Chereads / Deva Memories / Chapter 3 - Siapa yang bersalah

Chapter 3 - Siapa yang bersalah

Beberapa hari berlalu, banyak yang berubah terutama Ara.

Setelah Vero mengungkapkan perasaannya pada Ara, sikapnya menjadi berubah. Ia cenderung pendiam dan lebih banyak melamun di kelas. Sebelumnya, Ara bukanlah tipe anak yang menghabiskan waktunya di kelas, namun kali ini berbeda. Bahkan, ia pun sering kali menghindari Vero.

Ara tak membalas pesan pesan yang kirimkan Vero, tak menjawab teleponnya, dan bahkan saat Vero datang menghampiri Ara di kelas, Ara menghindar dengan berpura pura sibuk dengan pelajaran.

Seperti pada saat ini, Vero datang ke kelas Ara, dan duduk di depan gadis itu yang bahkan tak berniat menatap dirinya. Ara tampak fokus mengerjakan tugas nya, membuat Vero harus sabar menunggu.

Ara paling tak bisa di ganggu saat sedang belajar. Dan Vero yang tak ingin mendapat amukan dari gadis itu, hanya bisa diam, pandangannya tak pernah lepas dari gadis itu. Vero sangat rindu Padang.

Rindu di omelin, di hukum, rindu senyuman gadis itu. Namun yang ia dapatkan hanya wajah datar dengan tatapan yang menyendu. Vero tak pernah tahu apa penyebab Ara berubah seperti ini.

10 menit berlalu, Vero masih setia menunggu, namun Ara tampak tak berniat menyelesaikan tugasnya, seakan sengaja berlama lama agar waktu istirahat cepat berakhir. Vero mengehela nafas sabar, selalu seperti ini setiap kali datang ke kelasnya.

Ara hanya diam berfokus pada deretan angka itu. Seakan tak mempedulikan kehadiran Vero di depannya. Wajah Vero sudah kusut menahan kesal menunggu terlalu lama dan di abaikan. Vero bukan tipe cowok yang suka menunggu apa lagi dalam waktu yang lama.

"Ara please. Yuk ke kantin, gue udah lapar banget ini. Tugas lo bisa di kerjain di rumah, lo kan pintar jadi lo gak perlu membuang buang waktu dengan menyelesaikan tugas itu. Lagian lo biasanya juga selalu ke kantin," ucap Vero mencoba menarik perhatian Ara agar mau berbicara padanya.

Ara yang di tanya, hanya diam tak menjawab. Menganggap omongan Vero itu hanya angin lalu.

"Ara please, gue udah lapar banget," kata Vero tak menyerah.

"Gini aja deh, kita ke kantin sekarang mumpung masih ada waktu. Terus nanti gue bakal bantu lo menyelesaikan itu. Gimana?" tawar Vero berharap Ara bakal setuju.

Namun, bukan jawaban yang ia dapat melainkan hanya kesunyian. Vero mati matian menahan kesal, agar ia tak sampai meluapkan emosinya di sini.

"Ara lo dengerin gue gak sih. Kenapa lo cuma diam!" ucap Vero yang sudah mulai emosi.

"Apa gue punya salah?" Vero semakin di buat bingung oleh Ara. Ia tak tahu kesalahan apa yang ia perbuat hingga Ara hanya diam ketika ia ajak ngomong.

"Kalo gue ada salah, lo cerita biar gue tahu kesalahan gue itu apa," ujar Vero sambil memegang tangan Ara namun langsung di tepis oleh gadis itu dengan kasar.

"Ara lo jangan diam aja, gue ada disini. Kenapa lo hanya fokus pada buku lo itu," ucap Vero masih bersabar.

Namun lagi lagi, Ara hanya diam.

Kerena terlalu kesal, Vero secara tiba tiba memukul meja dengan keras. Nafas remaja tampan itu memburu, menatap tajam Ara. Emosi nya menjadi tak teratur.

Sedangkan yang di tatap seperti itu hanya diam. Ia sedikit terkejut namun sebisa mungkin menetralkan dan menenangkan perasaannya. Ini pertama kalinya Ara melihat Vero marah padanya, dan ini semua karena kesalahan Ara sendiri yang mengabaikan pria itu.

"LO PIKIR GUE GAK PUNYA KESIBUKAN LAIN SELAIN NGURUSIN LO! MEMBUJUK LO YANG KAYAK ANAK KECIL, KALO LO MARAH SAMA GUE, BILANG!! DARIPADA LO BERSIKAP KEKANAKAN GITU, GUE GAK SUKA."

"LO HARUS SADAR, KALO LO ITU UDAH GEDE, BUKAN ANAK KECIL LAGI YANG KALAU MARAH HARUS DI BUJUKIN, EH UDAH DI BUJUKIN MALAH NGELUNJAK. LO PIKIR KALO LO ITU ORANG PALING SPESIAL! NYADAR LO CUMA ORANG YANG BERUNTUNG KARENA BISA BERTEMAN SAMA GUE! HIDUP LO DAN KELUARGA LO ITU BERGANTUNG SAMA GUE!" teriak Vero dengan marah dan tatapan tajam yang ia arahkan pada Ara yang lagi lagi hanya diam.

Di luar kelas, sudah berkumpul siswa siswi yang melihat kejadian itu. Banyak yang tak menyangka, Vero akan semarah itu pada Ara. Karena yang mereka tahu, kalo Vero sangat menjaga Ara dari dulu.

Tak ada yang berani masuk dan ikut campur urusan mereka. Mereka takut, Vero akan mengeluarkan mereka dari sekolah karena terlibat dalam urusannya.

"LO NYADAR ARA, LO BISA KAYAK GINI SEMUA KARENA GUE. JADI LO GAK USAH SOK MENGABAIKAN GUE, KALO LO MASIH TETAP INGIN SEKOLAH DISINI!" ujar Vero dan berlalu begitu saja tak lupa ia juga membanting pintu kelas dengan keras.

Anak anak yang masih menguping di luar langsung terperanjak kaget saat Vero membanting pintu kelas itu.

Di saat semua orang sedih dan tak tega melihat Ara di perlakukan sepeti itu, ada seseorang yang justru menyunggingkan senyuman kemenangan. Senang karena membuat pertemanan mereka berdua hancur.

Ara memandang lurus ke depan dengan mata yang berkaca kaca. Ia berkedip sekali saja air matanya sudah jatuh membasahi pipinya. Ara sangat jarang menangis, namun jika ia sudah menangis maka ia akan susah untuk berhenti. Gadis itu rapuh tapi selalu bersikap tegar.

Ara sungguh terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. Kata kata itu seolah menusuk hatinya dengan dalam. Dan lagi, ia tak percaya bahwa semua itu berasal dari seorang pria yang selalu menjaganya dan selalu ada ketika Ara sedang sedih.

Kini Ara sudah kehilangan Vero. Ara yakin, Vero tak akan mau berteman lagi dengannya. Pria itu sangat sulit untuk memaafkan orang yang membuatnya kesal dan marah.

Dan Ara sendirilah yang melakukannya. Membuat Vero membencinya itu bukanlah tujuan Ara mengabaikan Vero akhir akhir ini. Ia hanya berharap, Vero akan sedikit menjauhinya atau memberinya waktu untuk berpikir tentang apa yang kemarin terjadi. Ia tak menyangka akan berakhir seperti ini.

"Ver...Soryy."

Ara bukannya mengabaikan, ia hanya pusing dan sangat terbebani dengan perkataan Vero kemarin. Sampai sampai Ara tak bisa tidur dengan nyenyak karena Vero. Ia tak bisa fokus belajar, kerja dan sering kali melamun. Mungkin, bagi Vero itu hanyalah sebuah perkataan tanpa merasa jika Ara akan terbebani karena pernyataannya.

Ia tak tahu harus menjawab apa pertanyaan nya kemarin. Jika menerima Ara merasa gak pantas dengan Vero tapi jika menolak itu sama saja membuat Vero akan sakit hati dan meninggalkannya. Karena itulah, Ara mencoba mencari cara agar Vero tak menagih jawaban darinya. Namun malah berakhir seperti ini.

"Ver, maafin gue. Gue cuma takut salah langkah, gue takut kehilangan lo tapi gue juga gak bisa nerima lo."

"Andaikan lo gak pernah mengatakan hal itu, gue yakin ini semua gak akan pernah terjadi. Dan kita akan tetap seperti dulu. Sekarang kamu percayakan, cinta menghancurkan persahabatan," ucap Ara meremas kuat pulpennya.

Air mata tak berhenti mengalir. Ara seolah tak peduli pada siswa siswi yang sudah berdatangan dan duduk di tempatnya masing masing. Pikirannya kacau, apa yang harus ia lakukan sekarang.

Ia telah membuat orang paling berjasa dalam hidupnya itu menjauh, seseorang yang selalu menolong dirinya dan keluarganya.

"Bukan ini yang gue mau, Vero sorry. Gue harap kita bisa kayak dulu lagi, gue sayang sama lo-"

"Tapi sebagai teman, gak lebih. Dan gak akan pernah, gue harap lo bisa mengerti."

Seorang siswi datang dan memberikan sapu tangan ke Ara, sambil tersenyum gadis cantik itu berkata "Jangan sedih, semua yang terjadi itu sudah takdir. Dan lo harus kuat apa pun masalah lo itu. Semuanya pasti bakal baik baik saja."

Ara terdiam mendengar kata kata itu, apa yang di katakan siswi itu memang benar.

"Thanks," jawab Ara singkat sambil mengambil sapu tangan dari si siswi, tanpa melihat wajahnya.

Bersamaan dengan itu, guru juga masuk dan memulai pelajaran.