Chereads / THE WEREWOLF ACADEMY / Chapter 4 - Hukuman Pertama

Chapter 4 - Hukuman Pertama

Sophia merasa kecewa karena dirinya terpilih berada di asrama Fresh Blood. Dia tidak akan bisa bersama dengan Bianca yang terlebih dulu terpilih di Sweet Blood. Keduanya saling berpelukan sebelum berpisah menuju asrama masing-masing.

"Kita akan tetap bertemu ketika pelajaran dan jam makan," bujuk Bianca untuk menenangkan Sophia yang terlihat muram. Sebenarnya Sophia bersedih bukan hanya karena berpisah dengan sahabat barunya tetapi juga karena bersama dengan Helen dalam satu asrama. Sejak awal, dia tidak terlalu menyukai Helen sehingga akan menyebalkan seandainya mereka terus bersama dalam satu asrama.

"Jangan cemas! Helen tidak akan berbuat macam-macam di asrama karena ada ketua suku yang bertanggung jawab di dalamnya," imbuh Bianca. Dia merasa iba melihat Sophia yang terlihat penuh beban setelah mendengar kpeutusan dari serigala pembau.

"Baiklah, aku mengerti. Jaga dirimu, kita akan segera bertemu lagi saat makan malam," pamit Sophia ketika mereka berpisah. Sekarang Sophia harus berjuang sendirian di dalam asrama. Dia harus siap menghadapi perundungan yang mungkin akan diterimanya karena perbedaan warna kulit.

"Sophia, apakah kita bisa berbicara?" tanya guru sejarah yang tiba-tiba muncul di hadapan Sophia. Gadis itu menoleh ke sekeliling karena terkejut melihat kedatangan sang guru yang tiba-tiba.

"Iiiya, sejak kapan anda berada disini?" tanya Sophia terbata-bata. Dia memang tidak menyadari kehadiran guru tersebut sebelumnya.

Guru sejarah tersenyum dan memperkenalkan dirinya dengan nama Mr. Anthony Black. Dia berkulit putih dengan bibir berwarna merah cerah. Matanya jernih dengan iris berwarna biru yang mempesona. Sang guru sejarah terlihat lebih muda dibandingkan guru lainnya.

Sophia mengikuti Mr. Anthony ke ruang kerjanya. Gadis itu terganggu dengan aroma bunga yang begitu menyengat dari dalam ruangan. Entah mengapa sang guru begitu menyukai bunga.

"Silahkan duduk!" ujar Mr. Anthony dengan sopan. Lelaki itu memilih duduk di seberang meja supaya bisa leluasa berbicara dengan salah satu muridnya yang berbeda dengan lainnya.

"Apa yang ingin anda bicarakan dengan saya?" tanya Sophia sopan.

Mr Anthony memberikan tiga buah kotak di atas meja dan meminta Sophia memilih salah satu kotak yang menurutnya menarik. Dia hanya ingin mengenal sosok gadis itu melalui pilihannya.

Sophia menatap lekat tiga kotak kecil yang berjejer di atas meja. Dia mengenali aroma ketiga benda di hadapannya. Kotak pertama berisi sebuah roti yang beraroma nikmat. Kotak kedua berisi daging ayam yang masih mentah karena aroma darahnya begitu menggiurkan. Kotak ketiga berisi darah segar yang aromanya tidak bisa dihindari olehnya. Air liur Sophia langsung berkumpul di mulutnya ketika mengendus aroma nikmat dari kotak ketiga.

"Benda di dalam kotak ini sangat menggoda hidungku," ungkap Sophia dengan penuh keyakinan. Mr Anthony tersenyum dan membuka kotak tersebut di hadapan Sophia. Betapa kagetnya gadis itu melihat sesuatu yang berada di dalamnya.

"Astaga! Benda itu adalah darah?" tanya Sophia untuk memastikan. Dia tidak pernah mengira Mr Anthony akan memberikan sebuah darah untuk mengujinya. Gadis itu masih bingung dengan tujuan Mr Anthony memintanya memilih.

"Benar, benda itu adalah darah. Apakah kamu mengenali siapa pemilik darah tersebut?" tanya Mr Anthony.

Sophia kembali memutar otaknya untuk menentukan pemilik darah segar yang ada di hadapannya. Dia merasa ragu dengan pilihannya. Sophia memang kurang ahli dalam mengenali makhluk berdasarkan aroma darahnya.

"Aku tidak yakin ada hewan yang memiliki darah dengan aroma selezat itu. Kupikir itu adalah darah dari hewan besar seperti gorila atau sebangsanya. Aku yakin binatang itu berkaki dua karena aroma darahnya begitu pekat," jelas Sophia sembari mengamati darah kental yang berada di hadapannya. Berulang kali dia menahan diri untuk tidak menyantapnya tetapi godaan yang muncul dari darah tersebut begitu besar.

"Kamu benar, memang itu adalah darah dari sesuatu berkaki dua yang besar. Itu merupakan darah manusia," ungkap Mr Anthony yang membuat Sophia terbelalak. Dia tidak pernah menyangka darah manusia memiliki aroma yang menggiurkan. Selama ini dia berteman dengan manusia tetapi tidak mengenali aroma darahnya.

"Apa? Benarkah itu darah manusia? Mengapa darahnya begitu menyegarkan dan membuatku merasa kehausan?" tanya Sophia heran.

"Itu mungkin disebabkan karena asal usul dirimu. Kelak kamu akan mengetahui siapa dirimu yang sesungguhnya," ungkap Mr Anthony dengan puas. Tujuannya untuk mengenal Sophia telah berhasil. Kini, dia sudah mengetahui latar belakang gadis yang berada di hadapannya.

"Asal usul saya? Memangnya apa kaitannya dengan darah manusia?" tanya Sophia penuh selidik. Dia memang ingin mengetahui jati dirinya yang sesungguhnya dari Guru Sejarah yang sudah berusia ratusan tahun tersebut.

"Maaf, Sophia. Bukan wewenangku untuk menjawab pertanyaanmu. Yang jelas, kamu adalah anak yang terlahir istimewa dibandingkan yang lainnya," ungkap Mr Anthony seraya bangkit dan mempersilakan Sophia kembali ke asramanya. Gadis itu menurut dan segera beranjak meninggalkan ruangan yang penuh misteri tersebut.

Sepanjang jalan Sophia hanya merenungkan apa yang dikatakan oleh Mr Anthony. Dia begitu penasaran mengenai latar belakang dirinya yang sebenarnya. Sophia begitu hanyut hingga tidak menyadari menabrak seseorang yang sedang berhenti di depannya.

"Astaga, kumohon maafkan aku!" gumam Sophia seraya membantu mengumpulkan buku anak tersebut yang berjatuhan. Gadis itu merasa bersalah dan hanya tertunduk ketakutan.

"Tidak masalah. Aku tidak apa-apa kok," sahut seorang remaja laki-laki yang berada di hadapannya. Sophia terkejut ketika memandang wajah pemuda di hadapannya. Dia adalah Andrew Davidson, pemuda yang menjadi perbincangan di kalangan siswa baru karena ketampanannya. Sophia tidak menyangka dirinya seberuntung itu bisa bertemu dengan Andrew secara langsung.

"Terima kasih karena sudah membantuku," ucap Andrew sambil menunjukkan senyum manisnya di hadapan Sophia yang menatapnya lekat.

"Sama-sama," sahut Sophia sopan. Suaranya terdengar lirih karena nyaris tercekat di tenggorokan. Dia benar-benar tidak mampu menguasai dirinya ketika bertemu pemuda setampan Andrew Davidson.

Pemuda itu berpamitan dan meninggalkan Sophia yang masih belum bisa mengalihkan pandangannya dari Andrew. Dia tidak menyadari ulahnya diketahui oleh Helen yang juga menyukai Andrew Davidson.

"Gadis berkulit putih itu sudah berani melawanku, aku akan memberikan pelajaran berharga padanya supaya tidak memandangi lagi Andrewku," sahut Helen dengan penuh percaya diri. Gadis itu langsung berjalan menuju gerbang asrama Fresh Blood untuk mengadu kepada kepala asrama mengenai keterlambatan Sophia memasuki ruangan. Dia sengaja mengarang alasan supaya Sophia dihukum

Sophia yang tidak mengetahui apapun merasa kaget ketika kepala asrama memberinya hukuman atas keterlambatannya meletakkan barang di dalam asrama. Seluruh siswa baru sudah diberikan waktu untuk berkemas dan Sophia datang terlambat di hari pertamanya. Sebagai hukuman, dia diminta membersihkan kamar mandi asrama sampai jam makan malam dilakukan. Hukuman tersebut terasa berat bagi Sophia tetapi gadis itu tidak mampu menolak. Dia bahkan tidak sempat membela diri karena kepala asrama langsung menjatuhkan hukuman tanpa menanyakan alasan Sophia lebih dulu.

"Hari pertama justru mendapatkan hukuman," gumam Sophia di dalam hati.

Setelah meletakkan barang-barangnya di dalam kamar, gadis cantik itu langsung menuju ke kamar mandi untuk melaksanakan hukumannya. Beruntung daftar nama siswa sudah terpasang di tiap kamar sehingga dia tidak perlu kesulitan mencari kamar kosong untuknya. Ketika melewati koridor asrama, Sophia dikejutkan dengan sosok Andrew Davidson yang tidak sengaja melewati dirinya. Rupanya pemuda tampan itu berada di asrama yang sama dengan dirinya. Sophia sengaja membalikkan tubuh supaya Andrew tidak melihatnya sedang dihukum kepala asrama.

"Syukurlah dia tidak melihatku," gumam Sophia sembari menghembuskan napas panjang. Dia merasa lega dan senang. Sekarang dia bisa lanjut membersihkan kamar mandi sebagai hukumannya.

Sophia bersenandung kecil sambil mengepel lantai kamar mandi. Gadis itu sudah terbiasa bekerja keras di rumahnya. Ibu kandung Sophia merupakan salah seorang anggota suku barat yang berprofesi sebagai pemilik restoran yang cukup tereknal disana. Mereka berdua tinggal di kawasan perumahan yang dipadati oleh manusia biasa sehingga sudah terbiasa dengan aroma manusia yang bermacam-macam. Ketika membaur dengan manusia, Sophia merasa tidak ada perbedaan karena kulit mereka sama-sama putih. Sedangkan ketika bersama kaum werewolf, dia merasa asing karena kulitnya berbeda. Salah satu yang menyamakan hanyalah kemampuan mengendus dan mengenali sesuatu melalui aroma dan pendengaran yang tajam.