Sophia memperhatikan semua penjelasan Mr Anthony dengan penuh konsentrasi. Dia merasa sangat penting untuk mengetahui sejarah kaumnya yang sudah bertahun-tahun membaur bersama manusia. Sampai kapan pun kami tidak akan bisa jauh dari manusia karena saling membutuhkan diantara sesama.
Mr Anthony mengatakan induk dari semua makhluk adalah manusia, baik werewolf maupun vampire memang berasal dari manusia. Oleh sebab itu kami memiliki pantangan untuk menghisap darah manusia kendati naluri itu sangat sulit untuk ditahan. Sophia mengerti bagaimana rasanya kehausan ketika mengendus darah manusia tetapi dia harus berusaha menahannya demi aturan yang telah disepakati oleh leluhur. Werewolf terlahir untuk melindungi manusia bukan yang sebaliknya.
Seorang teman Sophia mengacungkan tangannya untuk bertanya. Seluru pandangan pun teralih kepadanya.
"Kalau kami terlahir untuk melindungi manusia lantas bagaimana dengan kaum vampir? Apakah mereka tidak memiliki aturan yang harus selalu dipatuhi?" tanya siswa tersebut. Mr Anthony tersenyum ketika mendapatkan sebuah pertanyaan yang berkaitan dengan dirinya.
"Iya, kaum vampire tidak memiliki aturan seperti kaum werewolf. Kami diperbolehkan hidup semau kami asalkan tidak mencolok perhatian manusia di sekitarnya. Kauam vampire juga memiliki sebuah kerajaan dengan beberapa tetua sebagai penegak hukumnya. Kami sangat mematuhi ajaran para tetua karena mereka tidak segan menghancurkan kami bila melanggar," jelas Mr Anthony yang membuat semua siswa bergidik.
"Menghancurkan? Apakah vampir bisa dihancurkan?" tanya siswa yang lainnya.
Mr Anthony mengangguk mantap dan memperhatikan wajah seluruh siswa di kelas yang terlihat antusias dengan pelajarannya.
"Tentu saja kami bisa dihancurkan. Kami juga termasuk makhluk seperti halnya manusia dan werewolf. Meskipun kami memiliki keabadian, kami juga bisa musnah ketika kami menginginkannya atau ketika para tetua mencabut nyawa kami," jelasnya dengan mantap.
"Sehebat itukah tetua kaum vampir?" tanya Andrew Davidson. Pertanyaan yang terlontar dari pemuda itu membuat pikiran Sophia teralihkan.
"Mereka sangat hebat. Semua vampir akan takut begitu mendengar nama mereka. Tetua Vampir berjumlah tujuh orang yang masing-masing memiliki kekuatan yang tidak terbatas. Tentunya mereka telah berusia ribuan tahun. Mereka yang selalu menegakkan hukum di kalangan vampir dan yang menciptakan pemisahan kekuatan antara werewolf dan vampir. Tanpa mereka, kedua kaum tidak akan hidup dalam perdamaian," jelas Mr Anthony sambil memperhatikan Sophia yang nampak tekun menulis sambil sesekali melirik ke arah Andrew Davidson. Gadis itu memang tidak bisa menyembunyikan ketertarikannya pada sosok pemuda tampan di kelasnya.
"Kupikir materi mengenai sejarah vampir bisa kita selesaikan sekarang. Kalian harus lebih mengetahui sejarah werewolf daripada vampir. Bukankah begitu Mrs Sophia Adam? Kupikir sejak tadi kamu terlalus sibuk dengan kegiatanmu?" tanya Mr Anthony yang membuat Sophia terkejut hingga pena yang digenggamnya terjatuh ke lantai.
Sophia mengambil pena sembari mengucapkan maaf pada gurunya karena telah melamun. Gadis itu merasa malu karena menjadi perhatian di kelas karena ulahnya.
"Baiklah, kita akan bertemu lagi pekan berikutnya dalam materi yang lebih menarik. Kalian bisa segera kembali ke asrama dan beristirahat," pamit Mr Anthony sebelum kembali ke kursi kerjanya di pojok ruangan.
"Mari kita kembali ke asrama?" ajak Bianca kepada Sophia yang masih sibuk mengemasi buku dan beberapa alat tulisnya.
"Kupikir masih ada sesuatu yang hendak kutanyakan kepada Mr Anthony. Sebaiknya kamu kembali lebih dulu ke asrama," jawab Sophia kepada Bianca.
"Baiklah, jaga dirimu!" ujar Bianca sebelum bergegas meninggalkan ruang kelas yang mulai ditinggalkan siswa. Perlahan sophia melangkah mendekati sang guru yang sibuk membuka buku bacaannya.
"Apa yang ingin kamu tanyakan padaku, Sophia?" tanya Mr Anthony sebelum Sophia mengatakan tujuannya. Rupanya lelaki itu sudah mengetahui apa yang hendak dilakukan Sophia sebelum gadis itu mengatakannya.
"Aku hanya ingin bertanya mengenai sesuatu yang terjadi ketika makan malam. Maaf, tetapi aku mendengar seseorang yang meminta pertolongan dan aku tidak mengetahui asalnya. Ketika terjadi penyerangan kepada penjaga gerbang, aku baru berpikir mungkinkah itu suaranya yang meminta tolong. Bisakah anda menjelaskannya kepadaku?" ungkap Sophia sambil menatap wajah guru vampirnya yang nampak serius menanggapi pertanyaan yang dilontarkannya. Sophia semakin cemas ketika mengetahui sang guru tampak terdiam sejenak.
"Kamu bisa mendengarnya dari jarak sejauh itu?" tanya Mr Anthony. Sophia mengangguk dengan mantap.
"Baiklah Sophia, aku percaya padamu. Tetapi apa yang kamu rasakan sebaiknya tidak diketahui oleh siapapun di sekitarmu," jelas Mr Anthony.
Sophia terfokus pada kalimat demi kalimat yang dikatakan oleh sang guru.
"Kekuatan yang kamu miliki tidak terbatas. Kamu berbeda dengan temanmu yang merupakan kaum werewolf murni. Kamu istimewa seperti yang pernah kukatakan sebelumnya. Kamu memiliki sesuatu yang tidak dimiliki kaum werewolf," ungkap Mr Anthony.
"Apakah itu karena orang tuaku merupakan perpaduan antara manusia dan werewolf makanya aku berbeda? Aku memiliki kulit yang berbeda dengan teman-temanku dan rasanya sangat tidak nyaman," keluh Sophia. Dia kembali mengenang bagaimana dia menjadi bahan perundungan karena kulitnya yang pucat. Dia bahkan merasa kalau dirinya bukan seorang werewolf karena kulitnya tersebut.
"Bukankah masih banyak temanmu yang juga terlahir dari pencampuran manusia dan werewolf? Mengapa kamu justru menyesalkan sesuatu yang membuatmu istimewa. Sudahlah, jangan memikirkan sesuatu yang akan membuatmu terbebani! Anggap saja suara yang kamu dengar sebagai alunan musik yang membedakanmu dengan siswa lainnya. berpura-pura saja bahwa semua itu tidak nyata," ujar Mr Anthony sebelum mengakhiri percakapan diantara keduanya.
"Terima kasih, Mr Anthony. Maaf kalau aku menganggu waktu istirahat anda," pamit Sophia dengan sopan. Dia menundukkan kepalanya sebelum berjalan menjauhi sang guru yang kembali sibuk membaca buku di hadapannya.
"Sophia, sebelum kamu tidur, sebaiknya pikirkan lagi mengenai asal usulmu. Bukankah lebih baik kamu menemukan identitasmu yang sesungguhnya daripada mempercayai apa yang dikatakan orang lain kepadamu. Selamat malam," ucap Mr Anthony sambil tersenyum.
Sophia meninggalkan ruang kelas ketika jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Sebentar lagi jam malam akan segera berbunyi dan dia harus lekas menuju asrama untuk beristirahat. Sophia tidak mau menjalani hukuman untuk kedua kalinya di hari yang sama.
Pintu asrama masih terbuka dan Sophia bisa melangkah menuju kamarnya dengan tenang. Di ruang belajar masih banyak siswa yang tengah asyik membaca buku dan bersenda gurau dengan sebayanya. Sophia tidak tertarik untuk berkumpul karena dia sudah sangat lelah dan ingin segera merebahkan diri di ranjang tidurnya yang nyaman.
"Kamu sudah pulang?" tanya Rosie ketika melihat Sophia memasuki ruangan. gadis itu sudah memakai piyama tidur dan berselimut dengan hangat. Sophia memberikan sebuah senyuman kepada temannya tersebut.
"Aku lelah setelah mengikuti pelajaran sejarah bersama Mr Anthony," sahut Sophia seraya menanggalkan seragam dan berganti dengan piyama tidurnya. Tidak lupa, Sophia membersihkan wajah dan giginya sebelum tidur.
"Apakah seru pelajaran dari Mr Anthony?" tanya Rosie perhatian. Gadis itu terlihat penasaran dengan cerita mengenai Mr Anthony.
"Lumayan. Aku menyukai pelajarannya," sahut Sophia singkat.
"Lusa baru ada jadwalku untuk pelajaran sejarah. Rasanya sudah tidak sabar. Tadi aku mengikuti pelajaran mengenai darah dan kupikir kepalaku pusing karenanya," keluh Rosie.
"Benarkah?" tanya Sophia sambil merebahkan dirinya di ranjang dan melihat kearah Rosie yang bergidik.
"Kamu akan diminta mengenali bermacam-macam darh dari aromanya. Bukankah itu menjijikkan? Kupikir hanya ada satu jenis darah di dunia ini ternyata ada banyak sekali dan aku tidak bisa mengenalinya," jelas Rosie sambil tertawa.
"Bukankah aroma darah memang berbeda ya, kupikir setiap darah memiliki keunikan sendiri," ungkap Sophia sambil mengingat percobaan yang dilakukannya bersama Mr Anthony.
"Astaga. Itu yang dikatakan oleh buku dan pengajar di kelas. Padahal tidak ada satupun yang bisa mengenali perbedaannya. Hanya werewolf yang sudah ahli dan vampir saja yang bisa mengenali aroma darah," celetuk Rosie yang membuat Sophia terkejut.
"Maksudmu tidak ada siswa seusia kita yang mengetahui aromanya selain werewolf sejati? Benarkah?" ulang Sophia. Rosie mengangguk mantap dan Sophia semakin kaget melihatnya.
"Mengapa aku bisa membedakan aroma darah padahal aku bukan werewolf sejati yang sudah bisa berubah wujud. Jangan-jangan aku bukan seorang werewolf murni melainkan seorang,..." gumam Sophia di dalam hati. Gadis itu takut membayangkan apa kata yang hendak muncul di dalam pikirannya. Dia langsung menepis semua anggapan mengenai sosok lain tentang dirinya.
"Itu hanya kebetulan. Aku seorang werewolf," gumam Sophia untuk meyakinkan dirinya sendiri.