Chereads / Deva Memories / Chapter 7 - Ngambek

Chapter 7 - Ngambek

Setelah selesai makan, saat ini mereka sedang bersantai di ruang keluarga mansion Vero.

Deva yang sedari tadi tak bisa diam. Ia terus memikirkan cara agar bisa segera ke kamar untuk mendengar kelanjutan ceritanya tadi. Tapi tak boleh sampai di ketahui oleh oleh om Gilang maupun Rendi. Cukup ini menjadi rahasia antara Deva dan tante Nisa.

Jika sampai mereka tahu kalo Deva sudah semuanya, pasti Deva tidak akan pernah bersikap seperti biasanya dan akan semakin canggung dengan mereka.

"Deva, kamu melamun?"tanya Gilang yang sedari tadi mengawasi tingkah Deva yang hanya duduk tenang dengan berfokus pada layar televisi, meskipun pikirannya sedang berkelana mencari ide. Dan Deva yang sebenarnya tak benar benar memperhatikan film yang ditayangkan itu.

"Eng..enggak kok om. Deva terlalu menyimak filmnya jadi kayak orang melamun deh," elak Deva dengan kekehan kecil di akhir kalimat.

"Syukurlah. Om kira kamu lagi anak masalah," ujar Gilang lalu kembali fokus pada film yang mereka tonton itu.

Deva menghela nafas. Ia kini melirik Nisa yang duduk di sampingnya. Deva berharap Nisa peka atas janjinya tadi, namun sayang tante nya itu bahkan tak sadar kalau Deva tengah memohon bantuan padanya, memohon agar bisa di ceritakan kembali sebelum hari semakin larut.

Deva sangat antusias ingin tahu kelanjutannya. Karena ia penasaran, apakah om Arya di tolak atau justru di terima.

'Aku bersyukur telah di titipkan pada orang orang baik seperti mereka. Dan ku harap mereka akan mendapatkan keridhoan mu ya Allah. Amiin,' doa Deva dalam hati.

Meskipun timbul rasa sakit di dalam hatinya, tapi Deva sadar ia tak harus terus terusan merasa sedih. Seharusnya Deva sangat bahagia karena ada orang yang telah mau merawatnya hingga sebesar sekarang.

"Dev," panggil Rendi yang berniat mengajak Deva bermain.

"Deva."

"Deva."

"Deva," panggil Rendi sambil melambaikan tangannya di depan wajah Deva.

"Deva."

"DEVA RADHIAN!" teriak Rendi pada akhirnya.

Bukan hanya Deva yang terkejut, tapi Nisa dan Gilang juga sama halnya dengan Deva. Nisa langsung saja melayangkan tatapan tajam pada putranya itu.

"Hehe ampun mah," ujar Rendi meminta maaf. Ia tak akan mau membangunkan singa galak seperti mamanya itu. Meminta maaf adalah cara yang paling aman untuk menghindar dari amukannya.

"Udah berapa kali mama bilang, jangan pernah berteriak. Mama kaget tahu, kalo sampai jantungan emang kamu mau tanggung jawab," omel Nisa sambil memegang dadanya.

"Maaf mah, tadi gak sengaja."

"Kenapa harus berteriak, Deva kan di dekat kamu," ucap Gilang yang sama kagetnya. Rendi itu kalau berteriak suaranya sangat keras makanya Nisa melarangnya untuk berteriak apalagi di dalam rumah.

"Itulah kenapa aku tadi berteriak. Soalnya udah lima kali aku manggil Deva tapi ia gak nyahut nyahut. Kayak kerasukan gitu loh, makanya aku teriak agar setannya pada kabur," jelas Rendi.

Gilang menggeleng gelengkan kepalanya melihat kelakuan putra semata wayangnya itu. Ia tak tahu turunan siapa sifat milik Deva, karena Gilang dulu anak yang sangat baik bahkan bisa di bilang sangat pintar dan kerjaannya cuma di perpustakaan tak pernah membuat masalah saat sekolah dulu.

Jangankan untuk berteriak, Gilang dulunya hanya untuk berbicara dengan teman teman di kelasnya sangat sulit. Dan ia tak terlalu akrab dengan teman sekelasnya sendiri apalagi di luar kelasnya. Dan syukurlah Nisa datang dan merubahnya. Tapi jangan beritahu Rendi ya, kalau papanya itu seperti itu.

"Tadi gak ngelamun cuma lagi mikirin sesuatu aja," ucap Deva polos.

"Ya-" barus saja Rendi ingi menyahut, tapi berhenti saat mendengar suara ponsel berbunyi.

Deva, si pemilik ponsel itu meraih ponselnya yang terletak di meja di hadapannya.

Ia ragu untuk menjawab panggilan itu, karena yang menelpon adalah Ara, ibunya yang sangat Deva sayang.

Deva hanya memandangi handphone nya, ia belum siap berbicara pada Ara setelah fakta yang ia temukan tadi. Deva takut, takut jika ia tak bisa menyembunyikan kesedihannya pada Ara, selama ini saat merasa sedih ia akan selalu bercerita padanya. Ia juga takut jika tak sengaja malah mengatakan semuanya.

Itu sudah menjadi kebiasaannya dari kecil, ketika ada yang mengganggunya maka ia harus bercerita pada orang tua dengan jujur tanpa ada yang di tutup tutupin. Dan Deva sangat lah jujur pada Ara meskipun itu hanya lah sesuatu yang kecil. Dan selama hidupnya Deva yakin, tak pernah berbohong pada Ara.

Nisa yang paham langsung mengambil ponsel itu lalu berbicara dengan Ara. Ia tahu jika Deva belum siap untuk berbicara pada ibunya karena kejujuran Deva yang sangat besar. Dan itu hanya untuk Ara, tidak untuk Vero atau pun keluarganya yang lain.

"Halo Ra," sapa Nisa setelah telepon sudah tersambung.

"Oh hai Nis. Deva mana kok kamu yang jawab teleponnya," ucap Ara di seberang sana.

Nisa memandang Deva yang hanya diam menunduk.

"Nisa, Deva baik baik aja kan," ucap Ara dengan nada khawatir.

"Iya dia gak papa. Deva dia- dia lagi main sama Rendi, terus ponselnya di simpan di meja," bohong Nisa tanpa mempedulikan tatapan heran dari Gilang dan Rendi.

Nisa terpaksa membohongi Ara demi Deva. Meskipun ia juga khawatir apakah ucapannya bisa di terima oleh Ara.

"Ohh, jaga dia terus ya Nisa. Gue percaya kalau dia sama lo bakal baik baik saja." ujarnya.

"Tenang saja Ra, selama lo di sana gue lah yang berperan sebagai ibu buat Deva, jadi lo gak usah khawatir," balas Nisa sambil tersenyum manis.

Rendi yang tak ambil pusing dengan tingkah ibu dan juga Deva, memilih untuk mengajaknya bermain. Dari pada harus mendengar Nisa yang sudah berbicara dengan Ara maka akan menghabiskan waktu yang banyak.

Deva menurut, ikut bersama Rendi ke kamar. Percuma saja menunggu Nisa untuk menceritakannya malam ini, karena mereka berdua pasti akan berbicara lewat media telepon dengan sangat lama.

Sampainya di kamar, Deva lagi lagi diam sambil memperhatikan Rendi yang katanya mengajak main, malah cowok pintar itu duduk di meja belajar, mengambil buku dan mulai mengerjakan tugas sekolahnya yang sempat ia lupakan.

Deva menghembuskan nafasnya bosan, mengapa saat seperti ini si Rendi malah lupa mengerjakan tugas. Seharusnya mereka bermain untuk mengalihkan kesedihan Deva, namun dia hanya berakhir menonton sepupunya itu mengerjakan tugas dengan sangat serius.

"Ren kok malah ngerjain tugas sih, kan katanya mau main," protes Deva yang saat ini butuh hiburan.

"duh sorry ya, tugas ini jauh lebih penting dari bermain. Gue bisa di hukum kalo gak nyelesain ini besok. Gak papa kan lo bobo aja, ini juga udah mau jam 10," bujuk Rendi dengan tak tega.

"Yaudah deh," ucap Deva sambil berjalan ke kamar tak peduli pada Rendi yang memanggil manggil namanya.

Deva ngambek, jadi langsung menidurkan dirinya di kasur, tak lupa mengunci pintu kamar agar tak ada yang bisa masuk.