Chereads / THE WEREWOLF ACADEMY / Chapter 2 - Aku Bukan Manusia Aneh

Chapter 2 - Aku Bukan Manusia Aneh

Sophia menatap kagum pada dekorasi yang menghiasi aula sekolah. Rangkaian batang pinus lengkap dengan daunnya menjulang tinggi di sekeliling ruangan. Beberapa pita berwarna-warni juga telah menghiasi seluruh sudut ruangan hingga tampak indah dan meriah. Tempat itu akan menjadi saksi peresmiannya menjadi bagian dari werewolf academy. Dia sudah tidak sabar menanti acara segera dimulai.

Aneka hidangan juga telah tersedia di meja makan besar. Kaum werewolf memang suka makan dalam jumlah besar terutama daging. Mereka tidak akan merasa kenyang kendati sudah menghabiskan berpuluh piring. Hal tersebut memang sesuai dengan mekanisme tubuh seorang werewolf yang dirancang memiliki kekuatan besar dan daya tempur yang tidak terhingga. Tidak heran bila kaum werewolf sanggup bertarung selama berhari-hari.

Bianca mengajak Sophia bergabung bersama sekelompok anak perempuan yang nampak menatap kagum dekorasi ruangan. Dari ekspresinya, mereka merupakan murid baru seperti halnya Bianca dan Sophia.

Seorang pemuda tampak menarik perhatian Bianca. Gadis itu bersorak ketika melihatnya.

"Lihatlah, itu adalah Andrew Davidson. Dia adalah pemuda yang terkenal di suku selatan karena keberanian dan kekuatannya," pekik Bianca dengan mata berseri-seri. Sophia yang penasaran segera mengalihkan pandangan menuju pemuda yang disebutkan oleh teman di sebelahnya. Rupanya seorang pemuda tampan sedang menebarkan senyuman karena banyak yang menyapanya. Pemuda itu tinggi, berkulit coklat, berambut panjang, dan berhidung mancung. Sungguh tampan dibandingkan pemuda lain yang pernah Sophia temui.

"Dia terkenal di selatan?" ulang Sophia tanpa berpaling dari sosok Andrew yang mempesona.

Bianca mengangguk setuju dan menatap ke arah Sophia.

"Ayahku sering menceritakan tentang dirinya dan kehebatan suku di selatan dalam menghalau musuh," ungkap Bianca.

Sophia merasa aneh dengan penjelasan dari Bianca. Musuh, sejak kapan kaum werewolf memiliki musuh. Setahu dirinya, kehidupan berjalan dengan lancar dan damai.

"Kehidupan di selatan berbeda dengan suasana di London. Disana kaum werewolf harus berjuang untuk mempertahankan wilayah dari musuh abadi kita, kaum vampir. Mereka menjadi saingan werewolf dalam mencari mangsa ketika bulan purnama tiba," lanjut Bianca.

Kaum werewolf dan vampire memang sesama penghisap darah. Bedanya, vampir bisa mengambil darah kapan saja sedangkan werewolf hanya ketika bulan purnama saja. Terkadang mereka terpaksa bertemu dan terjadilah perselisihan yang tidak dapat terhindarkan. Werewolf pantang menghisap darah manusia dan lebih banyak mencari darah binatang. Sedangkan vampir lebih menyukai darah manusia meski sekarang mereka mulai beralih minum darah binatang.

Vampire, werewolf dan manusia hidup berdampingan tanpa saling mengganggu satu sama lain. Werewolf dan vampire tetap harus menyembunyikan identitas mereka sebagai makhluk abadi atau makhluk penghisap darah. Salah satu yang menjadi kelebihan kedua kaum tersebut adalah abadi atau berumur panjang.

"Aku tidak bisa membayangkan jika harus bertemu vampir disana," tanggap Sophia seraya bergidik. Dia kerap membaca cerita mengenai makhluk abadi yang terkenal sebagai dewa-dewi kecantikan karena raga mereka begitu sempurna. Vampir selalu hidup abadi bahkan hingga ratusan tahun. Mereka berkulit putih dan tidak bercela sedikitpun.

Bianca tertawa melihat reaksi Sophia.

"Mengapa takut, mereka adalah musuh abadi kita selama bertahun-tahun yang lalu. Tujuan kita belajar adalah untuk melatih diri supaya bisa melawan mereka di kemudian hari. Kita tidak akan membiarkan masa depan kaum weewolf musnah karena kaum vampire itu," ungkap Bianca berapi-api. Gadis itu memang pantas menyandang gelar sebagai putri seorang tetua.

Seperti dugaan Sophia, dia akan selalu menjadi bahan perbincangan di sekolah. Kulit putihnya lagi-lagi menjadi sasaran empuk bahan pembicaraan disana. Entah datangnya darimana tetapi Sophia dapat mendengar apa yang orang lain bicarakan tentangnya. Seorang werewolf memiliki pendengaran dan pembau yang sangat kuat karena merupakan perpaduan diantara serigala dan manusia.

"Kamu kenapa?" tanya Bianca yang penasaran dengan raut wajah Sophia yang mendadak berubah muram. Sophia hanya menggeleng tetapi Bianca mengerti pasti telah terjadi sesuatu yang membuat temannya bereaksi.

"Apakah terjadi sesuatu?" desak Bianca.

"Mereka selalu membahas perbedaan kulitku," ungkap Sophia. Wajahnya muram dan keningnya berkerut karena kesal.

"Siapa? Aku tidak mendengar ada yang membicarakan dirimu?" tanya Bianca sembari melihat ke sekitar untuk menemukan sosok yang dimaksudkan oleh Sophia.

"Memangnya kamu tidak bisa mendengarkan suara mereka yang sangat keras?" balas Sophia. Dia tidak mengetahui bahwa teman-temannya yang lain tidak memiliki kemampuan mendengar sejelas dirinya.

"Tidak ada yang membicarakan dirimu, aku hanya mendengar mereka mengelukan dekorasi dan hidangan yang melimpah," tegas Bianca. Sophia merasa heran mengapa temannya tidak bisa mendengar apa yang didengar olehnya. Tiba-tiba dia pun memiliki ide.

"Coba kamu dengar baik-baik, apa yang dibicarakan dua gadis yang duduk disana?" tunjuk Sophia pada beberapa siswa yang berada tidak jauh darinya. Bianca memperhatikan kedua gadis itu sambil menggeleng karena dia memang tidak mendengar apapun.

"Kamu tidak bisa mendengarnya? Mereka membahas tentang sosok Andrew Davidson yang mempesona," ungkap Sophia. Bianca menatap heran ke arah teman barunya. Dia tidak mengetahui bahwa seorang werewolf dalam bentuk manusia bisa mendengar pembicaraan orang lain.

"Apakah kamu bisa mendengarnya?" selidik Bianca.

Sophia mengangguk mantap karena dirinya memang bisa mendengar semua pembicaraan di dalam aula tersebut. Sejak kecil dia sudah bisa melakukannya.

"Ini aneh. Kaum werewolf yang sedang berwujud manusia tidak bisa mendengar pembicaraan orang lain. Mereka hanya bisa memiliki pendengaran yang peka setelah mampu berubah wujud," jelas Bianca yang membuat Sophia membelalakkan matanya. Dia tidak menyangka justru dirinya yang menjadi aneh sekarang. Sesuatu yang tidak dimiliki kaumnya justru dimiliki olehnya sejak kecil. Sekarang Sophia menemukan keanehan lain dalam dirinya selain warna kulit.

"Aku tidak tahu, semua ini sudah ada di dalam diriku sejak dulu," celetuk Sophia dengan santai. Dia tidak mau membuat sahabatnya kepikiran tentangnya. Dia juga takut seandainya kemampuan tersebut karena adanya mutasi genetik di dalam tubuhnya.

Bianca menatap lekat ke arah Sophia. Dia merasakan keanehan pada sosok sahabat barunya. Keanehan yang dimulai dari warna kulitnya, aroma darah yang berbeda dan sekarang kemampuan mendengar suara yang tidak dimiliki orang pada umumnya. Dia mulai bertanya-tanya mengenai asal-usul Sophia yang merupakan anak campuran antara werewolf dan manusia.

"Baiklah, aku mengerti. Kamu memang istimewa, Sophia. Bagaimana kalau sekarang kita mendengarkan pidato dari kepala sekolah. Sepertinya semester ini akan menjadi pengalaman yang berkesan untuk kita semuanya," ajak Bianca seraya mengalihkan pandangannya menuju ke panggung.

Di depan sudah tampak berjejer beberapa laki-laki dan perempuan yang berbada tinggi besar sedang melihat ke arah mereka semua. Sepertinya mereka adalah para pengajar yang berada di Werewolf Academy ini. Sophia memperhatikan satu persatu orang yang berderet di depan, dan pandangannya teralihkan pada sesosok lelaki paruh baya yang sedang tersenyum ke arahnya. Laki-laki itu tersenyum penuh makna yang sukar diartikan oleh Sophia.

"Mengapa lelaki itu berkulit pucat sepertiku? Apakah dia juga berasal dari ras campuran?" gumam Sophia.

Bianca menoleh ke arah Sophia. Rupanya dia mendengar apa yang dikatakan oleh Sophia.

"Dia adalah guru sejarah. Kabarnya seorang vampir makanya dia mengetahui sejarah suku kita dan suku vampir selama ratusan tahun," jelas Bianca.

Sophia menatap ke arah Bianca dan guru berkulit pucat yang mereka bicarakan. Nampaknya sang guru mengetahui apa yang mereka bicarakan karena lelaki itu tersenyum ke arah Sophia.

"Astaga, aku lupa kalau kaum vampir bisa mendengar apa yang dibicarakan orang lain," gumam Sophia di dalam hati. Dia langsung membalas senyuman sang guru.

"Mengapa mereka bisa bekerja sama dengan werewolf, bukannya sejak lama kita menjadi musuh kaum vampir?" tanya Sophia.

Bianca menggelengkan kepalanya. Sepertinya dia juga tidak memahami apa yang menjadi latar belakang perdamaian diantara kedua kaum tersebut.

Sophia dan Bianca kembali menatap ke arah para guru yang berbaris. Mereka bersiap mendengarkan pengarahan dari kepala sekolah.