Kanza sedang memotret orang-orang yang berlalu lalang di sekitar alun-alun, ia berjalan menyusuri trotoar dan tidak terlalu fokus dengan langkahnya.
Tanpa sengaja pundaknya jadi bertabrakan dengan seorang cowok.
"Sorry..." Ia segera meminta maaf pada pria yang baru saja ia ganggu ketenangannya. Tapi sejenak ia malah tertegun, ia seperti baru saja melihat seseorang yang tengah di rindukannya selama ini.
"Ya... Enggak apa-apa, mbaknya enggak apa-apa juga, kan?" Sahut cowok tersebut dengan logat Jawa, yang akhirnya membuat Kanza kembali menjejaki dunia nyata, setelah mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali, barulah ia tersadar jika pemuda di hadapannya ini bukanlah Rega.
Kanza menedgus lelah, kenapa pria itu kembali mengganggu pikirannya?
"Eh... Iya, saya enggak apa-apa, kok." Kanza buru-buru menyahut dengan senyum di paksakan.
"Yaudah kalo gitu saya permisi, mari." Balas pemuda itu lagi dengan sopan. Kemudian berlalu meninggalkan Kanza yang masih tampak mematung di tempat. Ia tidak habis pikir, kenapa tadi ia bisa menyangka jika cowok di depannya itu Rega?
Kanza menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Mencoba melonggarkan rongga-rongga dadanya yang tiba-tiba terasa sesak, susah payah ia berusaha pergi sejauh ini demi melupakan cowok bernama Rega. Tapi sekarang, ingatan tentang cowok itu malah kembali mengusiknya. Ini pasti gara-gara tadi ia melakukan video call dengan Fira, dan melihat foto Fira yang sedang tersenyum bahagia bersama Rega. Bukankah itu hal yang wajar? Mereka akan segera bertunangan. Lalu kenapa sekarang perasaanya kembali tak karuan? Susah payah ia menata hati selama setahun ini, dan kini harus berantakan lagi.
Kanza tak mengerti dengan situasi yang sedang di hadapinya, ia menutup matanya dengan satu tangan dan beberapa kali mendesah frustasi.
***
Demi menghilangkan penat dan hendak mengembalikan fokusnya, Kanza mampir ke sebuah kedai dan memesan makanan kesukaannya.
"Pak... Pesen es teh manis satu, ya? Sama nasi gudegnya satu porsi juga." Ujarnya pada penjaga kedai ramah. Setidaknya minuman manis bisa menambah zat seretonin di otaknya dan itu akan sedikit menghilangkan perasaan stres-nya.
"Asiaaapp neng cantik dari Jakarta." Sahutnya dengan logat Jawa medok nan jenaka.
Kanza hanya balas tersenyum. Ini adalah kedai langganannya sejak ia tinggal di Jogja.
Sembari menunggu pesanannya datang, Kanza sibuk membuka laptopnya kembali. Lalu tiba-tiba sekelompok pengamen datang.
"Siang kakak-kakak semua, semua yang ada disini saya panggil kakak biar berasa muda semua." Serunya dengan jenaka dan membuat para pengunjung tertawa. Termasuk Kanza, ia tersenyum tanpa memalingkan wajahnya dari laptopnya. "Saya berharap, sebuah lagu galau dari saya kali ini bisa menghibur makan siang kalian semua. Kalian makan nasi, biar saya saja yang makan ati." Para pengunjung sontak kembali tertawa riuh mendengar lelucon itu.
Perlahan musik mengalun, bersamaan dengan itu, penjaga kedai kembali membawa pesanan Kanza dan meletakkannya di atas meja. Kanza berterima kasih sembari tersenyum, penjaga kedai mengangguk dan berlalu.
Baru saja Kanza hendak menyantap makanannya, perhatiannya tiba-tiba teralih ketika mendengar suara seorang cowok sedang bernyanyi. Suara yang sudah lama tak di dengarnya, tapi ia merasa tak salah mengenalinya.
"Aku yang minta maaf, walau kau yang salah, aku kan menahan walau kau ingin pisah, karena kamu penting, lebih penting, dari semua yang ku punya." Penggalan syair lagu milik mawar Eva sukses membuat Kanza menganga. Kedua matanya membelalak saking terkejutnya.
"Jika kamu salah, aku akan lupakan, meski tentu kau tak lakukan yang sama, karena untukku, kamu lebih penting, dari egoku." Cowok itu masih lanjut bernyanyi hingga lirik terakhir.
Detik berikutnya para pengunjung bersorak dan bertepuk tangan riuh. Kanza masih mematung di tempat, sedangkan cowok yang tak lain adalah Rega sudah berjongkok di hadapannya. "Jangan pergi lagi, ya? Plies, jangan tinggalin aku lagi. Aku enggak bisa kalo tanpa kamu." Ucapnya penuh harap.
Kanza merasa bingung, linglung dan gugup menjadi satu. Ia masih belum yakin jika semua yang di alaminya ini nyata, ia berpikir apakah ia hanya sedang berhalusinasi seperti sebelumnya. Kanza mengedarkan matanya ke sekeliling, mata para pengunjung saat ini sedang menatap ke arahnya. Jadi semua ini nyata?
Kanza balik menatap Rega lagi, menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan cepat, "kamu itu lagi main drama atau apa, sih, malu tahu di liatin orang." Ucap Kanza dengan suara lirih, tapi matanya menyorotkan kemarahan.
"Biarin, aku enggak peduli." Balas Rega masih tersenyum menatap Kanza.
Kanza memutar bola mata malas. "Ini semua sama sekali enggak lucu tahu enggak!" Kanza memilih bangkit berdiri, menaruh lembaran uang pecahan limapuluh ribu di meja, kemudian meraih laptopnya dan segera beranjak keluar dari kedai dengan langkah tergesa.
"Kanza... Kanza... Tunggu...!" Rega berusaha mengejar langkah Kanza.
Saat melewati para pengamen, Rega tak lupa mengeluarkan uang dari sakunya dan memberikannya pada mereka. Kemudian lanjut mengejar Kanza.
Rega sedikit tertinggal, tapi dengan cepat ia menemukan sosok Kanza dan segera mencekal lengan gadis itu dari arah belakang.
"Kamu kenapa tiba-tiba marah? Aku cuma bermaksud ngasih kejutan dan nyenengin kamu tadi." Jelas Rega dengan nafas yang masih setengah tersengal.
"Kamu tanya saya kenapa saya marah? Jelas saya marah, bukannya kamu mau tunangan sama Fira? Terus kenapa sekarang ngejar saya lagi?" Ucap Kanza berlagak tak peduli dan hendak melanjutkan langkahnya lagi.
Rega Manarik tangan gadis itu lagi, lalu menghadapkan gadis itu ke arahnya. Kanza terkesiap, di bawah tatapan mata Rega ia seolah tak bisa berkutik.
"Kamu lagi cemburu, ya?" Selidik Rega.
"Untuk apa saya cemburu?" Elak Kanza dan berusaha melepaskan diri dari Rega.
"Kalo kamu cemburu, berarti sebenernya kamu juga cinta kan sama aku?" Desak Rega lagi. Ia belum ingin menyerah, ia bisa merasakan jika gadis di hadapannya itu sebenarnya juga memiliki perasaan yang sama sepertinya. Tapi entah kenapa Kanza selalu menghindar.
"Untuk apa juga kamu pingin tahu perasaan saya ke kamu? Percuma aja, kan? Toh... Bentar lagi kamu jadi milik orang lain? Terus apa yang tersisa buat kita? Hah..." Emosi Kanza perlahan mulai tersulut. Sebenarnya ia juga tidak tahan dengan perasaanya sendiri, tapi keadaan yang membuatnya terpaksa menahan semua rasa yang ada.
"Tapi aku maunya sama kamu, dan aku cintanya cuma sama kamu... Aku sama Fira udah--"
Kalimat Rega terputus oleh dering ponsel milik Kanza.
Tling... Tling... Tling....
Perhatian Kanza teralih. Ia buru-buru mengangkat panggilan telepon-nya.
"Ya... Halo."
Fira sudah tampak berdiri di depan sebuah bangunan. "Gue udah sampe depan kost'an lo nih, lo dimana?"
Kanza menatap ke arah Rega sebal. "Gue lagi ada di luar, lo tunggu aja, gue bentar lagi balik kok."
"Oke."
Kanza buru-buru mematikan sambungan teleponnya. Lalu berjalan menghindar ke seberang jalan dengan setengah berlari. Dan Rega tak berhenti mengikutinya.
"Kanza... Tunggu, kamu harus dengerin penjelasan aku dulu." Bujuk Rega.
Kanza sudah ada di seberang jalan yang terdapat pangkalan ojek.
"Rega cukup... Jangan ikutin saya lagi, oke!" Kanza naik ke jok belakang salah seorang tukang ojek. "Jalan, bang!" Perintahnya. Tukang ojek pun menurut dan motorpun melaju.
Rega yang belum juga ingin menyerah, menyewa salah satu tukang ojek untuk mengikuti Kanza.
Bersambung