Dari balik jendela kaca, terlihat hujan masih turun dengan deras. Rega menyerahkan secangkir minuman hangat untuk Kanza yang sedang duduk di sofa ruang kerjanya. Tadi mereka memutuskan untuk masuk kembali ke dalam kantor karena suara petir yang menggelegar membuat Kanza takut.
"Makasih."
Rega tersenyum. "Sama-sama." Kemudian menyeruput minuman yang ada di tangannya sendiri. "Aku udah pesen makan daring buat makan siang kita. Di luar hujan, jadi kita enggak bisa makan di luar, deh."
"Iya... Enggak apa-apa, kok." Kanza mengangguk maklum, lalu ikut menyeruput kopi rasa vanila miliknya.
"Em... Aku mau keluar bentar, yach. nanti aku balik lagi." Pamit Rega tiba-tiba sembari meletakkan minumannya di atas meja.
"Oke...."
Rega pun berlalu keluar dari ruangannya.
Kanza yang merasa bosan, beranjak berdiri dan melangkah menuju meja kerja Rega.
Kanza tersenyum ketika menatapi foto Rega yang terpampang di atas meja. Matanya terus bergulir hingga ke sebuah foto dalam sebuah pigura yang membuat Kanza menaruh seluruh perhatiannya. Perlahan tangannya meraih benda tersebut. Foto Rega dan Fira yang tampak tersenyum bahagia.
Di saat yang bersamaan, dari arah pintu tampak Rega yang telah kembali. Kanza buru-buru meletakkan benda yang di pegangnya tadi.
"Hei... Kamu pasti udah laper, kan? Ini makanannya udah nyampe." Seru Rega antusias, ia berjalan mendekat ke arah sofa. Kanza pun melakukan hal yang sama, ia kembali ke sofa.
"Wow... Steak lagi?" Kata Kanza antusias.
"Bukan... Ini masakan Padang, daging rendang." Rega terkekeh.
"It's oke.... 'Aku' juga suka makanan itu."
Rega seketika menatap ke arah Kanza kaget.
Kanza balas menatap Rega bingung. Dan wajahnya tiba-tiba teringat akan sesuatu. "Maaf maksudnya tadi 'Saya'... Ya saya juga suka nasi Padang." Ralatnya kikuk.
Rega terkekeh memandangi Kanza. "Ya... Enggak apa-apa sih kalo kamu juga pake kata 'Aku' buat nyebut diri kamu sendiri. Daripada pake kata 'Saya', itu kesannya formal banget. Padahal kan kita udah deket."
Kanza tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepala pelan . "Oke... Oke, saya, eh... Maksudnya aku bakalan coba."
"Nah... Gitu dong!" Rega tersenyum senang.
***
"Makasih ya atas waktunya, udah di traktir makan siang, dan sekarang di anterin pulang juga." Ucap Kanza sesaat setelah turun dari mobil Rega.
Rega balas tersenyum. "Iya... Sama-sama."
Tling... Tling....
Pria itupun segera merogoh saku celananya.
"Halo... Fira...." Sahutnya ketika ia berhasil menekan tombol hijau di layar ponselnya. "Kamu posisinya dimana? Oke kamu diem disitu, aku segera kesana, tunggu, ya? Jangan takut, aku pasti dateng, kok." Wajah Rega berubah panik. Kemudian mematikan ponselnya.
Rega menatap Kanza dengan wajah sedikit bersalah. "Maaf, aku enggak bisa mampir, aku harus pergi." Jelasnya dengan wajah cemas.
Kanza mengangguk mengerti. "Iya... Enggak apa-apa kok, pergi aja." Kanza memaksa tersenyum. Ia tahu, seharusnya ia tidak boleh merasakan apapun pada cowok itu. Tapi entah kenapa kali ini ia benar-benar tidak bisa membohongi perasaannya sendiri. Ada perih yang perlahan menyelinap melalui rongga-rongga hatinya. Apakah ini tandanya ia sedang cemburu? Entahlah.
"Oke... Kalo gitu aku cabut." Rega bergegas ke mobilnya tanpa menoleh lagi ke arah Kanza. Setelahnya melajukan mobilnya hingga menghilang dari pandangan gadis itu. Sedangkan Kanza masih mematung di tempat, hatinya seolah tidak rela, ia tidak menyangka jika Rega masih begitu mempedulikan Fira.
Kejadian beberapa saat lalu kembali berputar di kepalanya. Slide bayangan saat dirinya menatapi foto Rega dan Fira di atas meja kerja Rega.
Kemudian bayangan beberapa menit yang lalu, Rega mengangkat telephon dan menyebut nama Fira. Juga wajah cowok itu yang berubah panik. Entah apa yang terjadi pada Fira sekarang. Kanza tak ingin lanjut berpikir. Karena itu akan membuat dadanya semakin sesak, ia harus menyadari siapa dirinya sebelum perasaanya terlanjur semakin dalam. Dan tidak seharusnya juga ia merasa cemburu dengan hubungan mereka. Ya... Kanza sadar, dirinya hanyalah seorang yang di tugaskan Fira untuk membuat Rega jatuh hati padanya kemudian mematahkan hatinya. Tapi kenapa sekarang ia harus terbawa perasaan?
Kanza menghembuskan nafas lelah, menggeleng pelan, mencoba menyingkirkan semua pikirannya yang mulai berlebihan, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kost'an.
Di ruang tivi Kanza kembali berpapasan dengan Putri. Mata mereka bertemu, tapi gadis itu hanya diam, dan dari caranya menatap masih sama, marah. Suasananya mendadak canggung.
"Put...." Panggil Kanza pelan, yang lebih terdengar seperti hembusan angin.
Sepertinya Putri tak mendengarnya, gadis itu buru-buru menghindar masuk ke dalam kamarnya.
Kanza hanya bisa menghela napas lelah sekali lagi, merasa kenapa akhir-akhir ini ia jadi banyak masalah, apalagi semuanya masalah perasaan, dan itu benar-benar melelahkan.
Kanza berusaha maklum, dia teringat nasehat Rega tadi. Sepertinya ia memang harus memberi waktu Putri untuk menenangkan diri.
"Jangan maksa Putri buat nerima penjelasan kamu, biarin dia tenang dulu. Dan serahin aja semuanya sama waktu. Semua akan baik-baik aja."
Kanza pun menganggukkan kepalanya sendiri seolah setuju dengan kata-kata itu. Kemudian bergerak memasuki kamarnya sendiri.
***
Seorang gadis terlihat ketakutan di sebuah jalanan sepi, entah kenapa tiba-tiba ban mobilnya tiba-tiba saja kempes.
Tok... Tok... Tok....
Bunyi ketukan di kaca mobil membuatnya yang duduk di belakang kemudi tersentak. Ia menoleh ke samping, kepala seseorang muncul di sana.
Ia yang tak menaruh curiga, segera menurunkan kaca mobilnya.
"Hai... Gio, kamu muncul dari mana?"
Cowok itu menunjuk ke arah mobilnya yang terparkir tak jauh dari mobil gadis itu. Mata Fira mengikuti arah telunjuk Gio. "Kamu kayaknya lagi butuh bantuan, ya?" Tanya Gio dengan raut wajah senormal mungkin.
"Iya nih... Tiba-tiba aja ban mobilku kempes, tapi tadi aku udah hubungin seseorang buat jemput aku."
"Siapa?"
"Em ... Temen." Jawab Fira tersenyum.
Pikiran Gio segera melayang ke beberapa saat lalu. Ia sengaja membututi Fira, dan ia tidak menyangka dengan apa yang telah di lihatnya. Ia tahu betul jika ban mobil gadis itu tidak tiba-tiba kempes begitu saja, tapi Fira sendirilah yang telah sengaja mengempeskan ban mobilnya.
'Kamu pikir aku enggak tahu rencana licik kamu. Kamu sebenarnya enggak rela kan kalo mantan kamu itu, si Rega, jatuh cinta sungguhan pada Kanza. Dan aku enggak bakalan biarin kamu nyakitin Kanza.' Gumam Gio dalam hati.
"Cuma ban kempes, kan. Sini biar ku bantu, atau kalo enggak numpang mobil aku aja. Daripada kelamaan nungguin temen kamu itu. Nanti mobil kamu biar di benerin orang bengkel aja gimana?" Tawar Gio yang masih pura-pura tidak tahu.
Fira menggeleng cepat. "Eh... Enggak perlu kok, makasih, aku nunggu temen aku aja."
Gio menatap Fira menyelidik. Setelah itu ia berusaha melancarkan aksinya, "kamu kayaknya kedinginan, tuh. Gimana kalo aku kasih kamu sedikit kehangatan." Kini matanya menatap Fira dengan intens, membuat gadis itu sedikit cemas.
Fira segera memasang sikap waspada. "Kamu apa-apaan? Jangan macem-macem, ya?" ancamnya dengan masih mengawasi Gio yang mulai mendekat ke arahnya.
"Kamu kok suka pura-pura, gitu sih. Padahal kita pernah kan, mesra-mesraan?" Ujar Gio dengan tatapan tak biasa.
Makanya jangan usik Kanza. Sekarang biar Rega lihat dan gimana reaksi dia. Gumam Gio.
"Kamu ngomong apa, sih. Jangan ngaco deh. Kamu udah gila, ya? Dasar syhco!" Fira mendengus kesal.
Di saat yang bersamaan, sebuah mobil melintas dan berhenti di sana. Gio yakin mobil yang baru tiba itu pasti mobil Rega. Ia jadi penasaran, bagaimana reaksi cowok itu setelah melihat Fira sedang bersamanya.
Gio tersenyum licik ke arah Fira. Tapi Gio salah strategi. Fira ternyata lebih pintar dari dugaannya.
"Rega tolong aku, cowok ini mau macem-macem sama aku." Teriaknya sembari mendorong kuat tubuh Gio agar menjauh, setelahnya segera berlari ke arah Rega.
"Sialan!" Gio mendengus kesal.
Rega memeluk Fira sebentar, mencoba menenangkannya. "Iya, aku nggak apa-apa, kok. Untung kamu cepet dateng," ujar Fira dengan wajah pura-pura sedih.
Rega seketika menatap ke arah Gio dengan marah, kemudian berjalan ke arah cowok itu, tanpa basa-basi melayangkan bogem mentah ke arahnya. "Rasain ini! Dasar cowok kurang ajar!"
"Lumayan." Seru Gio berlagak tenang, dan segera menyeka darah di sudut bibirnya.
"Lo... lo...temennya Kanza, kan?" Kata Rega memastikan saat mengamati cowok yang ada di hadapannya. Wajahnya berubah terkejut, begitu juga dengan Fira. Pasalnya Fira juga baru tahu kalo Gio ternyata dekat dengan Kanza. "Sebaiknya lo jauhin Kanza, lo enggak pantes jadi temen Kanza." Lanjut Rega kesal.
"Cih... Lo pikir lo siapa ngatur-ngatur gue. Lo pikir lo pantes gitu buat Kanza. Harusnya lo yang jauhin Kanza. Kalo sampai gue lihat kalian berdua nyakitin Kanza..." Gio menatap ke arah Rega dan Fira secara bergantian. "Kalian berdua bakalan berhadapan sama gue." Lanjutnya penuh ancamnya.
Fira mendadak ketakutan, ia berlari menghampiri Rega dan memegangi lengan cowok itu dengan erat.
"Inget itu baik-baik." Tegas Gio sekali lagi, sebelum akhirnya kembali menuju mobilnya sendiri.
"Kamu enggak apa-apa, kan?" Tanya Rega lembut setelah mobil Gio menghilang dari pandangan mereka.
Fira mengangguk pelan, "untung kamu dateng tepat waktu. Kalo enggak--" Fira tak bisa melanjutkan kalimatnya dan mulai terisak.
"It's oke, kamu tenang, aku disini." Rega menarik Fira dalam pelukannya.
Bersambung