Bianca merasa senang karena dirinya bisa mengunjungi kamar yang ditempati oleh Sophia dan Rosie di dalam asrama FRESH BLOOD. Keduanya beruntung karena bisa berada di dalam satu kamar, berbeda dengan dirinya yang harus menerima kenyataan terpisah dari kedua temannya.
"Kamar kalian menyenangkan," sahut Bianca dengan penuh kekaguman. Dia tidak menyangka berbagai pernak-pernik hiasan telah perpajang disana. Rupanya Rosie menyukai keindahan dan hal-hal yang lucu. Hampir setiap sudut ruangan terdapat pajangan yang dibuat sendiri oleh Rosie. Bianca sangat menyukainya.
"Kamu sungguh berbakat!" puji Bianca yang membuat Rosie merasa senang. Wajahnya bersemu kemerahan karena mendapat sanjungan dari salah satu sahabatnya.
"Terima kasih," sahut Rosie bangga.
Bianca memegang satu demi satu pajangan yang berada di dalam ruangan. Dia merasa takjub sekaligus bangga karena mempunyai teman yang berbakat seperti Rosie.
Sophia menyodorkan sebuah piyama berwarna merah muda kepada Bianca. Dia berharap gadis itu menyukai piyama yang diberikan olehnya.
"Pakailah ini! Aku berharap kita mempunyai ukuran tubuh yang sama sehingga bajuku muat untuk kamu kenakan," ujar Sophia yang membuat Bianca merasa senang. Perhatian yang diberikan oleh Sophia sungguh menyenangkan baginya.
"Aku akan mencobanya," jawab Bianca dengan berseri-seri. Gadis itu menerima piyama dari Sophia dan mengamatinya. Dia suka dengan warna dan model piyama tersebut. Selama menginap disana, Bianca yakin akan memiliki kenangan yang sangat berharga.
"Kamar mandi berada di luar kamar. Aku akan mengantarkanmu berganti pakaian," tawar Sophia yang dijawab anggukan kepala oleh Bianca. Dia tidak sabar menantikan pesta piyama bersama kedua temannya.
Bianca berjalan beriringan bersama Sophia menuju kamar mandi. Setiap blok terdapat sebuah kamar mandi dengan empat kamar yang bisa digunakan. Di dalam setiap blok terdapat lima buah kamar yang artinya ditempati oleh sepuluh siswa. Semuanya bergantian secara teratur di kamar mandi. Asrama memang mengajarkan kedisiplinan kepada siswa supaya bisa bersosialisasi di lingkungan masyarakat dengan baik.
Beberapa siswa yang berada di satu asrama bersama Sophia menatap heran ke arah Bianca. Mereka merasa asing dengan seorang gadis cantik yang sedang berjalan bersama dengan Sophia.
"Siapakah dia? Sepertinya bukan penghuni asrama kita, wajahnya terlihat asing," tanya salah seorang siswa kepada Sophia. Sophia membalas senyuman kepada Bianca.
"Iya. Namanya Bianca, dia sedang menginap di kamarku untuk malam ini. Besok kami akan mengunjungi desa sebelah untuk berjalan-jalan," ungkap Sophia dengan bangga.
"Benarkah kamu akan ke desa sebelah? Apakah kamu tidak takut?" tanya teman Sophia dengan wajah menegang. Ekspresinya membuat Sophia dan Bianca saling berpandangan penuh tanya.
"Takut? Memangnya apa yang harus kami takuti?" tanya Sophia penasaran.
Teman tersebut langsung memalingkan wajahnya dari Sophia dan Bianca. Sepertinya dia enggan untuk membicarakan hal tersebut pada keduanya.
"Ada apa?" ulang Sophia dengan lembut untuk meyakinkan temannya. Dia sudah menyiapkan hatinya jika mendengar sesuatu yang akan mengejutkan dirinya.
"Aku juga tidak tahu kepastiannya, hanya saja kudengar disana sedang terjadi teror vampir," ungkapnya dengan lirih. Suaranya terdengar berbisik seakan tidak menghendaki didengar oleh siapapun.
"Apa??????" tanya Sophia dan Bianca nyaris bersamaan. Kedua sahabat tersebut hampir tidak mempercayai pendengarannya sendiri.
"Kamu serius?" ulang Sophia penasaran. Dia merasa jantungnya seakan berhenti berdetak saking kagetnya. Vampir dan Werewolf memiliki perjanjian wilayah sehingga terdengar aneh bila Vampir berani menginjakkan kakinya di tanah milik werewolf.
Bianca nampak berpikir keras. Sebagai putri seorang tetua tentunya dia sudah kerap mendengar masalah wilayah yang disepakati diantara kedua makhluk abadi tersebut. Terlalu sukar dibayangkan bila salah satunya menghianati hasil kesepakatan leluhur yang pastinya berujung bentrokan yang maha dahsyat.
"Aku sempat mendengarnya dari pembicaraan penjaga sekolah ketika sedang membersihkan halaman. Aku sangat takut karena mereka mengatakan sudah banyak manusia yang menghilang disana. Konon, diubah manjadi seorang vampir," imbuh teman Sophia dengan berbisik. Gadis itu memang terlihat takut untuk membongkar semuanya.
"Lalu apa tindakan dari Kepala Sekolah?" tanya Sophia.
"Entahlah. Yang jelas Kepala Sekolah tidak akan meninggalkan sekolah selama bahaya masih mengintai dari desa sebelah," ungkap teman Sophia.
Sophia terdiam. Dia kembali teringat menghilangnya sosok Mr Anthony yang berkaitan dengan masa berburu kaum vampire. Semula hal tersebut yang diyakini olehnya. Mendadak semua sirna setelah Sophia mendapatkan sebuah fakta terbaru mengenai adanya vampir di dekat sekolah. Bukankah itu sesuatu yang mencuigakan?"
"Hei, mengapa kamu diam?" tanya Bianca sambil menepuk bahi Sophia untuk membuat gadis itu sadar dari lamunannya.
"Ehh Tidak kok. Aku hanya sulit mempercayai adanya vampir di dekat sini. Hampir seumur hidupku tidak pernah mendengar adanya pergerakan mereka dan mendengar penjelasan kalian membuatku merasa kaget," ujar Sophia yang membuat semua temannya saling berpandangan.
"Oke, lebih baik kita tidak membahasnya sebelum ada berita resmi dari sekolah," simpul teman Sophia yang sejak tadi mengobrol dengannya.
"Suara teriakan itu, jeritan yang memilukan, suara minta tolong dan kepergian semua guru di tengah malam. Bukankah ini sudah membuktikan kebenaran adanya makhluk abadi di sekitar sini," gumam Sophia di dalam hati.
Bianca masuk ke dalam kamar mandi terlebih dahulu sebelum Sophia karena gadis itu masih mau membahas desa sebelah. Sophia akan tetap mencari informasi dan menghubungkannya dengan mimpi yang dilihatnya.
"Apakah kamu pernah melihat orang asing lewat disini?" tanya Sophia kepada rekannya.
"Tidak," sahut temannya singkat.
Sophia merasa kecewa namun dia sudah bertekad untuk mencari kebenaran yang ditutupi oleh pihak sekolah. Pasti ada alasan di balik kediaman Bapak kepala Sekolah mengenai makhluk tersebut.
"Kalau memang suara itu benar adanya dan Vampire memang berada di sekitar sekolah, maka kedudukan kami sebagai siswa akan terancam," gumam Sophia dengan ekspresi ketakutan.
"Aku masuk dulu!" pamit rekan Sophia kepadanya ketika pintu kamar mandi telah terbuka. Sophia kembali sendirian sambil merenungkan semua yang telah terjadi. Sebagai siswa tingkat awal, dia tidak memiliki apapun yang bisa digunakan untuk membantu sekolah.
Bianca keluar dari kamar mandi dan meminta Sophia segera berganti piyama.
"Kamu bisa kembali ke kamar terlebih dulu karena aku masih berganti pakaian," perintah Sophia kepada Bianca.
"Tidak masalah. Aku akan menunggumu disini," sahut Bianca
"Pergilah! Aku akan lama berada di dalam kamar mandi," Kata Sophia untuk meminta sahabatnya pergi.
Bianca menuruti perkataan Sophia untuk segera kembali ke dalam kamar mandi. Dia tidak mau berdebat dengan Sophia untuk saat ini.
Sophia segera menutup pintu kamar mandi setelah melihat Bianca berlalu meninggalkan dirinya. Gadis itu bermaksud untuk fokus mendengar apa yang terjadi disana. Sophia memejamkan mata dan mulai fokus pada suara-suara aneh di sekitar sana," jelas Sophia seraya menunjuk ke arah lapangan voli.
"Kita akan menguasai seluruh negeri!" tekad seorang lelaki yang suaranya didengar jelas oleh Sophia. Suara tersebut begitu ringan dan disertai suara tawa yang khas.
"Kita harus segera menyerang sekolah!" perintah salah seorang pemimpin. Rupanya ada lelaki lainnya yang membuat pembicaraan semakin panas di telinga Sophia.
Sophia menutup erat telinganya karena suara itu membuatnya merasa terluka. Dia tidak mampu membayangkan adanya serangan untuk sekolah. Dalam waktu dekat sekolah pasti mengalami kehancuran. Sophia sudah pernah melihat bayangan kehancuran tersebut di dalam benaknya.