Vero melangkahkan kakinya menuju roftoop sekolah untuk menenangkan pikirannya yang sangat kacau. Ia mendudukkan dirinya di salah satu sofa yang memang tersedia untuknya ketika ia malas mengikuti pelajaran atau dengan kata lain membolos.
Sembari duduk menyandarkan kepalanya, ia mendongak memandang langit yang begitu cerah, berbanding dengan hatinya. Vero memandang langit seolah meminta jawaban atas apa yang tadi ia perbuat.
Vero sungguh tak sadar melakukannya. Ia yakin Ara pasti sangat sedih dan akan semakin menjauhinya. Tanpa sadar, setetes air mata jatuh membasahi pipinya. Selama ini ia tak pernah menangis apa lagi jika menangisi seorang perempuan.
Vero tak pernah mempedulikan seorang gadis namun kehadiran ara justru membuat hidupnya berubah. Gadis yang selalu tampak ceria itu berhasil meruntuhkan ego dan dinding yang ia buat untuk kaum hawa. Tapi apa yang baru saja ia perbuat pada gadis itu? Ia menyesal. Sungguh.
"Vero, lo bodoh! Lo udah nyakitin Ara, sahabat lo yang paling lo jaga selama ini," ucapnya sambil menampar pelan pipinya.
"Maafin gue ra, gue gak bermaksud," kini Vero menundukkan wajahnya dalam. Ia menangis atas kesalahan yang belum pernah ia perbuat sebelumnya.
"Gak bermaksud apanya?!" tanya seorang gadis yang tiba tiba datang dan berdiri tepat di samping Vero yang masih menundukkan kepalanya.
Mendengar suara itu, Vero mendongakkan kepalanya ingin tahu siapa yang berani datang menganggu nya yang sedang kacau.
"Ngapain lo disini?" ujar Vero datar. Ia memandang gadis itu sinis, kehadirannya memang selalu menganggu nya.
Gadis itu membalas tatapan dingin Raka dengan tatapan membunuh khasnya. Bukannya takut, ia malah tersenyum, lebih tepatnya menyeringai.
"Lo nanya gue ngapain? Jelas. Gue kesini karena sahabat gue."
Vero terdiam tak mampu menjawab gadis itu.
"Gue kesini pengen mendengat penjelasan dari lo! Dan gue harap lo mau mengatakannya dengan jujur," lanjutnya.
"Penjelasan apaan? Lo gak usah aneh, pergi dari sini. Gue mau sendiri," usir Vero berusaha mengelak atas pertanyaan gadis itu tadi.
Bukannya beranjak dari tempatnya, gadis itu semakin menatap tajam Vero dengan tangan yang mengepal.
"Maksud lo apa buat Ara nanti gitu! Lo nyadar gak sih, lo udah nyakitin dia!" teriaknya dengan penuh Amara yang sedari tadi ia tahan.
Nafas gadis itu memburu, menandakan jika ia memang sangat marah sekarang. Siapa coba yang tak kesel jika sahabatnya di sakitin cowok.
Vero kembali terdiam, membuat Gadis berambut pendek itu menyunggingkan sebuah senyuman. Ia tahu maksud ke terdiaman Vero, ia tak mampu membalas ucapannya.
"Lo tahu, kalo lo itu udah buat Ara, sahabat gue nangis. Kata kata yang lo ucapin tadi, buat gue gak nyangka. Kalo itu, bisa lolos dari mulut datar lo itu. Lo jahat tau gak, Ver!" teriak Nisa, mengeluarkan unek unek nya.
"S-sorry gue cum-"
"Cuma apa?! Cuma kesal? Emosi? Gak sengaja? Hah!" potong Nisa cepat. Ia tak suka jika cowok yang sangat populer itu seakan ingin membela dirinya yang sudah jelas bersalah.
Vero mengusap sisa air matanya dengan kasar. Pria jangkung itu kemudian berdiri, menghadap ke arah Nisa, sahabat dekat Ara.
"Sa, gue minta maaf. Apa yang tadi gue lakuin itu di luar kendali gue, gue sendiri gak nyangka udah ngomong kayak gitu. Gue gak sengaja Sa," ujar Vero dengan raut wajah yang sedih.
Nisa yang melihat keadaan Vero seperti itu sebenarnya iba. Namun, mengingat sahabatnya yang menangis sendirian ia tentu saja tak akan tinggal diam.
"Maaf? Kata maaf gak akan buat keadaan kembali seperti semula," ujar Nisa dengan pandangan sendu.
"Dan apa yang lo katakan tadi seolah olah Ara itu gak ada apa apanya. Seolah dia cuma bisa hidup bergantung dari lo, kekayaan yang sebenarnya gak ada apa apanya. Lo melihat Ara seolah ia bisa hidup karena pertolongan lo kan," lanjutnya.
Vero menggelengkan kepalanya, tanda tak setuju atas apa yang di katakan Nisa tentang dirinya.
"Gak Nis, gue ga-"
"Lo ngomong kayak gitu karena lo gak tahu, seberapa keras Ara banting tulang demi keluarganya. Demi mengembalikan uang lo itu, ia rela bekerja apa saja asalkan halal. Dan apa yang lo tadi katakan membuatnya kembali terpuruk. Lo gak tahu bagaimana rasanya hidup menjadi Ara, karena hidup lo itu bergelimpangan harta, apa yang lo pengenin akan langsung terkabul dalam beberapa waktu. Beda dengan Ara, ia cuma anak pengusaha kecil, tapi lo gak pantas buat menghinanya," ujar Telak Nisa membuat hati Vero menjadi sakit.
"Ara emang berhutang budi sama lo, tapi bukan berarti ia Ara bergantung hidup pada lo! Ia berusaha mencari uang demi mengganti apa yang pernah lo beri pada dia. Ara tidak pernah lupa itu, ia gak pernah lupa untuk mengembalikan uang lo itu dan mengingat jasa lo pada keluarganya. Tapi lo seharusnya gak berteriak seperti tadi, itu mempermalukan Ara sebagai ketua osis. Nyadar gak sih?!
"Nis, gue gak pernah meminta itu. Gue ikhlas membantu dia, gue gak pernah mempermasalahkannya, apa lagi mempermalukan nya sebagai ketua osis."
Ara terkekeh pelan mendekat pernyataan Vero. Bukankah tadi Vero berteriak seperti itu pada Ara.
"Udah lah Vero, gue malas bicara sama lo. Dan ini adalah peringatan pertama buat lo! Jika sampai lo buat Ara kembali sedih dan nangis, jangan salahin gue, kalo lo bukannya pulang ke mansion lo yang megah itu, melainkan ke rumah sakit."
"Lo tau gue 'kan? Apa yang gue ucapin hanya sebuah ancaman," ujar Nisa menunjukkan senyum psikopat.
Vero meneguk ludahnya kasar. Nisa memanglah seorang wanita, tapi jika ia berucap demikian itu bukanlah hanya sekedar perkataan semata. Melainkan akan benar benar terjadi. Sedari kecil, ia sudah berlatih silat dan bela diri dari pamannya. Untuk dirinya dan menolong orang orang yang lemah, termasuk sahabatnya."
"Nisa, gue minta maaf," ujar Vero pelan. Mana mungkin ia akan berakhir di rumah sakit karena perbuatan gadis itu.
Bukankah ia memiliki banyak bodyguard yang siap maju jika tuan mudanya itu dalam masalah. Tapi bukan itu masalahnya, tapi Ara. Ara akan membencinya jika menyakiti sahabatnya, Nisa gadis tomboi itu.
"Gue gak peduli lo siapa, yang pasti kalo lo nyakitin Ara, sebaiknya pikirin baik baik dulu. Sebelum gue bertindak dan gue patah in tulang tulang lo itu. Ingat itu Vero!"
Nisa langsung pergi setelah mengatakan itu. Nisa memanglah orang pertama yang akan bertindak jika sahabatnya ada yang menyakiti. Berhadapan dan cari masalah dengan gadis itu, sama saja jika menyerahkan nyawa.
Nisa di takuti karena ia sudah sering membasmi pembully yang ia lihat di sekolah dan mereka semua akan berakhir di rumah sakit. Gadis itu memang sangat kejam, tapi tidak dengan Ara, sahabatnya.