Secerah rekahan langit biru bersih di ujung paling atas desa Mojokembang, seperti itulah malam ini rasa hati Amanah sangat berbunga-bunga wangi semerbak selayaknya harum bunga setaman.
Tersenyum depan cermin meja rias tiada berhenti sambil menengok wajahnya kanan dan kiri. Bibir tipis nan mungil sedikit ia basuh dengan bibir pemberian sang kekasih si suami tercinta. Agak tebal rupanya bedak di tabur di wajahnya membuat semakin cantik lah dan sedap dipandang setiap yang memandang.
Baju daster kekinian bergaya mini malis telah menempel di badannya begitu memesona bermotif bunga-bunga warna kuning emas dengan rumbai di ujung bawah dan lengan. Sehelai daster gaya modern gadis-gadis muda pemberian sang suami sore yang tadi.
Betapa tidak bahagia, betapa tidak berbunga-bunga hati Amanah kala Kasturi suami tercinta bakal calon bapak dari anak pertama yang dikandungnya telah pulang dari tanah perantauan. Sehingga malam ini Amanah tak henti bersolek mempercantik dirinya, wajahnya dan memberi wewangian pada tubuhnya.
"Malam ini aku bobok sama Mas Kas," ucapnya lirih sambil terus senyum-senyum sendiri di depan cermin meja rias yang terletak pas di depan ranjang tidur. Seakan kembali seperti waktu malam pertama bahkan rasa di hati Amanah melebihi kala itu.
Andai bunga setaman di petik untuk diambil sari pati wanginya belumlah cukup untuk mengalahkan harum wangi suasana hati dan kebahagiaan otak Amanah setelah penantian panjang berminggu-minggu lamanya akan datangnya sang raja di hati Mas Kasturi si suami.
Kriek, blek...,
Suara pintu terbuka oleh sosok Mas Kas yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Semakin membuat rasa hati dalam denyut detak jantung bersahut nadi Amanah bertambah kencang. Dalam hati Amanah ingin berteriak dengan teriakan bahagia, aduh Mas Kas sudah masuk lagi aki kan belum siap sayang."
Wajahnya mulai tertunduk malu-malu tak berani menatap sang suami saking kikuknya dan salah tingkah bagai seorang gadis yang baru bertemu dambaan hati dan menikah karena Taaruf dan tiada pernah mengalami masa pacaran atau berkenalan pun hanya sekejap.
Namun Amanah sekarang adalah calon ibu muda. Saking inginnya bermadu kasih lantaran rindu terlalu rindu yang amat terpendam pada Mas Kas sang suami. Sehingga iya lupa jikalau kehamilannya malam ini sudahlah jatuh tempo sudah waktunya si bayi melihat dunia yang penuh fatamorgana dan tipu-tipu serta halusinasi kesenangan sesaat jua.
Mas Kas memandangi sang istri di ujung kasur duduk tenang begitu gagah memperhatikan secara saksama sang bidadari hati dan sang permaisuri hidupnya. Matanya menelaah dari ujung kaki hingga ujung rambut tiada satu lekuk pun dari tubuh Amanah yang tak tersapu pandangan mesra Mas Kas.
Sempat menelan ludah terhenti di kerongkongan leher mata Mas Kas terhenti pada rumbai ujung bawah daster yang hanya setinggi lutut bahkan agak ke atas lagi. Putihnya kulit amanah membuat sanggatlah menawan pas dengan pinggulnya yang tak begitu membesar walau sedang hamil tua.
Tapi Mas Kas adalah lelaki dewasa dalam pemikiran, tapi Mas Kas adalah lelaki bersifat matangnya hidup dari tempaan sedari lahir saat di tinggal berpulang sang Ibu dan ditinggal berpulang bapak jua saat iya masih bersekolah di bangku sekolah dasar kelas empat.
Dari masa itu iya berjuang untuk hidup sendirian tanpa memiliki saudara kandung satu pun. Walau banyak memiliki saudara sepupu tapi mereka tak sedikit pun pernah memperhatikan Mas Kas. Dari dahulu kala semenjak iya masih berusia satuan belum jua puluhan. Hidupnya terbiasa dengan kerja keras dan memeras keringat demi kelangsungan kehidupannya.
Bibir Mas Kas yang hampir hitam karena sering menyulut rokok tersenyum simpul melihat tingkah lucu sang istri di depan cermin meja rias. Sebentar-bentar Mas Kas menutup mulutnya dengan telapak tangan seraya tertawa agak lirih agar sang istri tak merasa tersinggung. Agar Amanah tak kecewa sebab begitu lamanya iya bersolek semua itu demi Mas Kas tentunya.
"Adek sedang apa?" pertanyaan mendasar yang menjurus tajam seketika mengubah mood hati Amanah dari ceria menjadi murung. Bibirnya dimanyunkan perlahan dan wajahnya menampakkan wajah kesal sambil menatap Mas Kas seraya matanya berkaca-kaca ingin menangis.
Seakan dari usahanya sedari tadi sore bersolek dan berdandan agar tampil cantik di depan sang suami yang sudah lama tak tidur bersama sia-sia belaka. Ibarat tisu basah setelah di buat mengelap muka yang kotor dari banyaknya menempel debu di jalan lalu di buang di tong sampah begitu saja tak di hiraukan lagi ter campakkan.
"Mas Kas loh, benci aku, benci mesti enggak peka sama Adek lah nangis nih, nangis nih aku," rengek Amanah selaras dengan tangannya yang tiba-tiba meraih tisu yang teronggok di dalam sebuah kotak di atas meja rias di depan cermin depan iya duduk. Lalu hendak mengusapkan pada wajah untuk menghilangkan riasan yang sungguh sia-sia fikirnya.
Namun belum jua tangan lentik sang bidadari cantik yang menggenggam tisu sampai mendarat di pipi. Tangan kekar Mas Kas telah meraih pergelangan tangannya menghentikan sejenak rengengkan sang istri kali ini menatapnya penuh cinta.
"Mas bercanda Cantikku, begitu saja ngambek Adek ini. Biar jangan dihapus riasannya Mas kangen kamu yang cerewet dan bawel dan Mas juga teramat kangen saat-saat seperti ini memandangimu berlama-lama di depan cermin meja rias. Aku tahu maksudmu sayangku tetapi aku bukan mencintai mi dengan dandanan atau riasan atau baju seksi yang kau kenakan. Tapi aku menyayangimu karena ketulusan rasa sayang karena bismillah bukan karena nafsu. Aku cinta Amanah yang sederhana ayu alami walau tanpa makeup."
"Tapi akukan ingin tampil cantik seperti wanita-wanita lain di luar sana saat bertemu kekasihnya, sebab itu aku ingin tampil sempurna seayu mungkin di depanmu Mas Kas cintaku," Amanah terus meyakinkan dan mematahkan pendapat sang suami dan kekeh dengan pendiriannya ingin tampil memesona di hadapan sang lelaki tercinta.
"Adek ku sayang, Mas Kasmu ini bukan lelaki kebanyakan yang dapat diperbudak cinta, Mas Kasmu ini terbiasa menerima apa adanya. Termasuk kau melatiku aku menerima apa adanya dirimu bidadari surgaku tanpa syarat dan tanpa imbuhan apa pun di belakangnya. Bagi Mas apa pun keadaanmu apa pun bentuk tubuhmu kelak di masa tua, karena cantik tak selamanya pasti tua juga begitu juga Mas gagah ini hanya di masa muda entah masa tua nanti mungkin encok," Mas Kas pun begitu meyakinkan sang permaisuri hatinya seraya memegang kedua pipi Amanah menatapnya lekat dengan kasih sayang alami seorang pencinta.
"Benar ya Mas, janji Mas tak akan meninggalkan Adek walau apa pun keadaan Adek. Walau nanti Adek tak cantik lagi, walau nanti badan Adek tak langsing lagi seperti sekarang. Walau nanti kulit Adek tak mulus lagi seperti hari ini, janji ya Mas," begitulah ungkapan rasa dalam lubuk hati Amanah yang meluncur deras meminta kepastian sang Raja hati yang menatapnya malam ini.
"Mas Janji demi Allah biar di saksikan ribuan malaikat subuh dan di catat malaikat pencatat amal baik. Mas Janji akan mencintaimu selamanya sampai ajal menjemput salah satu dari kita kelak di hari tua," ungkapan kepastian Mas Kas membuat wajah Amanah tersenyum kembali.
"Sudah ayo bobok Mas capek banget nih Dek," pinta Mas Kas penuh kelembutan sambil memegang lengan Amanah mengajaknya berlabuh di atas ranjang penuh kemesraan meluapkan kerinduan yang lama sudah tersimpan.