Hari ini Sophia merasa senang karena mendapat pujian dari Mr Anthony. Sang Guru telah berhasil membuat Sophia menerima diri sendiri secara apa adanya. Dia tidak akan malu mengakui sebagai seorang werewolf.
Seusai kegiatan sekolah, Sophia sedang menikmati makan siang bersama Bianca. Tiba-tiba Rosie datang mengampiri keduanya dengan wajah lusuhnya. Gadis itu nampak tidak bersemangat dan terlihat lelah. Mungkin kegiatan yang diikutinya sepanjang hari begitu sibuknya.
"Selamat siang," sapa Sophia dengan menunjukkan wajah cerianya. Namun, Rosie hanya menoleh sekilas lalu menunduk. Perilakunya sungguh aneh dan membuat kedua sahabatnya menjadi heran.
"Kamu kenapa?" tanya Bianca dengan lembut.
Rosie yang ditanya oleh Bianca tiba-tiba menangis sesenggukan. Gadis itu terlihat tidak kuasa menahan kesedihan dan air matanya. Sophia dan Bianca semakin bingung menghadapinya.
"Apa yang telah terjadi sebenarnya?" tanya Sophia sembari menepuk bahu Rosie supaya menghentikan tangisannya. Beberapa siswa yang kebetulan melewati mereka hanya menatap aneh ke arah Rosie yang menangis seperti anak kecil.
"Aku telah patah hati," jelas Rosie sembari menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya. Kedua temannya hanya bisa saling berpandangan karena merasa aneh dengan penjelasan dari Rosie.
"Patah hati? Apakah maksudnya kamu telah jatuh cinta?" tanya Sophia.
Rosie mengangkat wajahnya sembari menggelangkan kepalanya dengan lemah. Dia nampak tidak bersemangat.
"Aku sudah patah hati, bukan lagi jatuh cinta karena dia yang selalu menghiasi mimpiku telah memilih gadis lain sebagai pendampingnya. Aku hanya bisa meratapi kesedihanku," ungkap Rosie. Air matanya jatuh berguguran menutupi keceriaan wajahnya.
"Dia memilih gadis lain? Memangnya siapa dia yang kamu maksudkan?" tanya Bianca. Pada akhirnya Bianca dan Sophia menjadi penasaran kepada siapakah Rosie telah menambatkan hatinya.
Rosie tidak pernah mengatakan apapun mengenai sosok yang sedang disukainya. Selama ini dia lebih sering mendengarkan semua yang menjadi keluhan Sophia dan Bianca tanpa banyak berkomentar. Rupaya gadis itu sedang jatuh cinta dan sekarang mengalami patah hati.
"Kalian tidak mengenalnya," jelas Rosie dengan suara lirih yang nyaris tidak terdengar. Keputus asaan memang terlihat jelas di wajah gadis itu.
"Baiklah kalau kamu memang belum ingin berterus terang, kami tidak akan memaksa. Kami hanya ingin kamu berhenti menangis dan mencoba menghadapi semua dengan kepala dingin dan kedewasaan," ujar Bianca.
Sophia menatap ke arah Bianca yang begitu dewasa dan pengertian terhadap sahabatnya. Dia memang pantas disebut sebagai putri seorang tetua karena karakternya yang terbaik.
"Aku sangat sedih," keluh Rosie sembari merebahkan dirinya ke dalam pelukan Bianca. Sophia juga melakukan hal yang sama sehingga ketiganya saling berpelukan dengan penuh kedekatan.
"Rosie, kamu dicari oleh ketua asrama," kata salah seorang siswa kepada Rosie.
Rosie, Sophia dan Bianca sama bingungnya. Mereka tidak mengerti mengapa Rosie dipanggil oleh ketua asrama ketika kondisinya tengah bersedih.
"Baiklah, terima kasih," sahut Rosie.
"Hei, apa yang kamu lakukan sampai ketua asrama memanggilmu?" tanya Sophia penasaran. Baik Sophia maupun Bianca tidak mengetahui apapun pelanggaran yang telah dilakukan oleh sahabatnya itu.
"Aku tidak tahu," jawab Rosie dengan santainya. Wajah polosnya membuat Bianca dan Sophia menjadi penasaran dengan kesalahan yang dilakukan Rosie.
"Mengapa kalian melihatku?" tanya Rosie.
"Biasanya hanya siswa yang melakukan pelanggaran saja yang dipanggil, apakah kamu yakin tidak melakukan suatu kesalahan?" ulang Sophia untuk memastikan. Dia berharap bahwa sahabatnya tidak melakukan pelanggaran peraturan karena bersekolah di werewolf academy merupakan sesuatu yang sangat membanggakan.
Rosie segera bangkit dan mengucapkan terima kasih kepada kedua temannya yang mencemaskan dirinya. Sikapnya nampak semakin aneh.
"Sophia, Bianca, aku mohon maafkan aku tetapi saat ini aku sedang membutuhkan waktu untuk sendiri," pamit Rosie sebelum meninggalkan kedua temannya.
Sophia dan Bianca merasa semakin cemas melihat sikap Rosie yang aneh. Rosie yang selalu ceria mendadak murung dan sekarang dipanggil ketua asrama. Entah kesalahan apa yang sebenarnya telah dilakukannya.
"Aku mencemaskan dirinya," ujar Bianca.
"Aku juga sependapat denganmu. Bagaimana kalau kita mengikuti Rosie?" ajak Sophia. Kedua gadis itu segera bergegas untuk menyusul Rosie yang sudah berjalan terlebih dulu.
"Menurutmu apakah ini ada hubungannya dengan pemuda yang disukai oleh Rosie atau masalah lainnya?" tanya Bianca ketika keduanya berjalan bersama.
"Aku tidak tahu tetapi masalah ini membuatku merasa cemas," ujar Sophia yang berjalan tergesa untuk menyusul Rosie.
Tanpa disadari oleh Sophia, Erick telah berada di sampingnya. Pemuda yang menjadi ketua asrama FRESH BLOOD itu berjalan cepat menuju tempat yang sama seperti yang dituju oleh Sophia dan Bianca.
"Sophia!" sapa Erick.
"Kak Erick? Apakah kakak juga akan menuju gedung ketua asrama?" tanya Sophia penasaran. Erick pun menganggukkan kepalanya.
"Aku dengar ada salah satu siswa baru yang membuat kekacauan di ruang kelas," jelas Erick dengan tegas.
"Kekacauan di ruang kelas," ulang Sophia dan Bianca bersamaan. Mereka tidak menyangka kalau Rosie nekat melakukan semua itu.
Erick menatap kearah Sophia dan Bianca dengan heran. Reaksi keduanya begitu mengejutkan.
"Kakak tidak salah bukan? Maksudku, apakah mungkin Rosie teman kami melakukan sesuatu yang nekat semacam itu? Kami mengenalnya dan tidak mungkin dia akan bertindak melawan aturan," bantah Sophia.
"Entahlah, aku hanya mendengar informasi dari beberapa temanku. Mengenai kebenarannya akan kita lihat dari hasil persidangan nanti," ujar Erick.
Sophia dan Bianca semakin berdebar-debar menuju ruang ketua asrama. Mereka tidak sanggup menyaksikan sahabat terdekatnya menjalani hukuman karena pelanggaran disiplin.
Tak berapa lama, mereka bertiga telah tiba di ruang ketua asrama. Rosie telah berada di hadapan beberapa ketua asrama yang duduk melingkarinya. Gadis itu bersama dua teman lainnya terdiam sambil menunduk. Sophia melihat seorang pemuda yang nampak cukup tampan di sebelah Rosie dan instingnya mengatakan bahwa pemuda itulah yang sedang disukai oleh sahabatnya.
Erick segera menjauh dan berkumpul bersama rekan-rekannya. Sophia dan Bianca memilih duduk di sekitar ruang persidangan karena ingin mengetahui keadaan Rosie yang sesungguhnya.
"Aku sangat takut!" keluh Bianca sambil memegang tangan Sophia dengan erat. Gadis itu terlihat tidak tega dengan kasus yang sedang dihadapi oleh Rosie.
Sophia memilih untuk tegar dan mencoba mencerna semua dari segala sisi. Dia yakin Rosie pasti mempunyai alasan yang kuat dibalik semua keputusannya. Kalaupun dia memang membuat kekacauan di ruang kelas, Rosie pasti akan bertanggung jawab. Dia bukanlah seseorang yang lari begitu saja.
Diantara beberapa ketua asrama yang sedang bertugas, sosok Erick memang yang menarik perhatian Sophia. Selain karena mereka saling mengenal, sosok Erick juga menjadi panutan bagi rekan-rekan yang lain. Beberapa gadis nampak memandang ke arah Erick dengan penuh ketertarikan seperti yang dirasakan oleh Sophia.
"Dia memang pemuda yang menarik," batin Sophia tanpa mengalihkan pandangan dari sosok Erick.
Ternyata pemuda itu diam-diam juga melihat ke arah Sophia ketika gadis itu tidak melihatnya. Mereka nampak bagai dua orang yang saling curi pandang tetapi tidak diketahui oleh satu sama lainnya.
Rosie yang tengah menjalani pemeriksaan menjelaskan bahwa dirinya memang marah kepada kedua orang di sampingnya. sebenarnya Rosie menyukai pemuda yang berada di sebelahnya. Pemuda itu selalu bersikap baik pada Rosie dan gadis itu rela malakukan apa saja untuknya. Pemuda itu meminta Rosie untuk mengerjakan semua tugasnya dan memberikan beberapa barang yang diinginkannya. Sayangnya, pemuda tersebut justru menjalin hubungan dengan gadis lainnya. Hal itulah yang membuat Rosie kesal dan merusak beberapa peralatan di kelas tanpa sadar. Rosie hanya marah dan membanting barang di sekitarnya.
Sophia dan Bianca merasa kasihan mendengarkan kisah Rosie yang telah dimanfaatkan oleh pemuda tersebut. Gadis itu terlalu lugu dan polos.
"Kita harus menghiburnya," ajak Bianca sembari mengusap air matanya. Dia tidak tega melihat Rosie begitu sedih dan terluka.