Chereads / CEO Playboy / Chapter 17 - Part 17

Chapter 17 - Part 17

Kanza datang ke kantor Fira, saat ingin memasuki loby, Langkahnya terhenti sejenak, menatapi sedan warna hitam yang terparkir di pelataran kantor. Ia merasa sangat familiar dengan mobil tersebut.

Tak ingin lebih lanjut berpikir, Kanza kembali melangkahkan kakinya memasuki loby, dan menyusuri koridor menuju ruangan Fira.

Karena tak memperhatikan langkahnya, pundak Kanza tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang karyawan cowok.

"Sorry..." Ucap Kanza dengan sedikit linglung, karyawan tersebut hanya mengangguk kemudian berlalu.

Sekelebat bayangan jadi terlintas di kepalanya. Itu mengingatkannya pada saat pertama kali ia bertemu dengan Rega.

Kanza menghela nafas dan memegang sebelah dadanya. Mencoba menormalkan kembali debaran jantungnya yang tiba-tiba saja bergemuruh.

Kini Kanza tepat di depan ruangan Fira. Pintunya sedikit terbuka. Entah kenapa ia tak ingin langsung masuk seperti biasanya, dengan langkah pelan ia mendekat dan mengintip ke dalam.

Sontak mata Kanza melebar, membekap mulutnya sendiri dengan satu tangan. Ia baru saja melihat Fira dan Rega yang sedang berciuman.

Bola mata Kanza mulai berkaca-kaca. Perlahan ia menghindar dari sana tanpa ingin menimbulkan suara. Meskipun ia sudah meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak merasakan apapun terhadap Rega, tetapi tetap saja kenyataan ini membuatnya tidak bisa terhindar dari rasa sedih.

Kanza berlari tergesa-gesa menyusuri koridor hingga ke lobi. Ia melirik sekilas mobil Rega yang tadi baru saja ia lewati. Ia menatap kecewa kemudian lanjut berlari.

"Bodoh... Kenapa tadi saat ngeliat mereka bersama, hati ini tiba-tiba terasa sakit? Dan kenapa air mata ini tetap saja jatuh?" Khanza tak hentinya merutuki dirinya sendiri. Ia mengusap air mata di pipinya kuat-kuat. Kemudian tersenyum kecut. "Dan kenapa aku malah lari kesini?" Matanya terpejam, mencoba menghilangkan semua bayangan yang kian menyiksanya.

Ingatan kebersamaanya dengan Rega di bukit tersebut kembali menyergap.

Kanza teringat semua kenangannya bersama Rega, dari pertama kali bertemu, dan terakhir percakapannya dengan Rega di bukit ini.

Kanza kembali membuka matanya perlahan, menatap gedung yang waktu itu di lihatnya bersama Rega.

"Aku enggak pernah menyangka, kalo seorang yang bernama Rega Alfian, mampu memberi pengaruh sebesar ini di hatiku. Sekarang bagaimana caranya aku menghilangkan perasaan ini dan kembali menjadi diriku yang dulu?"

***

Kanza memutuskan pulang ke kosan-nya saat hari mulai gelap. Langkahnya terhenti di depan gerbang saat sepasang matanya yang sembab menatap sosok familiar yang sudah berdiri menunggunya di depan teras. Mau tidak mau mata mereka bertemu dan Kanza masih mematung di tempat.

"Kamu darimana aja? Di telpon enggak di angkat, dan HP nya malah mati. Aku udah nungguin kamu daritadi?" Ucap Rega saat Kanza sudah mulai turut duduk di kursi sebelah.

Kanza terdiam beberapa detik. "Buat apa kamu nyariin saya, saya kan bukan siapa-siapa kamu." Kata Kanza dengan nada sindiran tapi terdengar pilu. Ia bahkan memaksa tersenyum meski hatinya terasa nyeri.

Rega mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oh... Jadi kamu mau ada sesuatu di antara kita?"

Sementara itu, Putri menguping percakapan keduanya lewat jendela kaca kost'an.

Kanza tersenyum hambar. Sekelebat bayangan Saat Rega dan Fira seolah ciuman di kantor Fira tadi kembali membayang. "Dia enggak mungkin punya perasan yang sama kan ke gue?" Batinnya berulang kali meyakinkan.

"Enggak... saya sama sekali enggak pernah berharap ada sesuatu di antara kita. Kita cuma dua orang yang baru saling mengenal, dan kita hanya teman." Jelas Kanza lagi dengan tenggorokan seperti tercekat. Ia hanya sedang berusaha mati-matian menutupi perasaannya sendiri.

"Oh... Jadi begitu, jadi selama ini kedekatan kita enggak ada artinya bagi kamu? Ternyata hubungan kita hanya sebatas teman?" Dan sepertinya Rega malah salah paham, seolah Kanza bisa meyakinkannya jika memang tidak terjadi apa-apa di antara mereka.

"Ya... Memang begitu, kan? Dari awal memang kita hanya teman, saya enggak pernah bermaksud untuk melibatkan perasaan." Ujar Kanza dengan senyum lebar. Ia benar-benar tidak ingin Rega mengetahui perasaannya yang sebenarnya.

Rega menelan saliva-nya dengan susah payah. "Oh... Jadi gitu." Kemudian mengangguk sedih. "Kayaknya emang udah enggak ada lagi yang perlu kita bicarain. Maaf kalo aku udah ganggu waktu kamu malam-malam gini. Aku mau balik aja... sekarang." Lanjutnya seraya beranjak berdiri. Meski ragu, ia masih ingin mempercayai jika di antara mereka memang terjadi sesuatu. Tapi nyatanya Kanza tidak menunjukkan hal itu.

"Oh... Kamu mau balik, yaudah, ati-ati di jalan ya?" Kanza turut beranjak dan masih menampilkan wajah senormal mungkin.

Raut wajah Rega makin menunjukkan kekecewaan yang mendalam, kenapa gadis itu tidak peka? Batinnya. "Ya... Aku balik, ya?" Matanya menatap Kanza dalam. Berharap gadis itu akan menahannya. Tapi nyatanya tidak. Perlahan ia melangkah lesu menuju mobilnya.

Saat Rega hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba Kanza memanggilnya.

"Rega...!"

Senyum Rega seketika terbit. Tapi saat ia berbalik untuk menatap ke arah gadis itu. Wajahnya kembali kecewa.

"Ini kunci mobil kamu ketinggalan." Mendekat dan menghampiri seraya menyerahkan kunci tersebut pada Rega.

Rega menatap Kanza sejenak, lagi-lagi ia harus merasa kecewa dengan harapannya sendiri. "Makasih ..."

Gadis di hadapannya ini benar-benar tidak peka. Bagaimana bisa gadis itu tidak bisa membaca apa yang tersirat di matanya?

"Oke..." Balas Khanza dengan nada ceria. Semakin membuat yakin Rega jika gadis itu sepertinya memang tidak memiliki perasaan apapun terhadapnya.

Dengan wajah lesu Rega masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin mobil dan perlahan melaju. Ia masih memperhatikan wajah Kanza dari dalam kaca spion, gadis itu tersenyum dan melambaikan tangan.

Sampai pada akhirnya mobil Rega menghilang dari hadapannya, barulah Kanza menampakkan wajah sedihnya.

Putri segera berlari menghampiri Kanza dan langsung menariknya ke dalam pelukannya. Saat Kanza sudah mulai tenang, Putri melepas pelukannya. "Kenapa sih lo tadi enggak ungkapin aja perasaan lo yang sebenernya?" Menatap Kanza sendu.

Kanza menggeleng. "Enggak... Karena gue yakin dia enggak punya perasaan yang sama kayak gue. Mungkin aja dia deketin gue cuma buat di jadiin selingan, entahlah... Lo tahu sendiri kan dia siapa? Dia playboy." Tersenyum kecut sembari menggeleng jengah, mencoba menepis apa yang di katakan Putri. Lalu memilih melangkah memasuki kos-an.

Putri terbengong sebentar dan buru-buru berlari mengejar Kanza. "Tapi kalo lo salah mengira gimana? Gimana kalo seandainya sekarang dia udah tobat dan beneran suka sama lo?"

Langkah Kanza terhenti. "Kalo dia udah tobat, terus beneran suka sama gue, enggak mungkin kan tadi siang gue liat dia ciuman sama Fira?"

"Hah... Apa?" Mata Putri sontak terbelalak lebar.

"Ya gitu, tadi siang gue ke kantor Fira dan liat mereka lagi ciuman. Baguslah, mungkin mereka udah balikan dan gue enggak perlu repot-repot lagi bantuin mereka balikan, deh." Kanza menggedikkan pundaknya. Lalu lanjut masuk ke dalam kost-an dengan berlagak cuek. Meski sebenarnya hatinya belum bisa sepenuhnya menerima kenyataan yang ada. Bagaimana bisa, ada orang yang sengaja menyimpan dua orang dalam hatinya sekaligus? Kanza menggeleng pelan, merasa tidak masuk akal. Jadi keputusannya menjauhi Rega adalah keputusan yang tepat menurutnya.

Bersambung