belakang Dea dan memeluk wanita itu dari belakang, membenamkan wajahnya pada ceruk leher dan menghirup wangi wanita tercintanya.
****
Di saat Dea dan Abraham beserta teman-temannya liburan, rumah kediaman tuan Roy, papa dari Rama memanas. Mama Abhel sering menangis karena semalam sang suami, tuan Roy memilih tidur di kamar sebelah, bersama istri keduanya.
Pagi tadi mama Abhel mencoba melayani sang suami, tuan Roy, namun dengan lembut tuan Roy menolak dan berkata "biar istri saya yang lain yang melayaniku, kamu istirahat saja," geram rasanya di perlakukan seperti itu.
Sepulang dari kantor pun yang pertama kali dia tanyakan adalah istri keduanya, padahal dia yang menyambut. Hanya menangis, menangis dan lalu meratapi kehidupan barunya lah yang saat ini mama Abhel lakukan.
Sedang di kamar tamu tempat Rama dan Raya istri keduanya sama saja, Rama yang cuek dan Raya yang sering mencari perhatian. Seakan-akan tidak ada keharmonisan lagi di rumah ini.
Walau Rama dan Raya tidur sekamar dan satu ranjang, Rama tidak akan menyentuh Raya jika dia benar-benar menginginkan, itu yang dia rasakan setelah Dea mengetahui pernikahan keduanya.
Perasaan bersalah pada Dea, wanita yang dia cinta masih terlalu mendominasi. Rama sering mengecek akun sosial media Dea, berharap istri pertamanya itu memposting sesuatu sehingga dia tahu keberadaan dan keadaan wanita-nya itu baik-baik saja.
Namun harapan tinggal harapan, Dea tidak memposting apapun, nomer ponselnya pun tidak aktif. Saat Rama membuka sosial media milik Laras, sahabat Dea, di sana tertulis caption "LIBURAN YEEAAYYY" yang terdapat foto Laras serta anak dan Alex sang suami, kemudian beralih ke sosial media Panca, di sana juga mengunggah foto pria itu dengan kekasihnya bercaption "HANYA KAMU" dan menandai akun bernama Riri Safitri. Rama mencebik membaca caption sahabat Dea itu, Rama tahu sebenarnya Panca juga menaruh hati pada istrinya.
Beralih ke akun Sila, kembaran Panca. Dia memposting gambar dirinya dan kekasihnya yang cemberut dengan caption "BERLIBUR MENGHIBUR YANG BUTUH HIBURAN, SEMANGAT SAYANGKU," tanpa meng-tak akun siapa-siapa.
Entah kenapa Rama penasaran dengan sahabat Dea yang bernama Dendi, yang konon pernah dia dengar pernah menyukai Dea.
Di sana ada foto seorang wanita yang sedang memandang matahari terbit, dan memunggungi kamera. Di sana ada caption "KAMU LEBIH INDAH DARI MATAHARI YANG TERBIT" disertai emot love.
Tidak ada prasangka buruk dalam pikiran Rama, karena kini Dendi sudah menikah, dan saat dulu Dea sempat memperlihatkan foto istri Dendi, postur tubuhnya memang mirip dengan Dea.
Rama mengusap wajahnya pelan ternyata sudah hampir seminggu istri pertamanya pergi dan tidak ada kabar, lalu Rama menutup laptop dan meletakkan di meja didepan dia duduk, kemudian dia berdiri dan melangkah menuju kamar mandi, sepuluh menit kemudian Rama keluar sudah menggunakan baju tidur.
"Mas, yuk, aku udah kangen," Raya mendekat dan merayu Rama yang sudah berbaring di tempat tidur. "Aku lelah, Ray," tolak Rama secara halus, Raya tidak putus asa, dia terus menggoda dan membangkitkan gairah sang suami.
Akhirnya Rama pasrah dan membiarkan Raya melakukan apapun pada dirinya, Rama membayangkan saat ini yang menyentuh dirinya adalah Dea. Kini mereka bergumul dan saling mengeluarkan suara-suara kecil, Raya bahagia saat ini karena suaminya mau menyentuh dirinya setelah beberapa hari menolak keinginannya.
"Dea," lenguhan suara Rama memanggil istri pertamanya saat dia mencapai puncak, Raya mendorong Rama ke samping dengan kesal.
"Aku yang bercumbu dengan kamu, Mas! Tapi nama wanita mandul itu yang kau sebut saat pelepasan!" pekik Raya tidak terima.
"Jahat kamu, Mas! Jahat kamu!" Raya berteriak sambil memukul lengan Rama, namun Rama tidak bergeming dan memilih menutup mata dan memunggungi Raya setelah menutup tubuhnya dengan selimut.
Rama masih mendengar Raya sesengukan walau sudah tidak memukuli dirinya. 'Maaf, aku membuat mu terluka, tapi hanya Dea yang benar-benar aku bayangkan' gumam Rama dalam hati dan setelah itu dia tidak lagi mendengar suara Raya dan ternyata istri keduanya itu tertidur.
Pagi harinya saat sarapan Rama tidal mendapati sang papa ikut sarapan, kata mama Abhel, sang papa harus menghadiri rapat di kota lain, jadi pagi-pagi harus segera berangkat. Mama Abhel sedikit senang, setidaknya sang suami mau berpamitan padanya dan sedikit kesal karena dia di titipi madunya atau istri keduanya suaminya.
Demi membuat sang suami bahagia dan mau bertahan dengan dirinya, akhirnya mau tidak mau mama Abhel mengalah dan mengiyakan permintaan sang suami.
"Papa itu aneh, masa istri pertama di suruh njaga istri kedua," Raya berucap tanpa berkaca.
"Harusnya papa itu bersyukur memiliki istri secantik, sebaik dan sesabar mama Abhel. Bukannya menikah lagi," cetus Raya kesal, Rama dan mama Abhel hanya diam mendengar ocehan Raya.
"Mama itu bisa kasih keturunan juga buat papa, kenapa coba harus menikah lagi, kan berarti harusnya cukup mama aja'kan yang papa jadikan istri," raya berucap seraya melirik Rama bermaksud menyindir.
"Saya juga bisa memberi mas Roy anak," suara seorang wanita yang baru datang, ketiga manusia itu menoleh kearah sumber suara.