Sophia bermimpi berjalan di sebuah hutan yang cukup lebat. Di sekeliling hanya nampak pepohonan hijau yang menjulang tinggi menutupi cahaya matahari yang bersinar dengan terangnya menjadi nampak redup. Gadis itu menatap langit yang berwarna hijau karena terhalang dedaunan.
"Mengapa aku tidak bisa menemukan matahari dan jalan keluar dari hutan ini," keluh Sophia seraya berjalan terhuyung. Dia nampak lelah seakan telah berjalan selama berjam-jam. Dia ingin segera keluar dari hutan tetapi tidak menemukan jalan keluar. Sejak tadi langkahnya hanya berputar-putar di tempat yang sama.
Ketika sedang dalam keadaan lelah, nampak seekor rusa yang berlari melintasinya. Sophia mencoba mengejar binatang tersebut namun tidak disangka tubuhnya melayang dengan ringan. Sophia bisa berlari secepat angin tanpa bersusah payah. Dia bahkan tidak menggunakan tenaganya sekalipun.
"Aku bisa melayang dan menghilang? Sungguh luar biasa," pekik Sophia kegirangan. Gadis itupun menangkap hewan buruannya dan segera menghisap darahnya. Dia merasa sangat kehausan setelah berjalan cukup jauh. Ternyata darah seekor rusa terasa manis dan nikmat. Sophia yang belum pernah meminum darah merasa aneh karena dirinya tidak jijik padahal sebelumnya belum pernah melakukan hal tersebut.
"Nikmat sekali!" ulang Sophia sembari meneguk darah yang mengalir dari leher binatang di hadapannya. Gadis itu tidak sadar bahwa mulutnya nampak kemerahan karena sisa darah rusa yang masih melekat.
Sophia mendongak ketika melihat Mr Anthony berdiri tidak jauh darinya. Lelaki yang merupakan guru sejarah di sekolahnya itu menatapnya disertai sebuah senyuman yang tidak bisa diartikan oleh Sophia. Keduanya saling berpandangan.
"Lanjutkan sesuatu yang membuatmu merasa hidup dan bahagia," ujar Mr Anthony kepadanya. Sophia merasa mendapatkan dukungan dan kembali menghisap darah Rusa yang masih tertinggal. Gadis itu tidak merasa bersalah meskipun telah mengambil nyawa seekor binatang yang melintas.
"Hentikan, Sophia! Apa yang telah kamu lakukan?" tanya Bianca yang tiba-tiba muncul dan menatapnya heran. Gadis itu membelalakkan matanya ke arah Sophia.
"Mengapa aku harus menghentikannya?" tanya Sophia penasaran.
"Seorang werewolf hanya menghisap darah ketika mereka berubah menjadi serigala di malam bulan purnama. Selain malam itu, kita tidak meminum darah," tegas Bianca yang membuat Sophia terkejut. Sophia menghentikan aksinya dan memandang wajah sahabatnya dengan penasaran.
"Kita tidak minum darah? Tetapi aku sangat kehausan dan darah rusa terasa menyegarkan di kerongkonganku," sahut Sophia untuk membenarkan pendapatnya namun Bianca tetap berdiri tegak di hadapannya.
"Tidak, Sophia. Kita tidak minum darah saat berwujud manusia," bantah Bianca. Gadis itu menggelengkan kepalanya untuk meyakinkan Sophia.
"Maafkan diriku! Aku hanya sedang kehausan," keluh Sophia meraya melihat ke arah buruannya yang tergeletak di hadapannya. Dia menyayangkan darah rusa yang belum sepenuhnya diminum olehnya tetapi tidak mungkin membantah perkataan dari sahabatnya.
"Tidak ada werewolf yang kehausan pada darah ketika dalam wujud manusia. Yang seperti itu hanyalah kaum vampir dan keluarganya," tanggap Rosie yang membuat Sophia merasa sedih. Salah satu sahabatnya kembali muncul dan berdiri di samping Bianca. Sophia mulai meragukan siapa dirinya yang sesungguhnya.
" Mungkinkah aku memang bukan seorang werewolf?" bisik Sophia lirih.
"Astaga, rupanya dia bukan seorang werewolf? Pantas saja kulitnya berbeda," tanggap Helen dengan sombongnya. Gadis cantik itu kembali bersikap angkuh di hadapan Sophia. Sembari melipat tangan di dada, Helen menatap jijik ke arah Sophia.
"Aku bukan vampire, aku seorang werewolf," tukas Sophia untuk meluapkan kekesalannya. Dia tidak mengerti apa yang sedang berkecamuk di dalam hatinya.
"BUKAN. Kamu bukan werewolf, kamu seoang vampire! Kamu selalu haus darah dan kulitmu pucat! Pergilah dari kami, dasar kaum vampire," tukas Helen yang membuat Sophia meradang. Dia tidak menyangka salah seorang rekannya tega mengusir dan menuduhnya sebagai bagian dari vampire. Sesuatu yang sangat tidak disukai oleh Sophia.
"TIDAK! Kamu seorang pembohong! Aku adalah werewolf!" bantah Sophia dengan teriakan yang kencang. Perlahan dia pun membuka matanya dan mendapati dirinya masih berada di dalam kamar tidurnya. Suara dengkur Rosie menyadarkan Sophia bahwa dirinya tengah bermimpi.
"Astaga, mimpi yang sangat buruk sekali!" gumam Sophia sambil mengelap buliran keringat yang membasahi keningnya. Gadis itu merasa mimpi yang terjadi bagai sebuah kenyataan karena dirinya merasa lelah. Dalam mimpi dia memang baru berjalan dalam jarak jauh sehingga lelahnya sangat terasa.
"Aku haus," gumam Sophia sebelum mengambil segelas air minum di atas meja. Gadis itu langsung meneguk habis segelas air putih yang sudah disiapkan sebelum tidur malamnya.
Sophia terkejut ketika mendengar suara lolongan serigala dari arah hutan.
"Suara lolongan? Kupikir sekarang belum saatnya bulan purnama tetapi mengapa ada lolongan di malam ini?" gumam Sophia seraya bergegas ke arah jendela untuk menjamkan indera pendengarnya.
"Itu memang suara serigala!" ulang Sophia dengan penuh keyakinan. Perlahan dia membuka jendela ruang tidurnya untuk melihat apa yang sedang terjadi di luar asrama.
Sophia membelalakkan mata ketika melihat beberapa ekor serigala besar sedang berlari menuju ke arah hutan. Sophia mengenali mereka sebagai seorang werewolf dan bukan serigala binatang . Mereka nampak bergegas dan Sophia mengira semua itu berhubungan dengan insiden penyerangan penjaga asrama. Bukankah kawasan asrama merupakan wilayah teritorial kaum werewolf, rasanya tidak mungkin ada yang berani menyerang kecuali seseorang yang sangat nekat.
"Tidurlah! Jangan mencampuri sesuatu yang bukan wewenangmu!" sebuah suara dari Mr Anthony mengejutkan Sophia. Gadis itu segera menyapu seluruh kegelapan halaman sekolah dan mendapati Mr Anthony berada di salah satu sudut sedang melihat ke arahnya. Mereka berjarak cukup jauh karena kamar Sophia berada di lantai empat sedangkan sang guru di halaman depan.
"Anda melihat saya?" gumam Sophia yang dijawab anggukan kepala oleh Mr Anthony.
"Masuklah ke kamar dan tutup jendela! Lanjutkan tidur malammu dan lupakan semua yang kamu lihat malam ini!" perintah Mr Anthony dari jarak jauh. Sophia bingung mengapa dirinya bisa mendengar bisikan dari guru yang jaraknya sangat jauh. Mereka tidak berteriak atau mengeluarkan suara keras tetapi pembicaraan terdengar jelas.
"Baiklah! Aku akan menutup jendelaku! Tetapi apakah sedang terjadi sesuatu dari arah hutan?" tanya Sophia.
Mr Anthony kembali menggeleng dan meminta Sophia tidak memikirkan apapun. Dia meyakinkan gadis itu bahwa seluruh guru akan menyelesaikan semuanya dengan aman tanpa melibatkan keselamatan siswa. Setelah penjelasan tersebut, Sophia langsung menutup jendela kamar dan kembali berbaring di ranjangnya.
Suara lolongan serigala kembali terdengar beberapa kali dan Sophia berusaha tidak memikirkan apapun seperti perintah Mr Anthony. Meski sebenarnya dia yakin telah terjadi sesuatu di sekolah namun gadis itu berusaha tidak terpengaruh. Bukan daya dan wewenangnya untuk turut campur dalam urusan para guru di werewolf academy.
Sophia mulai memejamkan mata ketika sebuah suara membuatnya terkejut.
"Pergilah dari kawasan kami! Kalian bukanlah bagian dari keluarga besar werewolf academy!" suara yang diyakini milik Kepala Sekolahnya. Sophia bertanya-tanya siapa yang sedang ditegur oleh lelaki paruh baya tersebut. Mungkinkah ada makhluk lain yang sengaja menerobos ke dalam kawasan sekolahnya.
Sophia tidak dapat mengenyahkan pikiran dari suara terakhir yang didengarnya. Mempunyai kemampuan mendengar suara dari jarak jauh rupanya cukup merepotkan baginya. Malam yang seharusnya sunyi dan tenang menjadi riuh karena pembicaraan mereka di dalam hutan bisa didengar oleh Sophia dengan jelas. Gadis itu tidak bisa melihat wajah mereka satu persatu namun suaranya begitu jernih terdengar di telinga.
"Aku yakin akan segera terjadi pertempuran di hutan!" bisik Sophia sambil melirik ke arah Rosie yang terlelap dan tidak terganggu oleh apapun.
"Sungguh nikmat seandainya bisa tidur sepulas dirimu, Rosie!" gumam Sophia perlahan.