Sophia menutup erat kedua telinga karena tidak tahan menghadapi bisikan-bisikan yang tidak nyata di sekitarnya. Gadis itu mulai meragukan kesadaran dan kewarasan yang dimilikinya karena semakin seringnya mendengarkan suara yang tidak nyata. Sophia harus segera menemui seorang guru untuk mengkonsultasikan semua yang terjadi pada dirinya.
"Aku benar-benar tidak tahan menghadapinya!" pekik Sophia gelisah. Dia mengurungkan diri untuk ke kamar mandi dan memutuskan keluar secepatnya. Dia melihat Bianca telah berganti piyama dan menatapnya lekat.
"Kamu kenapa? Wajahmu terlihat pucat?" tanya Bianca cemas.
Sophia menggelengkan kepala sambil menatap Bianca seakan meminta pertolongan. Gadis itu tidak berdaya melawan dirinya sendiri.
"Aku harus menemui Mr Anthony untuk membicarakan sesuatu," ungkap Sophia.
"Bertemu Mr Anthony? Untuk membicarakan apa? Bukankah beliau sedang tidak ada di tempat?" tanya Bianca. Dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada salah seorang sahabat tersebut.
"Aku tidak tahu, pokoknya aku harus segera menemui mereka!" tukas Sophia. Gadis itu berjalan meninggalkan kamar mandi dan Bianca tidak memiliki pilihan selain mengikutinya. Dia mencemaskan keadaan Sophia yang nampak aneh setelah keluar dari dalam kamar mandi. Entah apa yang telah terjadi sebenarnya.
Sophia berjalan dengan cepat seakan dikejar oleh sesuatu yang tidak terlihat oleh mata. Bianca nampak kesulitan untuk mengejarnya. Gadis itu sedikit berlari kendati napasnya tersengal.
"Sophia, tunggu aku!" teriak Bianca yang tidak dihiraukan oleh Sophia. Gadis itu masih berjalan dengan pandangan fokus ke depan.
"Kita harus segera beraksi!" suara di telinga Sophia semakin menjadi-jadi. Ada begitu banyak suara yang menginginkan sebuah penyerangan. Sophia merasa perlu segera bertindak sebelum semua menjadi terlambat.
Ruangan kepala sekolah nampak tertutup tetapi lampu di dalam ruangan masih menyala. Sophia menduga sang kepala sekolah masih terjaga di dalam ruangan. Gadis itu segera mengetuk pintu secara perlahan.
"Bapak Kepala Sekolah, apakah aku boleh masuk ke dalam?" tanya Sophia sambil mengetukkan jemarinya ke depan pintu yang terbuat dari kayu berwarna cokelat. Dengan berhati-hati dia mendengarkan jawaban dari lelaki tua yang begitu dihormati di sekolah.
"Masuklah!" jawab sebuah suara dari dalam ruangan.
Sophia segera membuka pintu dan melangkah dengan malu-malu. Sebuah ruangan bernuansa cokelat tampak di hadapannya. Ini adalah pertama kalinya Sophia menginjakkan kakinya di ruang kepala sekolah.
"Masuklah! Ada apa kamu mencariku malam hari seperti ini?" tanya seorang lelaki paruh baya yang mengenakan sweter berwarna abu-abu. Suara kepala sekolah terdengar parau seakan menderita sakit tenggorokan. Kepala sekolah sedang duduk di belakang meja kerjanya. Tangannya sedang memegang sebuah pena pertanda dia masih bekerja kendati hari sudah larut.
Sophia berjalan perlahan untuk menghampiri meja kepala sekolah.
"Namaku Sophia, aku sedang ada keperluan dengan Mr Anthony tetapi beliau tidak ada di sekolah. Anda pernah mengatakan untuk menceritakan semua yang tidak saya ketahui kepada anda," ucap Sophia dengan sopan. Dia menunduk untuk menghormati sosok lelaki di depannya.
Kepala sekolah menatap wajah Sophia yang masih mengenakan jubah seragamnya. Dia merasa aneh namun berusaha tersenyum untuk menghilangkan ketakutan di wajah Sophia.
"Baiklah, silahkan duduk!" pinta kepala sekolah sambil mengulurkan tangan untuk mempersilakan Sophia duduk di kursi tamu. Gadis itu menuruti perintah kepala sekolah dengan penuh kepatuhan.
"Katakan, apa yang ingin kamu sampaikan," ucap kepala sekolah.
Sophia masih tertunduk dengan jari yang saling meremas. Dia merasa takut dan ragu. Apakah semua yang dilakukannya sudah benar dan tidak salah langkah. Dia pernah berjanji pada Mr Athony untuk tidak memberitahukan kemampuannya kepada siapapun di sekolah.
"Sebenarnya aku adalah,..." suara Sophia yang tercekat karena kedatangan seorang penjaga sekolah dengan tergesa-gesa. Seorang lelaki berbadan tegak langsung masuk ke dalam ruang kepala sekolah dengan wajah paniknya.
"Kepala Sekolah, telah terjadi sesuatu di daerah hutan terlarang. Sekawanan binatang berlarian keluar dari hutan. Sepertinya para penghisap darah mulai beraksi kembali!" jelasnya dengan suara terdengar lelah setelah berlari.
Sophia terbelalak setelah mendengarkan apa yang disampaikan oleh penjaga tersebut. Dia tidak mampu berkata-kata dan hanya terdiam menatap kepala sekolah yang sudah berdiri di depan meja kerjanya.
"Benarkah?" tanya Kepala Sekolah yang dijawab anggukan kepala oleh penjaga tersebut.
Kepala Sekolah melihat ke arah Sophia dan sepertinya hendak mengatakan bahwa dia menyesal karena tidak dapat mendengarkan cerita dari Sophia.
"Kalau begitu, saya pamit undur diri. Sepertinya anda banyak pekerjaan!" pamit Sophia sambil melihat ke arah penjaga sekolah yang masih mengatur napasnya yang tersengal. Gadis itu merasa kasihan tetapi dia harus meninggalkan mereka berdua.
"Berarti suara yang kudengar mengenai penyerangan memang benar adanya," gumam Sophia di dalam hati.
Gadis itu melangkah meninggalkan ruangan kepala sekolah dengan perasaan cemas. Penyerangan yang terjadi di hutan terlarang hanyalah sebuah awal karena tujuan mereka adalah sekolah yang saat ini ditempati oleh Sophia dan teman-temannya. Dia harus segera melakukan sesuatu untuk membebaskan diri dari situasi yang serba sulit ini.
"Sophia!" panggil Bianca dengan suara terbata karena kelelahan.
"Kamu mengejarku?" tanya Sophia penasaran.
Bianca mengangguk dan memegang tangan Sophia dengan erat. Sophia merasa kasihan melihatnya. Dia segera mengambilkan air yang berada di dekat ruang kepala sekolah.
"Minumlah," kata Sophia sambil menyosorkan segelas air kepada sahabatnya.
Bianca menerima segelas air dan segera meneguknya dengan lahap. Dia merasa lega setelah menghabiskan minuman tersebut.
Sophia melihat kepala sekolah meninggalkan ruangan bersama dengan penjaga sekolah. Keduanya berjalan sangat cepat hingga tidak melihat Sophia dan Bianca berada disana.
"Ada apa?" tanya Bianca.
"Ada penyusup di hutan terlarang. Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang untuk kita semua," jelas Sophia.
Sophia segera mengajak Bianca meninggalkan ruangan kepala sekolah karena merasa tidak aman berada disana. Ketika seluruh guru sibuk mengatasi penyerangan di hutan terlarang, sekolah pasti sepi.
"Apakah kamu mengetahui siapa penyusupnya?" tanya Bianca.
"Aku tidak tahu tetapi mungkin lebih baik kita waspada. Aku pikir penyusup itu berniat menguasai sekolah kita," ucap Sophia yang membuat Bianca bergidik ngeri.
"Kamu tidak sedang bercanda bukan?" tanya Bianca.
Sophia menggelengkan kepala. Ketika melewati koridor, Sophia bisa melihat beberapa gurunya berubah menjadi werewolf. Pandangannya tertuju ke arah hutan terlarang yang sekarang sedang menjadi area penuh ketegangan. Suara serigala mulai bersautan menghiasi malam yang semakin gelap.
Bianca mendekatkan tubuhnya pada Sophia. Dia merasa takut karena melihat banyaknya werewolf yang sedang berlarian menuju ke dalam hutan terlarang.
"Apakah mereka akan bertarung?" tanya Bianca.
"Pertempuran tidak akan dapat terhindarkan lagi," jawab Sophia. Bianca semakin mendekatkan dirinya dan melingkarkan tangan di lengan sahabatnya.
"Ayo kita masuk ke dalam kamar!" ajak Bianca.
Sophia menerima ajakan dari sahabatnya dan keduanya berjalan bersama menuju ke dalam asrama. Di jalan, keduanya bertemu dengan Erick yang sedang berjaga. Erick kaget karena melihat dua siswi berjalan di tengah malam ketika suara serigala bertautan.
"Kalian belum tidur?" tanya Erick penasaran.
Sophia menatap ke arah ketua asrama dengan penuh keterkejutan. Dia tidak menyangka bertemu dengan dirinya ketika sedang tergesa-gesa masuk ke dalam asrama.
"Kami ada keperluan dengan kepala sekolah karena mendengar suara serigala sepanjang malam," kilah Sophia untuk menutupi alasan yang sebenarnya.
"Iya, semua siswa mengeluh soal suara serigala itu. Kalian tidak diperbolehkan keluar tanpa pendampingan. Sekarang, masuklah ke dalam asrama dan aku akan mengantarkan kalian," tawar Erick yang disambut senyuman oleh Bianca. Dia merasa terlindung dengan adanya Erick disana.
Erick berjalan di samping Bianca. Beberapa kali dia menatap ke arah Sophia namun gadis itu seakan tidak melihatnya. Bianca merasa tidak nyaman karena berada diantara kedua remaja yang saling mencuri pandang.