Sophia hanya menatap wajah Erick yang nampak penasaran. Sejak tadi, pemuda itu berusaha keras untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan mengenai kemampuan yang dimiliki olehnya. Gadis itu sudah berjanji pada sang guru untuk merahasiakan mengenai jati dirinya namun dia tidak mempunyai alasan yang tepat di hadapan ketua asrama tersebut.
"Sebenarnya aku mempunyai..." ungkap Sophia yang tiba-tiba terhalang sebuah suara keras di telinganya.
"Jangan katakan apapun! Kamu tidak boleh mengungkapkan kemampuanmu di hadapan orang lain!" suara Mr Anthony bergema di telinga Sophia. Gadis itu begitu yakin bahwa sang guru yang berbicara dengannya dari jarak yang tidak terlalu jauh. Apakah itu artinya mereka selamat dari pertempuran? Sophia masih bertanya-tanya di dalam hati.
"Mempunyai apa?" tanya Erick.
Rupanya Sophia telah melupakan kehadiran Erick di hadapannya karena fokus untuk mendengarkan suara Mr Anthony.
"Ahhh tidak apa-apa kak, aku hanya merasa sedikit lega karena sepertinya para guru sudah memenangkan pertikaian di hutan terlarang," jelas Sophia.
"Darimana kamu mengetahuinya?" tanya Erick yang semakin penasaran dengan sikap aneh Sophia.
Sophia tertegun dan merasa telah salah bicara. Tidak seharusnya dia mengatakan apapun yang berhubungan dengan pertempuran di hutan terlarang. Sekarang dia kebingungan mencari alasan di hadapan Erick.
"Selamat malam!" sapa Mr Anthony yang sudah muncul dan berdiri di belakang Erick. Pemuda itu langsung tersentak dan seketika mundur perlahan.
"Astaga, maafkan saya. Saya tidak mengetahui kedatangan anda ke dalam asrama," ucap Erick dengan penuh kesopanan. Mr Anthony menatap pemuda itu dengan sebuah senyuman sebelum mengerling ke arah Sophia.
"Maafkan aku karena mengejutkanmu. Sebenarnya ada sedikit keperluan untuk dibicarakan dengan Nona Adams, bolehkah aku mengajaknya keluar sebentar?" pamit Mr Anthony dengan suara yang halus kepada Erick selaku ketua asrama.
"Tentu saja anda bisa mengajaknya berbicara. Tetapi sebelum itu saya ingin menanyakan kebakaran di hutan terlarang apakah sudah teratasi?" tanya Erick.
Mr Anthony melihat ke arah Sophia sebelum akhirnya menjawab pertanyaan dari Erick dengan sebuah anggukan kepala.
"Semua sudah terkendali dan tidak ada yang perlu dicemaskan lagi sekarang," jawab Mr Anthony. Wajahnya terlihat tenang dan seketika membuat Erick menghembuskan napas lega. Pemuda yang sempat merasa panik karena kebakaran di hutan terlarang itu menatap ke arah Sophia dengan seulas senyum manisnya.
"Syukulah kalau begitu. Aku akan meninggalkan kalian berdua untuk berbicara," pamit Erick kepada Mr Anthony dan Sophia yang sedang berdiri di ruang tunggu asrama FRESH BLOOD. Sophia menatap kepergian ketua asrama hingga sosoknya menghilang ke dalam ruangan.
"Syukurlah anda tiba tepat waktu. Aku sangat mencemaskan keadaan disana. Kebakaran yang terjadi sungguh besar, aku melihat nyala api yang berkobar meninggi," jelas Sophia. Gadis itu dengan polosnya mengatakan apa yang dilihat dan dirasakannya tanpa terlewatkan. Sikap Sophia bagai seorang anak yang sedang bercerita kepada ayahnya. Gadis itu memang sudah merasa nyaman bersama Mr Anthony.
Mr Anthony mendengarkan cerita dari Sophia dengan saksama. Beberapa kali dia menyatukan alisnya karena merasa aneh dengan tingkah gadis tersebut yang hampir membongkar semua rahasianya di hadapan kepala sekolah.
"Kita bicara di luar!" ajak Mr Anthony karena tidak mau ada yang mendengarkan pembicaraan keduanya. Ruangan asrama terlalu riskan untuk menyimpan rahasia karena siapapun bisa saja mendengar pembicaraan mereka tanpa disadari.
"Mengapa kamu begitu ceroboh karena hampir membocorkan rahasiamu di hadapan kepala sekolah? Apakah kamu sudah siap dengan semua resiko yang mungkin akan kamu hadapi!" tegas Mr Anthony.
Sophia terdiam. Gadis itu memikirkan semua yang dikatakan oleh Mr Anthony. Dia yang memiliki kulit pucat sudah kerap menjadi bahan tertawaan dan ditambah jika mereka mengetahui kemampuannya mendengar suara dari jarak yang jauh, bukankah akan membuat semua semakin membencinya. Diam-diam Sophia merasa bersalah karena telah menghianati janjinya kepada guru tersebut. Dia menyesal karena tidak tahan menghadapi godaan untuk mengatakan kemampuannya pada rekan-rekannya.
"Maafkan aku, semua terjadi begitu saja. Aku merasa cemas dan bingung hendak melakukan apa untuk mengatasi keadaan yang serba mencekam ini," kilah Sophia sembari menuduk menahan malu atas ingkar janjinya.
Mr Anthony menatap lekat wajah Sophia yang tertunduk. Lelaki yang berusia ratusan tahun itu merasa iba dan kasihan dengan nasib yang dialami oleh Sophia. Sebenarnya dia juga ingin mengatakan yang sebenarnya mengenai sosok Sophia tetapi sekarang bukan waktu yang tepat.
"Aku mengerti kecemasanmu tetapi situasi akan menjadi lebih kacau seandainya semua mengetahui apa yang kamu pendam. Kekuatan yang kamu miliki bukanlah sesuatu yang dimiliki orang kebanyakan. Itu adalah bakat istimewa dari Tuhan," jelas Mr Anthony yang membuat Sophia merasa terhibur.
"Terima kasih, Pak," sahut Sophia.
Ternyata baik Sophia dan Mr Anthony telah tiba di koridor. Sophia melihat ke arah hutan terlarang yang sudah nampak sunyi. Bekas kebakaran sudah sirna dan tidak nampak jejaknya sama sekali.
"Kebakaran memang telah berakhir," sahut Sophia tanpa mengalihkan pandangan dari pepohonan di hutan terlarang.
"Tetapi bekasnya masih tersimpan dengan rapi di dalam ingatanmu. Begitu bukan yang sedang kamu rasakan?" tanya Mr Anthony kepada Sophia. Lelaki itu berdiri di samping Sophia dan menatap ke arah hutan terlarang.
"Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Aku hanya mendengar kemarahan dan ketakutan dalam suasana yang begitu riuh. Apakah disana terdapat banyak vampir dan werewolf yang bertarung?" tanya Sophia.
Mr Anthony terdiam selama beberapa saat.
"Mereka adalah vampire baru yang sedang melampiaskan haus darahnya. Mereka belum mengerti peraturan diantara leluhurnya dengan kaum werewolf. Sesuai ketentuan, werewolf yang berada di kawasan ini diperbolehkan untuk menghancurkan mereka," jelas Mr Anthony.
Sophia bergidik ngeri membayangkan betapa dahsyatnya pertempuran diantara kedua kawanan penghisap darah. Keduanya sama-sama kuat dan tidak terkalahkan.
"Jangan membayangkan sesuatu yang belum saatnya kamu ketahui," ujar Mr Anthony dengan sebuah senyuman tipis di bibirnya.
"Kelak aku ingin menjadi pembasmi vampir jahat!" celetuk Sophia yang membuat Mr Anthony tertawa.
"Aku akan menanti dirimu menjadi seorang werewolf yang hebat di masa depan. sebelum membuat keputusan untuk bertarung, ada baiknya dirimu mencoba berdamai dengan keadaan," kata Mr Anthony.
Sophia terkejut ketika melihat beberapa guru telah kembali ke wujud semula dan berjalan menuju ke dalam sekolah. Di depan mereka ada Kepala Sekolah yang berjalan dengan penuh wibawa dan di belakangnya ada beberapa guru yang mengikuti. Pakaian mereka tampak koyak dan meninggalkan bekas yang berwarna kemerahan. Seorang werewolf dapat menyembuhkan luka dengan cepat karena tubuhnya memiliki keistimewaan.
"Mereka sudah kembali," seru Sophia dengan mata berbinar.
"Bukakah sudah kukatakan tidak ada yang perlu kamu cemaskan. Kami yang berada di sekolah merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan akan menjaga wilayah ini dengan segenap tenaga.
Sophia tersenyum bangga dengan menunjukkan deretan gigi putihnya. Dia tidak perlu mencemaskan gangguan yang akan mengancam sekolah.
"Apakah kamu masih tetap akan menemui Kepala sekolah?" tanya Mr Anthony.
Sophia memalingkan wajahnya dengan masih tetap tersenyum.
"Sepertinya tidak jadi. Aku harus menyimpan semuanya sampai waktu yang tepat untuk berbicara," jelas Sophia.
Mr Anthony mengusap rambut pirang Sophia dengan lembut. Ada perasaan sayang yang tercurah dari setuhannya. Mr Anthony yang merupakan seorang vampir merasakan naluri seorang ayah yang muncul ketika bersama Sophia. Baginya, gadis itu bukan hanya seorang murid werewolf academy biasa melainkan putrinya. Dia berjanji akan mengawal Sophia hingga dewasa dan menjadi werewolf seutuhnya. Atau juga menjadi seorang vampir seperti ayahnya.
"Pergilah ke kamarmu, sekarang sudah malam. Kamu bisa bermimpi indah malam ini," saran Mr Anthony.
Sophia mengangguk dengan cepat. Gadis itu segera berbalik dan meninggalkan gurunya yang masih berdiri menatap kepergiannya. Sophia lega karena situasi yang kacau telah menjadi tenang. Dia berharap esok akan menjadi hari yang indah untuk semuanya.